Erick Thohir wajib memerintahkan PTPN V untuk menghentikan cara-cara bisnis yang bertentangan dengan semangat membangun BUMN yang bersih.
Jakarta (ANTARA) - Tim Advokasi Keadilan Agraria-Setara Institute meminta Menteri BUMN Erick Thohir segera bertindak untuk menyelesaikan konflik lahan perkebunan yang melibatkan PTPN V dengan 997 petani terhimpun dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) Kampar, Riau.

"Menteri BUMN Erick Thohir wajib bertindak dan memerintahkan PTPN V untuk menghentikan cara-cara bisnis BUMN yang bertentangan dengan semangat Menteri BUMN membangun BUMN yang bersih," kata Ketau Badan Pengurus Setara Institute Hendardi kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Selain itu, lanjut dia, bertentangan dengan semangat Presiden RI Joko Widodo yang justru menggalakkan reforma agraria agar petani memiliki akses tanah untuk penghidupan.

Tim Advokasi Setara Institute bersama perwakilan 997 petani Kopsa M telah melaporkan atas dugaan penyerobotan tanah kepada Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri dan laporan dugaan tindak pidana korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Hendardi, upaya 997 petani dalam memperjuangkan haknya yang meminta pertanggungjawaban PTPN V dalam pembangunan kebun gagal dan beralihnya kepemilikan lahan petani, telah meningkatkan ancaman terhadap para pengurus Komsa M, pekerja kebun, dan petani.

Intensitas ancaman itu terjadi pada saat Bareskrim Polri telah menyelesaikan pemeriksaan awal terhadap 37 saksi pada tanggal  30 Agustus sampai dengan 3 September 2021.

"Setara Institute mengapresiasi langkah Polri yang cepat merespons pelaporan petani," katanya dalam keterangan tertulisnya.

Hendardi menyebutkan serangan PTPN V terhadap petani berupa tuduhan penggelapan penjualan hasil kebun yang sebenarnya milik petani, menyandera dana lebih dari Rp3 miliar milik petani atas penjualan buah kepada PTPN V, dan mengadudomba petani dengan membentuk kepengurusan koperasi abal-abal.

Bentuk serangan lainnya, upaya-upaya pengambilan kantor properti koperasi yang berpotensi menimbulkan kekerasan, melumpuhkan pengurus Kopsa M periode 2016—2021 yang sah dan legitimate dengan intervensi yang melawan hukum.

"Termasuk menggunakan alat negara memaksa pengesahan pengurus koperasi tandingan yang dibentuk oleh PTPN V," kata Hendardi.

Adanya serangan ini, kata Hendardi, telah melengkapi dugaan tata kelola yang tidak akuntabel PTPN V yang bertindak sebagai pendamping koperasi dan petani dengan menggelembungkan hutang petani yang bersumber dari pinjaman Bank Mandiri, yang hingga kini telah mencapai Rp150 miliar.

"Modus ini akan berujung pada potensi perampasan 2.050 hektare kebun petani yang dijaminkan di Bank Mandiri," katanya.

Dalam perkara ini, Setara Institute mengingatkan kepada berbagai pihak untuk bersikap profesional dan netral karena apa yang terjadi saat ini antara PTPN V dan Kopsa M adalah hubungan keperdataan antara anak angkat (Kopsa M) yang tidak dikehendaki karena kritis memperjuangkan hak dari bapak angkat (PTPN V) yangn tidak bertanggung jawab dalam tata kelola kemitraan Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).

"Menteri BUMN semestinya tidak hanya menghentikan cara-cara purba PTPN V, tetapi lebih dari itu dengan mendukung upaya 997 petani yang sedang memperjuangkan haknya yang dirampas lebih dari 10 tahun," kata Hendardi.

Dikatakan pula bahwa kasus yang dialami Kopsa M adalah salah satu dari kasus serupa yang dialami lebih dari 10 koperasi yang juga bermitra dengan PTPN V.

"Menteri BUMN bisa menjadikan langkah petani ini sebagai momentum dan entry point reformasi tata kelola BUMN di sektor perkebunan yang selama ini sering kali menjadi beban APBN dibanding menjadi sektor yang kontributif bagi peningkatan pendapatan negara," ujarnya.

Baca juga: Teras sampaikan masalah konflik agraria ke Wamen ATR/BPN

Baca juga: KSP pastikan penyelesaian konflik agraria berjalan cepat


 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021