Jakarta (ANTARA) - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar mantan anggota DPR RI Miryam S. Haryani terkait pertemuan dengan tersangka anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya Markus Nari.

Miryam hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (KTP-e) dengan terdakwa Markus Nari.

Baca juga: KPK panggil mantan anggota DPR Miryam S Haryani

Jaksa KPK Ahmad Burhanudin awalnya bertanya sejak kapan Miryam mengenal Markus Nari. Keduanya diketahui sama-sama pernah duduk di Komisi II DPR RI.

"Kalau tidak salah ingat sekitar 2013," ujar Miryam.

Miryam mengaku tidak terlalu intens menjalin komunikasi dengan Markus selama menjadi anggota DPR. Dia mengatakan hanya beberapa kali melakukan pertemuan dengan Markus di luar Gedung Parlemen.

Salah satunya di perusahaan pribadi milik Miryam di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Miryam mengatakan Markus pernah sekali mendatangi kantornya yang bergerak di bidang periklanan dan event organizer itu.

"Terdakwa sering ke sana?," tanya Burhanudin.

"Seingat saya sekali," ucap Miryam.

"Tahun berapa?," tanya jaksa lagi.

"Lupa," kata Miryam.

Miryam mengelak ketika ditanya apakah dalam pertemuan tersebut dirinya dan Markus membahas mengenai perkara korupsi pengadaan KTP-e.

Dalam pengakuannya, Miryam mengatakan dirinya dan Markus hanya membicarakan perihal keinginannya membangun sebuah resort di atas tanah miliknya yang berada di kawasan Bandung, Jawa Barat.

"Waktu itu kami ngobrol di Komisi II, beliau kan insinyur teknik sipil, saya iseng tolong rancangin sesuatu karena saya punya tanah. Ya boleh. Terus dia datang ke kantor saya, ngobrol sebentar, seingat saya cuma 10 menit sudah gitu saja," ujar Miryam.

"Kedatangan terdakwa itu sebelum atau sesudah jadi saksi perkara Irman?," tanya Jaksa.

"Lupa," jawab Miryam.

"Kalau dengan terdakwa ada komunikasi masalah perkara?," tanya Jaksa mempertegas.

"Tidak pernah, di DPR biasa saja, tidak pernah ngobrol yang spesifik, umum-umum saja," jawab Miryam lagi.

Selain Miryam, Jaksa KPK juga menghadirkan dua orang saksi lainnya yakni penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Jaksa KPK Aryawan Agustiartono.

Baca juga: Politikus Golkar Markus Nari didakwa rintangi perkara korupsi KTP-E

Markus Nari telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus terkait KTP-e.

Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.

Kedua, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.

Sementara Miryam merupakan terpidana kasus memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus KTP-el di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Miryam kini juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus KTP-e, bersama beberapa tersangka baru lainnya, yakni Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PLS), Dirut Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE) dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-e atau PNS Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF).

Dalam konstruksi perkara terkait peran Miryam disebutkan bahwa pada Mei 2011, setelah RDP antara Komisi II DPR RI dan Kemendagri dilakukan, Miryam meminta 100.000 dolar AS kepada mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah.

Permintaan itu, disanggupi dan penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan Miryam.

Tersangka Miryam juga meminta uang dengan kode "uang jajan" kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani KTP-el. Permintaan uang tersebut ia atasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses.

Sepanjang 2011-2012, Miryam diduga juga menerima beberapa kali dari Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto.

Baca juga: Setnov dkk pernah tekan Miryam

Baca juga: Miryam S Haryani dieksekusi ke Lapas Pondok Bambu

Baca juga: Elza Syarief: Miryam terima kotak uang untuk Komisi II


Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Miryam diduga diperkaya 1,2 juta dolar AS terkait proyek KTP-el tersebut.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019