Yogyakarta (ANTARA) - DPC Perhimpunan Advokat Indonesia Yogyakarta melanjutkan kerja sama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memberikan pendampingan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, khususnya perempuan dan anak.

“Sepanjang 2019, kami sudah menjalankan kerja sama ini. Ada puluhan kasus yang masuk, baik yang bersifat konsultasi maupun pendampingan di pengadilan,” kata Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Yogyakarta Irsyad Thamrin di Yogyakarta, Sabtu.

Baca juga: Yogyakarta luncurkan aplikasi Sikap percepat penanganan KDRT

Berdasarkan catatan Peradi Yogyakarta, terdapat 98 konsultasi kasus kekerasan dalam rumah tangga dan 13 konsultasi kasus perundungan, serta konsultasi kasus pengasuhan anak lima kasus.

Dari kasus yang dikonsultasikan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan berbagai langkah, di antaranya penyelesaian dengan cara nonlitigasi sebanyak 10 kasus kekerasan dalam rumah tangga, 10 kasus perundungan anak, dan tiga kasus kekerasan saat pacaran.

Baca juga: Kementerian PPPA minta pemda tangani KDRT dengan serius

Sedangkan kasus yang sampai dibutuhkan pendampingan terhadap korban saat bersidang di pengadilan tercatat lima kasus pencabulan anak, tiga kasus persetubuhan anak, satu kasus korban dibawa lari dan terjadi persetubuhan, satu kasus perzinahan, satu kasus pelanggaran UU ITE, satu kasus pendampingan korban KDRT fisik, tiga kasus penganiayaan, dan 30 kasus perceraian.

Selama memberikan pendampingan kepada korban saat bersidang di pengadilan, Irsyad mengatakan, hak korban tetap dipenuhi dan diperhatikan karena biasanya korban tidak mau memberikan kesaksian.

Baca juga: KPPPA: KDRT masalah serius yang harus ditangani

Oleh karena itu, lanjut Irsyad, dibutuhkan dukungan dari pengadilan untuk memberikan fasilitasi agar sidang berjalan dengan lancar, salah satunya keberadaan ruang sidang yang ramah anak.

“Saya kira, hak-hak korban saat berperkara hukum dan bersidang di pengadilan bisa dipenuhi. Meskipun demikian, banyak juga kasus yang diselesaikan dengan cara nonlitigasi,” katanya.

Irsyad menambahkan, saat memberikan pendampingan hukum kepada korban kasus kekerasan dalam rumah tangga di pengadilan, biasanya korban berharap pelaku mendapat efek jera.

“Kami tidak bicara maksimal hukuman yang diberikan. Namun, lebih kepada bagaimana pelaku mendapatkan efek jera dan korban merasa puas dengan hukuman yang dijatuhkan karena biasanya antara pelaku dan korban masih memiliki hubungan keluarga,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Yogyakarta Edy Muhammad menyebut, kerja sama dengan Peradi sangat dibutuhkan untuk memberikan pendampingan kepada korban KDRT saat berperkara hukum di pengadilan.

“Pengacara yang tergabung dalam Peradi pun memberikan bantuan secara probono,” katanya.

Ia pun menambahkan, anggota Peradi Kota Yogyakarta juga menjadi bagian dari UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk membantu penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga.

Selain dengan Peradi, Pemkot Yogyakarta juga menjalin kerja sama penanganan korban KDRT, khususnya perempuan dan anak yang menghadapi perkara hukum dengan Pengadilan Negeri setempat.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019