Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah fenomena di dalam tata surya menjadi daya tarik khusus bagi warga Bumi sepanjang 2016 ini. Sebagian bahkan bisa kembali penduduk dunia termasuk Indonesia alami belasan tahun kemudian. Apa sajakah itu? Berikut keenam fenomena tata surya yang terjadi di 2016: 1. Gerhana Matahari Total (Maret 2016).

Gerhana Matahari Total terjadi pada 9 Maret 2016. Sebagian besar masyarakat kawasan Pasifik seperti Indonesia, Malaysia dan negara-negara di Asia Tenggara dan benua Australia juga menyaksikan gerhanan ini.

Sebagian besar India dan Nepal mengalami gerhana Matahari parsial. Sementara Indonesia lebih dari 50 persen gerhana sebagian dan melintas 11 provinsi. Di Jakarta, fenomena ini mulai terjadi sekitar pukul 06.12 WIB dan puncak gerhana sebagian pada 07.21 WIB.

Gerhana berakhir pada pukul 08.32 WIB. Gerhana Matahari Total sebelumnya penah terjadi di Indonesia pada 1983, 1988 dan 1995. Setelah 2016 ini, para peneliti memperkirakan fenomena ini baru akan terjadi lagi pada tahun 2023. 2.

Gerhana Bulan penumbra (Maret 2016) Gerhana Bulan penumbra terjadi pada 23 Maret lalu, namun sulit disaksikan dengan mata telanjang karena tertutup awan. Saat itu, Bumi menghalangi cahaya Matahari sehingga tidak semuanya sampai ke Bulan. Fenomena ini terjadi akibat dinamisnya pergerakan posisi Matahari, Bumi dan Bulan dan hanya terjadi saat fase purnama.

3. Merkurius lintasi wajah Matahari (Mei 2016) Planet terdalam di tata surya, Merkurius melintas wajah Matahari pada 9 Mei lalu, sehingga menyuguhkan pemandangan sekali setiap sepuluh tahun atau lebih. Sementara Bumi dan tetangganya yang lebih kecil berada dalam posisi sejajar di antariksa.

Perjalanan Merkurius yang disebut para astronom sebagai "transit" itu dimulai dengan sesuatu yang terlihat seperti titik kecil hitam di pinggir Matahari sekitar pukul 07.12 pagi EDT (1113 GMT). Selama 7,5 jam, Merkuris melakukan perjalanan melintasi wajah Matahari dengan kecepatan 48 kilometer per detik.

Sekitar 13 kali dalam satu abad, Merkurius dan Bumi sejajar, memberi kesempatan kepada pengamat menyaksikan Merkurius lewat antara Bumi dan Matahari. Merkurius baru akan kembali melintas di antara Matahari dan Bumi pada 2019. Sesudahnya, kesempatan menyaksikan fenomena itu tidak akan datang lagi sampai tahun 2032.

4. Mars - Bumi pada jarak terdekat dalam satu dekade ini (Mei 2016) 30 Mei 2016, planet Mars dan Bumi pada jarak lebih dekat dari yang terjadi sebelumnya dalam satu abad lebih. Saat itu, posisi Mars berada di 75,3 juta kilometer Bumi dan mencapai titik tertinggi sekitar 35 derajat di atas horison selatan, sehingga bisa dilihat di langit malam. Planet Merah itu sudah bersinar terang sejak pertengahan Mei.

Lalu di pertengahan Juni, ia akan terlihat lebih pucat, karena posisinya dan Bumi saling menjauh dalam orbit mereka. Sebelumnya, di 2003 lalu, planet itu berada pada jarak 56,3 juta kilometer, atau jarak terdekat yang pernah terjadi dalam 60.000 tahun. Para pengamat harus menunggu sampai tahun 2287 untuk melihat kembali fenomena itu.

5. Gerhana Matahari cincin (Agustus 2016) Puncak gerhana Matahari cincin terjadi pada 1 September lalu, sejak pukul 17.26 WIB hingga 17.52 WIB. Kala itu, dua garis merah berdekatan teramati di Samudera Atlantik, Afrika bagian tengah, Madagaskar dan Samudera Hindia. Di Indonesia sendiri, fenomena yang bisa diamati saat kondisi cuaca cerah itu hanya bisa teramati dari 124 kota dan kabupaten di 10 provinsi.

6. Supermoon (November 2016). Fenomena supermoon paling terang dan terbesar sejak Januari 1948 menghiasi langit dunia pada 14 November lalu. Saat itu, bulan mengorbit Bumi dalam posisi lebih dekat dibandingkan biasanya (karena bentuk orbit bulan adalah elips).

Astronom menyebut posisi terdekat bulan dengan Bumi itu sebagai tahap perigee. Jika biasanya jarak rata-rata Bumi dan bulan sekitar 384.400 kilometer, maka pada 14 November lalu jaraknya menjadi sekitar 356.500 kilometer. Inilah alasan bulan muncul sekitar 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari suatu bulan purnama tahap perigee. Manusia di berbagai penjuru dunia tak akan melihat fenomena seperti ini hingga 2034 mendatang.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016