Memperkasa Milenial Serumpun

id Akhmad Kusaeni,Malaysia

”Ganyang Malaysia, kecuali Siti Nurhaliza,” adalah ungkapan yang sering muncul ketika situasi hubungan Indonesia-Malaysia memanas. Tapi akhir-akhir ini, kalimat provokatif itu nyaris tidak terdengar, bahkan ketika situasi politik Indonesia paling memanas di saat Pilpres sekarang ini.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Wakil Presiden Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (Iswami) Datuk Zulkifli Hamsah pada diskusi “Sahabat Media Bicara Eksekutif” di Putrajaya, Malaysia, pekan lalu.

Presiden Iswami Asro Kamal Rokan dan saya dari Indonesia tentu berusaha menjawab pertanyaan sangat penting itu. Agak aneh memang, biasanya setiap Pilpres isu-isu hubungan Indonesia-Malaysia dijadikan komoditi kampanye politik para calon untuk menarik dukungan pemilih.

“If you want to get vote, kick your neighbours ass,” begitu kata petuah politik.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di seluruh Malaysia mencapai 2,7 juta orang. Ini jumlah yang sangat besar dari seluruh negara-negara yang ada di dunia. Mestinya isu TKI menjadi isu yang sexy untuk dipolitisir dan dipanas-panasi.

Tapi, sekali lagi, pasangan Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi tak tertarik. Hubungan Indonesia-Malaysia adem ayem di tengah situasi politik yang mendidih.

Asro Kamal Rokan merujuk pada keberadaan Iswami yang sudah berdiri sejak 10 tahun lalu. Persahabatan dan Kesetiakawan wartawan-wartawan Indonesia dan Malaysia berusaha menjadi ‘bridge over troubled water’ ketika konflik negara jiran serumpun itu memanas.

Iswami memang didirikan untuk komitmen itu. Pendiri seperti tokoh pers Malaysia Tan Sri Johan Jaffar dan Datuk Zulkefli Salleh serta Tarman Azam, Ilham Bintang, Asro Kamal Rokan dan almarhum Saiful Hadi Chalid dari Indonesia tidak ingin kepentingan sesaat politisi dan pihak-pihak lain merusak hubungan kedua negara. Media tidak boleh menjadi ‘warmonger’, atau penabuh genderang perang!

Para anggota Iswami berusaha menjaga hubungan kedua negara serumpun agar tidak meledak merugikan kedua belah pihak. Barangkali, disitulah ada sedikit kontribusi Iswami dalam ‘mendinginkan’ suasana ketegangan.

Lalu, bagaimana di media sosial? Para buzzers, influencer, endorser, kampret dan cebong juga biasa-biasa saja. Media sosial tidak terprovokasi isu bahkan ketika dalam Sea Games 2017, panitia di Malaysia salah memasang bendera Merah Putih yang terbalik. Memang ada riak-riak keriuhan di twitter, facebook, dan Internet, tetapi tidak pada tahap yang disebut sebagai ‘cyber war’.

Soal peran Iswami, Asro Kamal Rokan sudah menjelaskan panjang lebar. Soal media sosial, bagian saya yang menjelaskannya.

Saya katakan, dari 255 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 81 juta berusia 17-37 tahun yang disebut kaum milenial. Generasi yang lahir dan tumbuh di lingkungan serba digital ini bakal berkembang hingga 60% dari total populasi di Indonesia pada tahun 2020. Saya kira, jumlah kaum milenial di Malaysia juga berkisar 50-60% dari total penduduk. Kaum milenial ini lahir antara tahun 1980-2000.

Ciri-ciri kaum milenial Indonesia adalah mereka terlepas dari kaitan historis dan emosional dengan Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Mereka terbebas dari trauma konfrontasi. Gayang Malaysia tidak ada lagi dalam kamus milenial.

Mereka lebih terbuka dan berwawasan global. Mereka, termasuk juga kaum milenial di Malaysia, lebih terekpose untuk menjadi warga dunia (global citizen) dan tidak hanya menjadi warga sebuah negara (citizen of state).

Oleh karena itu, bagi generasi milenial, nasionalisme tidak lagi diartikan sempit, sebagai right or wrong is my country. Mereka lebih komit terhadap nilai-nilai universal seperti kebebasan, penghargaan atas demokrasi dan hak-hak asasi, good governance dan nilai lain semacam itu.

Oya, yang juga sangat berpengaruh bagi ademnya media sosial mengenai isu kedua  negara adalah generasi milenial memiliki gaya hidup yang konsumtif, suka senang-senang, jalan-jalan dan makan-makan. Tidak suka memikirkan hal-hal yang terlalu serius seperti hubungan antar negara, apalagi konflik antar negara.

Terus bagaimana memperkasakan generasi milenial yang memiliki ciri-ciri seperti itu? Ada berbagai cara, seperti pertukaran pelajar dan mahasiwa, pegawai magang (internship), muhibah budaya dan kesenian. Musik menyatukan kedua bangsa.

Perlu dibentuk berbagai macam organisasi persahabatan, seperti Iswami di kalangan wartawan. Di kalangan milenial bisa saja dibentuk organisasi: Ikatan Setiakawan Pelajar Malaysia-Indonesia atau Ikatan Setiakawan Pengusaha Muda Malaysia-Indonesia.

Tak kalah pentingnya, perlu dibuat landing page dan aset digital seperti website, facebook, twitter, instagram, youtube, dll yang bisa menjadi referensi informasi yang benar dan akurat mengenai hubungan kedua negara. Misalnya saja: Setiakawan.com atau Serumpun.com.

* Pemimpin Redaksi BUMN Track dan mantan Direktur Pemberitaan ANTARA