.. keperluan atau kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal diperbatasan, perlu diperhatikan..
Sebatik (ANTARA News) - Pulau Sebatik adalah sebuah daerah penuh "romantisme" dan "heroik" yang menjadi bagian dari sebuah perjalanan sejarah saat konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1963-1966.

Pulau Sebatik Indonesia yang kini masuk wilayah Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, pernah menjadi ajang pertempuran Indonesia-Malaysia.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah, dan Sarawak, yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia.

Dalam perang itu ratusan korban tewas dan cedera.

Perang berawal dari keinginan Federasi Malaya, Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan Persetujuan Manila.

Keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang sekarang dikenal sebagai Malaysia, sebagai "boneka Inggris".

Soekarno menilai itu kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.

Bagi warga Indonesia di Kabupaten Bulungan --dulu kabupaten Nunukan, hanya bersatus kota kecamatan, dan sebatik hanya sebuah desa--, merasakan pahit getir perjuangan itu.

Warga Bulungan yang berusia 70 tahun dan masih hidup menuturkan, mereka ikut nerasakan suasana heroik karena mengikuti program wajib militer.

Romantisme era perjuangan melengkapi perjalan Sebatik karena banyak pria belia harus berpisah dengan tunangan, istri serta keluarga ke medan laga.

Bukan hanya medan laga yang membunuh tapi sebagian meninggal saat wajib militer akibat latihan terlalu berat dengan gizi makanan sangat buruk.


Masih memprihatinkan

Sayangnya, wilayah yang dipertahankan dengan darah dan air mata itu kini belum banyak berubah.

Sejak Indonsia merdeka sampai kini berbagai ketimpangan masih terlihat, jika dibandingkan dengan daerah lain, apalagi dengan Kota Tawau, Sabah, Malaysia.

Guru pendamping pelajar Siswa Mengenal Nusantara (SMN) H. Mohamad Sodeli dari SMAN 44 Jakarta di Sebatik, belum lama ini mengaku sedih melihat kondisi Sebatik.

Perbatasan itu ibarat ruang tamu, katanya, sehingga perlu ditata dengan baik, dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai.

Sebagai "ruang tamu" atau beranda negara maka kondisi Pulau Sebatik masih memprihatinkan, terutana kelemahan infrastruktur perhubungan serta berbagai fasilitas umum.

Apalagi jika dibandingkan dengan kemajuan Kota Tawau, Sabah, di seberang Sebatik yang kondisinya sangat kontras.

Ia juga menyarankan agar perlu diperhatikan keperluan atau kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal diperbatasan.

Jangan sampai mereka sebagai WNI merasa tidak diperhatikan sehingga bisa saja berpaling ke negara tetangga.


"Dua Tuan"

Salah satu keunikan Pulau Sebatik karena pulau kecil itu terbagi dua, yakni uang ringgit dan rupiah bisa digunakan.

Pulau Sebatik sebuah pulau di sebelah timur laut Provinsi Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Kota Tawau, Sabah, Malaysia dan termasuk Daerah Istimewa 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan). Sebatik terdiri dari 5 kecamatan dan 19 desa.

Kecamatan Sebatik terdiri dari Desa Padaidi, Desa Sungai Manurung, Desa Tanjung Karang dan Desa Balansiku. Kecamatan Sebatik Barat terdiri dari Desa Setabu, Desa Binalawan, Desa Liang Bunyu dan Desa Bambangan.

Kecamatan Sebatik Tengah terdiri dari Desa Sungai Limau, Desa Maspul, Desa Bukit Harapan dan Desa Aji Kuning. Kecamatan Sebatik Utara terdiri dari Desa Seberang, Desa Lapri dan Desa Pancang, sedangkan Kecamatan Sebatik Timur terdiri dari Desa Tanjung Harapan, Desa Sungai Nyamuk, Desa Bukit Aru Indah dan Desa Tanjung Aru.

Pulau Sebatik terbelah menjadi dua zona teritorial, yakni sebelah utara 187,23 km persegi milik Malaysia. Sedangkan 246,61 km persegi yang dimiliki oleh Indonesia.

Sebagian wilayah Sebatik Malaysia jadi areal perkebunan sawit, sedangkan wilayah Indonesia jadi pemukiman warga.

Meski seringkali dikunjungi para pejabat pusat dan daerah, kondisi Pulau Sebatik masih jauh dari layaknya sebuah kota apik, yang layak disejajarkan dengan kota "tetangga" di Malaysia, yang berbatasan langsung.

Program utama yang perlu dilakukan di Pulau Sebatik antara lain adalah pembangunan sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata serta peningkatan hukum dan pengawasan keamanan.

Keunikan lain pulau "dua tuan" itu adalah "berburu Ringgit". Itu pula yang membuat para pelajar yang ikut program Siswa Mengenal Nusatara (SMN) oleh Pupuk Indonesia (BUMN hadir untuk negeri) ikut melakukannya.

Caranya, belanja menggunakan Rupiah dan kembalian menggunakan Ringgit sebagai oleh-oleh. Ini menggambarkan bahwa Pulau Sebatik dengan segala ketertinggalannya memiliki keunggulan atau potensi bagi perdagangan bebas.

Sebagian kebutuhan pokok tergantung barang dari Malaysia, tapi juga warga negeri jiran tergantung pasokan berbagai komoditas perikanan serta hortikultura dari Indonesia.

Asa warga perbatasan agar pemerintah bisa mengoptimalkan potensi ekonomi.

Pada gilirannya, Sebatik bukan hanya cerita tentang romantisme sejarah namun "ruang tamu" yang layak dibanggakan karena mampu mensejajarkan diri dengan kota lain di Indonesia atau Malaysia.

Baca juga: Nuansa "heroik" HUT RI di perbatasan
Baca juga: BUMN Hadir - Siswa Kaltara belajar "digital learning" dari Telkom

 

Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018