Komunitas IT WNI hadirkan petinggi Grab

id design thinking,borryas hasian,mycommit

Komunitas IT WNI hadirkan petinggi Grab

Borrys Hasian saat presentasi (Foto ANTARA/Agus) (1)

"Jadi dengan berbicara dan mengetahui user-nya, karakternya seperti apa, kesulitan seperti apa yang mereka hadapi, sehingga kita bisa memberikan solusi sesuai dengan masalah yang mereka hadapi," kata pria asal Indonesia yang berkantor di Singapura te
Kuala Lumpur, (AntaraKL) - Komunitas IT Muslim Indonesia di Malaysia (MyCommit) menggelar workshop "Design Thinking as a Strategy for Innovation" dengan menghadirkan Design Lead GrabFood, Borrys Hasian di Menara AIA, Kuala Lumpur, Sabtu.

"Borrys dipilih sebagai narasumber karena merupakan orang Indonesia pertama di Grab Asia Tenggara yang menjadi pakar Google dalam `user experience` (UX) dan `user interface` (UI)," ujar Ketua MyCommit, Muhammad Suhada di Kuala Lumpur, Sabtu.

Suhada mengatakan pihaknya memilih topik "Design Thinking" untuk berbagi pengetahuan karena "mindset" dulu yang harus diubah sebelum memikirkan program dan produknya yang akan dihasilkan.

Sebagai pembuka topik "Design Thinking" organisasi yang beranggotakan 100 orang ini terlebih dahulu menghadirkan Indra Gunawan yang sehari-hari bekerja di Nettium Sdn Bhd, perusahaan game online, mobile developer dan e-commerce.

"Anggota My Commit sendiri banyak ahli dalam program, manajemen proyek dan lainnya sehingga ke depan akan dibikin diskusi secara reguler dengan pembicara diantara para anggota," ujar pria yang bekerja di T-Systems Malaysia Sdn. Bhd bagian dari Deutsche Telekom.

Borrys Hasian ketika ditemui mengatakan dirinya menyampaikan bagaimana sebuah perusahaan bisa inovatif dan bisa inovatif dengan mengetahui siapa penggunanya.

"Jadi dengan berbicara dan mengetahui user-nya, karakternya seperti apa, kesulitan seperti apa yang mereka hadapi, sehingga kita bisa memberikan solusi sesuai dengan masalah yang mereka hadapi," kata pria asal Indonesia yang berkantor di Singapura tersebut.

Dia mengatakan melakukan inovasi bukan saja membuat produk yang "hi-tech" tetapi bagaimana membuat produk yang solutif, sesuai dengan target `user-nya`," katanya.

Menurut Borrys biasanya orang yang membikin produk tidak pernah bertemu dengan penggunanya sehingga dengan "google design sprint" gap-nya bisa diperkecil sehingga produknya sampai ke penggunanya.

"Contohnya di Grab pusat prosesnya sudah masuk product development yang normal. Kita tahu user-nya seperti apa, masalahnya apa, kemudian baru kita bikin solusinya, bukan sebaliknya," katanya.