Jakarta (ANTARA) -
Indonesia Traffic Watch (ITW) mengemukakan solusi alternatif pengganti kebijakan rekayasa lalu lintas ganjil genap dalam rangka mengurangi populasi kendaraan di Jakarta.
 
"Kebijakan ganjil genap hanya pindahkan ruang gerak kendaraan saja. Kendaraan beralih ke jalan lain dan tujuan untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran tidak tercapai," kata Ketua Presidium ITW Edison Siahaan kepada ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Kamis.
 
Edison menyebut kebijakan moratorium kepemilikan kendaraan merupakan salah satu cara alternatif dalam mengurangi populasi kendaraan bermotor di Jakarta.
 
Kebijakan itu bisa dilakukan bersamaan dengan pembatasan usia kendaraan yang diizinkan melintas di wilayah hukum DKI Jakarta.
 
"Apakah pemerintah berani melakukan moratorium terbatas penjualan kendaraan bermotor bersamaan dengan pembatasan usia kendaraan?" katanya.

Baca juga: Hari pertama sosialisasi ganjil genap, Jakarta terpolusi di dunia

Baca juga: DPRD: Instruksi Anies soal ganjil genap tidak miliki dasar hukum kuat

Baca juga: ITW: Ganjil genap seperti teori pencet balon
 
Edison mengatakan bahwa kebijakan ganjil genap yang membatasi ruang gerak kendaraan justru memberi kesan pemerintah hanya berorientasi pada keuntungan pajak kendaraan bermotor dari masyarakat.
 
"Pembatasan ruang gerak kendaraan ini kesannya seperti kita boleh beli kendaraan tetapi tidak boleh pakai. Yang penting pemerintah dapat keuntungan pajak," katanya.
 
Kesan pemerintah menjadikan industri kendaraan sebagai ladang memperoleh pajak, kata Edison, makin kuat manakala proyek perluasan atau penambahan jalan baru di Jakarta makin jarang digarap.
 
"Secara kasatmata sudah sangat jelas, kemacetan di Jakarta terjadi karena jalan yang sekarang ada, sudah tidak sanggup lagi menampung volume lintasan kendaraan," katanya.
 
Edison mengatakan bahwa undang-undang telah mengarahkan pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang representatif bagi aktivitas transportasi masyarakat.
 
Moratorium kendaraan bisa ditempuh pemerintah dengan cara pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor maksimal tiga unit per kepala keluarga.
 
"Jika pemerintah memiliki good will, tentu akan berani melakukan kebijakan yang memberikan dampak signifikan pada kondisi udara dan upaya kelancaran serta keselamatan berlalu lintas," katanya.
 
Kebijakan tersebut harus dibarengi dengan ketersediaan transportasi angkutan umum yang representatif dan terintegrasi ke seluruh penjuru serta terjangkau secara ekonomi masyarakat.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019