Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menceritakan soal Papua hingga diaspora saat pertemuan dengan para warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Selandia Baru di Amopura Gathering, Museum Te Papa, Wellington, Senin.

Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan pertemuan dengan WNI ini adalah agenda terakhir dalam kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Selandia Baru.

Dalam pertemuan tersebut, sejumlah WNI mengajukan pertanyaan mulai dari soal Papua hingga soal diaspora.

"Bapak Presiden, apa yang menjadi motivasi Bapak sehingga begitu sering datang ke Papua?" Pertanyaan itu dilontarkan Fransiscus Orlando, salah satu WNI asal Papua yang tinggal di Selandia Baru.

Presiden yang hadir bersama Ibu Iriana Joko Widodo, menjawab bahwa sebagai seorang pemimpin, ia ingin melihat secara langsung kondisi masyarakat dan infrastruktur disana, tidak hanya dari laporan. Menurut Jokowi, Indonesia bagian timur terlalu lama dilupakan dan kurang diperhatikan.

"Satu setengah bulan setelah dilantik, saya langsung terbang ke Papua. Sampai saat ini sudah tujuh kali saya datang ke Papua dan merupakan provinsi paling sering saya kunjungi. Padahal dari Jakarta ke Papua butuh enam jam. Tapi ini wilayah NKRI yang harus diperhatikan," ujarnya disertai tepuk tangan para WNI yang hadir.

Presiden pun berbagi cerita dan pengalamannya ketika melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah tertinggal di Indonesia. Salah satunya saat ia berkunjung ke Kabupaten Nduga di Papua.

"Waktu itu oleh Panglima (TNI) saya tidak diperbolehkan karena itu daerah paling rawan. Saya terbang ke sana naik heli karena memang dari Wamena saja ke Nduga butuh empat hari empat malam berjalan di tengah hutan. Di Kabupaten Nduga itu aspal satu meter saja tidak ada. Inilah yang membuat saya sedih sekali. Inilah motivasi saya, agar infrastruktur dan SDM sama dengan provinsi-provinsi lainnya," ujar Presiden.


Petani sukses

Selain Fransiscus Orlando, ada dua orang lain yang juga mengajukan pertanyaan kepada Presiden. Salah satunya adalah Reza Abdul Jabar, seorang petani sukses yang kini memiliki 800 hektare lahan pertanian di provinsi terbesar di Selandia Baru, dan sekitar 2.000 ekor sapi.

"Ada amanat dari diaspora Selandia Baru perihal bagaimana kami menghadapi generasi kedua dan ketiga yaitu anak-anak kami yang berkeinginan mempertahankan status WNI-nya. Kami sedikit cemas. Padahal disini banyak yang mahir yang sangat sayang apabila mereka terganjal untuk kembali ke tanah lahirnya atau tanah ayah ibunya. Jadi kami mohonkan solusi dan fasilitasi untuk masalah ini," katanya.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang juga hadir dalam acara tersebut dipersilahkan oleh Presiden untuk menjawab langsung pertanyaan itu. Menlu mengatakan bahwa isu diaspora ini memang merupakan isu yang sedang didalami dan dikaji.

"Kita juga bekerja sama dengan para diaspora. Ada working group mengenai masalah imigrasi, salah satunya kemungkinan dwi kewarganegaraan. Keputusan ini bukan keputusan mudah, perlu ada satu konsensus nasional sehingga semua pihak harus ditanya. Tapi paling tidak begini, nanti Pak Dubes akan sosialisasi kartu diaspora Indonesia, tujuan pemerintah adalah memfasilitasi WNI yang tinggal di luar negeri," kata Menlu.

Baca juga: Indonesia-Selandia Baru tingkatkan kerja sama perdagangan dan investasi

Baca juga: Presiden promosikan ekonomi digital ke Selandia Baru

Baca juga: Diplomasi kopi Presiden di Selandia Baru


Penanya terakhir adalah Megan Collins, seorang warga Selandia Baru yang sempat tinggal lama di Indonesia dan jatuh cinta dengan Indonesia. Ia bertanya seputar masalah kebudayaan.

Presiden mengatakan bahwa DNA Indonesia ada di budayanya. Salah satu visi pemerintah dalam kebudayaan ke depan adalah membangun destinasi-destinasi wisata baru.

"Kita sedang dalam proses membuat 10 Bali baru. Ini akan kita selesaikan kemudian nanti akan menginjak ke 10 berikutnya. Kita ingin fokus di situ," jawabnya.

Menurut Presiden, kebudayaan dan industri kreatif adalah salah satu kekuatan besar bangsa Indonesia. Semua provinsi mempunyai seni dan budaya yang berbeda beda.

"Ya inilah yang akan kita pakai sebagai sebuah kekuatan besar bangsa kita untuk bersaing dengan negara-negara lain. Kalau kita mau main di industri, kita sudah kalah jauh dengan Jepang, Jerman dan Korea. Tapi kalau kita mainnya di sini, ada kemungkinan besar kita jadi pemain utama. Oleh karena itu saya mengajak bapak ibu untuk bekerja keras bersama-sama," lanjutnya.

Acara bertemu dengan WNI ini adalah agenda terakhir dalam kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Selandia Baru. Selanjutnya, Presiden dan Ibu Iriana bersama rombongan akan kembali ke Tanah Air.

Pewarta: Agus Salim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018