Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta atase ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Luar Negeri menyampaikan ke publik upaya-upaya yang sudah dan akan dilakukan untuk melindungi dan membebaskan tenaga kerja Indonesia (TKI) dari hukuman mati di luar negeri.

Dalam pernyataan resmi komisi pada Rabu menanggapi eksekusi mati tanpa notifikasi terhadap Tuti Tursilawati, buruh migran asal Majalengka, di Arab Saudi pada Senin (29/10), Komisioner Komnas Perempuan Taufiek Zulbahri mengatakan pemerintah pusat maupun daerah juga harus memberikan kompensasi, rehabilitasi dan pemulihan psikis kepada keluarga Tuti.

"Termasuk hak kebenaran untuk dapat melihat makam apabila keluarga menghendaki," kata dia.

Komnas Perempuameminta pengacara yang mengawal penanganan kasus semacam itu bisa mengintegrasikan pembelaan yang berperspektif pemenuhan hak perempuan, melihat jeli kekerasan berbasis gender khususnya kekerasan seksual yang menjadi pemicu terdakwa melakukan perlawanan dengan kekerasan yang akhirnya membawa mereka berhadapan dengan hukum. 

Apalagi kasus kekerasan seksual terhadap buruh migran yang bekerja dalam rumah tangga kerap tidak diproses dan dipertimbangkan karena terhalang oleh isu pembuktian dan kesaksian. 

"Bekerja di ranah domestik/ privat akan sulit mencari saksi, bekerja sebagai PRT cenderung diposisikan tidak memiliki posisi tawar, dikarenakan adanya relasi kuasa, termasuk sebagai PRT dan warga asing yang tidak memahami bahasa di mana tempat dia bekerja, yang berpotensi menghalangi akses keadilan karena kejahatan berbasis ketubuhan tersebut," kata dia.

Komnas juga meminta Pemerintah Arab Saudi menghormati prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), menekankan bahwa hak dasar bagi pekerja migran yang berhadapan dengan hukum adalah menerima notifikasi rencana eksekusi lewat konsuler, serta didampingi pengacara dan penerjemah.

Pemerintah Arab Saudi, menurut Komnas, harus meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran di negerinya dengan memberi ruang bagi konsulat melakukan kunjungan langsung ke rumah majikan mereka.

"Kami juga menilai sistem Khafalah di Arab Saudi merupakan hambatan bagi perlindungan TKI di Arab Saudi, dimana majikan cenderung menjadikan pekerja mereka sebagai bagian dari properti mereka dan hak privasi serta keamanan majikan tidak boleh diganggu gugat," kata Taufiek.

Menurut dia penerapan Sistem Khafalah secara absolut membuat pekerja migran rentan menghadapi kekerasan dan menyulitkan akses korban kekerasan terhadap keadilan.

Komnas Perempuan menyeru penghentian hukuman mati, yang pada akhirnya bukan hanya menghukum yang terpidana tapi juga seluruh keluarganya.

"Begitu pun media dan media sosial, untuk turut berempati dengan keluarga Tuti Tursilawati, dengan tidak membuat pemberitaan atau proses mencari berita yang menambah penderitaan keluarga," kata Taufiek.

Baca juga:
Indonesia protes eksekusi mati terhadap Tuti Tursilawati
Indonesia protes Saudi eksekusi WNI tanpa pemberitahuan kekonsuleran

 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018