Kehadiran negara untuk memberi perlindungan kepada setiap warga negara untuk memajukan, melindungi, dan memenuhi hak asasinya.
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi mengkritisi putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang mengesahkan pernikahan beda agama karena tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.

"Sampai saat ini Pasal 2 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih secara tegas mengatur syarat sahnya perkawinan dianggap sah hanya dengan yang seagama," kata Achmad Baidowi atau Awiek di Jakarta, Selasa.

Secara formal, lanjut dia, UU Perkawinan senapas dengan Pasal 24 Deklarasi Kairo yang mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu wujud pengamalan akidah dan ibadah kepada Allah Swt.

Menurut dia, deklarasi tersebut merupakan hak internum umat Islam yang tidak boleh dilanggar dan dirampas oleh siapa pun, termasuk oleh Negara.

Undang-Undang Perkawinan selain sudah selaras dengan konstitusi dan Deklarasi Kairo, kata dia, juga sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah yang memfatwakan bahwa nikah beda agama haram hukumnya.

Awiek menyebutkan Pasal 28 J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memberikan batasan terhadap hak asasi manusia melalui UU, artinya kebebasan HAM oleh UUD sebagai konstitusi bernegara dibatasi dengan UU.

Menurut dia, dalam konteks perkawinan, tidak bisa serta-merta atas nama HAM, lalu melegalkan pernikahan beda agama karena Pasal 28 J ayat (2) UUD dengan tegas membatasi hak asasi oleh UU Perkawinan.

"Keberadaan Pasal 10 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menegaskan kehadiran negara untuk memberi perlindungan kepada setiap warga negara, termasuk umat Islam, untuk memajukan, melindungi, dan memenuhi hak asasinya yang telah diatur dalam UU Perkawinan," katanya.

Saat ini, kata Awiek, UU Perkawinan sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan MUI bersama Dewan Dakwah ikut sebagai pihak terkait untuk menentang atau counter uji materi tersebut.

Menurut dia, Fraksi PPP akan memperkuat posisi MUI dan Dewan Dakwah tersebut, serta membenarkan fatwa MUI, Muhammadiyah, dan NU yang memfatwakan nikah beda agama haram hukumnya.

"Kami akan memperkuat posisi pihak terkait MUI dan Dewan Dakwah, serta membenarkan fatwa MUI, Muhammadiyah, dan NU, lalu akan melakukan 'serangan' dengan melakukan uji materi terhadap UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan," ujarnya.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang mengesahkan pernikahan pasangan suami istri beda agama yang menikah di Singapura, yaitu AD dan CM.

PN Tangerang memerintahkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mencatatkan pernikahan tersebut.

Baca juga: Kemenag tegaskan pengadilan agama tidak sahkan pernikahan beda agama
Baca juga: Pemkot Jaksel catat empat akta pernikahan beda agama pada 2022

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022