Denpasar (ANTARA News) - Bawaslu Republik Indonesia mengadakan Festival Pengawasan Lintas Iman untuk menjadi perekat umat beragama dalam mewujudkan Pemilu 2019 yang damai tanpa politisasi isu SARA.

"Bawaslu menggagas kegiatan ini guna menumbuhkan rasa saling memiliki dan saling menjaga serta saling menghormati satu sama lainnya," kata anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo saat menyampaikan sambutan pada festival tersebut, di Denpasar, Sabtu.

Bawaslu, lanjut dia, memandang perbedaan agama, suku, dan keyakinan adalah modal besar untuk menjadi bangsa yang maju. Namun, masih ada saja yang menjadikan perbedaan itu sebagai sumber perpecahan dengan cara mempolitisasi perbedaan, terutama menjelang pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.

"Kegiatan ini digagas Bawaslu untuk menyatukan visi kita sebagai sebuah bangsa yang besar dan majemuk dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam keberagaman," ucapnya.

Selain itu, pihaknya menyadari bahwa tokoh atau pemuka agama dapat menjadi corong Bawaslu dalam menyuarakan kedamaian dalam pemilu tanpa politisasi SARA.

"Tokoh agama adalah aktor penting dalam melakukan pendidikan politik pada masyarakat. Mereka juga dapat menyampaikan pesan damai antarumat beragama, di tengah gejolak politik yang mengarah kepada perpecahan dengan menggunakan politisasi isu SARA sebagai pemicunya," ujarnya.

Menurut Ratna, politisasi SARA merupakan isu yang sangat sensitif dan rentan menyebabkan perpecahan dan permusuhan.

"Penggunaan isu-isu SARA (politisasi SARA) untuk tujuan jangka pendek guna memenangkan calon tertentu jelas berpotensi merusak keragaman dan harmoni sosial yang selama ini sudah berjalan dengan baik. Untuk itu, politisasi isu SARA harus kita lawan dalam setiap kontestasi pemilu kita," katanya.

Terkait penyelenggaraan Festival Pengawasan Lintas Iman yang dihadiri oleh jajaran Bawaslu Bali, tokoh-tokoh agama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), organisasi pemuda hingga mahasiswa tersebut, Bali dipilih sebagai salah satu tempat penyelenggaraan dari lima daerah di Nusantara yang diadakan kegiatan serupa.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Rudia mengatakan pelibatan kelompok-kelompok agama hingga desa pakraman (desa adat) terbukti selama ini cukup efektif untuk menyosialisasikan pilkada dan turut menciptakan pilkada yang berjalan damai.

Saat tahapan Pilkada Bali belum lama ini, menurut Rudia, pihaknya pun telah masuk ke 536 kelompok di masyarakat dan dapat diterima dengan baik.

"Dengan bermodal komunikasi, ternyata cara kami masuk ke kelompok-kelompok itu cukup efektif dalam menyosialisasikan Pilkada dan mengajak masyarakat untuk turut melakukan pengawasan. Terlebih saat itu, Bawaslu Bali memang tidak memiliki anggaran sosialisasi," ucapnya.

Terkait dengan kegiatan Festival Pengawasan Lintas Iman tersebut, Rudia berharap dapat bermanfaat dalam perjalanan demokrasi di Bali. "Kami juga mohon dukungannya kepada semua pihak agar pemilu di Provinsi Bali bisa dikawal bersama," ucapnya.

Festival tersebut selain diisi dengan doa bersama dan tarian, juga dimeriahkan penampilan pentas musik dari jajaran Bawaslu Bali serta penyampaian pendapat tokoh agama.

Baca juga: Sosiolog sebut penggunaan isu SARA rusak demokrasi indonesia

 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018