Mataram, Nusa Tenggara Barat (ANTARA News) - Warga Desa Obel-Obel di Sambelia, Lombok Timur, yang masih mengungsi karena tempat tinggalnya terdampak gempa, mengeluh kesulitan mendapat air bersih.

Mereka kesulitan mendapat air untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan berwudhu.

"Benar-benar tidak ada air bersih, pasca gempa sumur dan mata air kering," kata Ahmad Zuhri, korban gempa tektonik di Lombok Timur, Rabu.

"Soal air kami terpaksa harus mengambil air dari kota kecamatan yang cukup jauh," katanya.
Warga korban gempa bumi mengantre untuk mendapatkan air bersih di Desa Sajang, Sembalun, Lombok Timur, NTB, Rabu (1/8/2018). (ANTARA /Akbar Nugroho Gumay)


Ia mengatakan warga Dusun Mentarang yang mengungsi karena daerahnya terdampak gempa sekitar 280 orang.

Warga Dusun Mentarang yang terdampak gempa mengungsi di tenda-tenda ala kadarnya yang didirikan di halaman rumah yang rusak akibat gempa.

"Yang jelas kebutuhan penting lainnya selimut dan sembilan bahan pokok," kata Ahmad.

Dalam kondisi serba kurang dalam pengungsian, warga juga masih menghadapi trauma karena dampak gempa.

"Waktu gempa kita seperti diangkat-angkat dan diayak-ayak secara bergelombang," kata Saiful, korban gempa yang lain.

Rumah Saiful porak-poranda akibat gempa. Harta bendanya tidak terselamatkan, yang tersisa hanya pakaian.

"Semua barang tidak ada lagi yang bisa diselamatkan," keluhnya.

Gempa berkekuatan 6,4 Skala Richter mengguncang pulau Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat pada hari Minggu (29/7).

Gempa itu menyebabkan 16 orang meninggal dunia dan 300 orang lebih terluka, serta mengakibatkan kerusakan ribuan bangunan rumah, fasilitas publik dan perkantoran.

Pemerintah provinsi NTB menetapkan masa  tanggap darurat hingga hari Kamis (2/8).

Baca juga: Korban gempa Lombok trauma kembali ke rumah
 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018