Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat penurunan titik panas (hotspot) dalam periode 1 Januari hingga 7 Mei 2020 dibandingkan tahun lalu meski masih menemukan wilayah yang terus mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari 2015 sampai saat ini.

Menurut data yang didapat dari pantauan NOAA, dari Januari hingga awal Mei 2020 terdapat 25 hotspot di Indonesia dibandingkan 420 hotspot dalam periode yang sama pada 2019.

"Dari hasil pengamatan hotspot dibandingkan dalam periode yang sama Januari sampai 7 Mei memang ada penurunan hotspot berdasarkan Terra Aqua sebesar 37,4 persen, sedangkan berdasarkan NOAA ada pengurangan 94,05 persen yang kami pantau berdasarkan satelit dengan confidence level 80 persen," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Basar Manullang dalam konferensi pers online yang diselenggarakan BNPB di Jakarta, Jumat.

Meski demikian upaya pencegahan karhutla di masa pandemi COVID-19 tetap dilaksanakan dengan meningkatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak.

Baca juga: BMKG prediksi puncak kemarau Agustus, daerah rawan karhutla waspada

Baca juga: Pakar: Cegah beban ganda karhutla di tengah pandemi COVID-19


Upaya itu antara lain pelaksanaan kegiatan pengawasan hotspot lewat satelit, pemeriksaan di lapangan berdasarkan info dari masyarakat, pemadaman darat dan udara sedini mungkin, dan pemantauan kesehatan petugas pemadaman.

Selain itu sudah dilakukan juga penggunaan teknologi modifikasi cuaca (TMC) hujan buatan yang dilaksanakan di Riau dan menyusul dilakukan di Jambi. Berbagai upaya penegakan hukum terkait kasus karhutla juga terus dilakukan, tegas dia.

Namun, KLHK masih melihat terdapat beberapa kluster daerah di provinsi rawan karhutla yang terus terbakar sejak 2015 sampai dengan saat ini.

Basar mengatakan di Riau terdapat 9 kluster yang terus mengalami kebakaran berulang, Jambi dan Sumatera Selatan terdapat 8 kluster. Sementara itu di Kalimantan Barat terdapat 4 kluster, di Kalimantan Tengah dengan 8 kluster kebanyakan di lahan gambut, Kalimantan Selatan dengan 6 kluster dan Kalimantan Timur 4 kluster.

"Tapi kita berharap dengan prediksi dari BMKG bahwa tahun ini tidak lebih kering dari 2019, kita berharap kebakaran itu lebih kecil. Tapi tidak hanya berharap, yang perlu adalah upaya-upaya deteksi dini dan early suppression," katanya.*

Baca juga: Pencetakan sawah baru di Kalteng dapat picu masalah lingkungan hidup

Baca juga: Risiko COVID-19, Greenpeace minta safe house karhutla segera disiapkan

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020