Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komsi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakhun dituntut 10 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik selama 5 tahun karena dinilai terbukti menerima suap 911.480 dolar AS karena pengurusan anggaran di Badan Keamanan (Bakamla).
   
"Menuntut, agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa Fayakhun Andriadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara berlanjut sebagaimana dakwaan pertama dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Fayakhun Andriadi dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Kresno Anto Wibowo di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
   
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
   
JPU KPK juga menuntut pencabutan hak politik Fayakhun.
   
"Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tambah Kresno.
   
Jaksa KPK juga tidak menyinggung pemberian status saksi pelaku yang bekerja sama dengan penuntut umum (justice collaborator) yang dimintakan oleh Fayakhun dan hanya mencatat pengembalian sebagian uang suap dari Fayakhun sebagai faktor yang meringankan.
   
"Bahwa dalam perkara ini telah dilakukan penyitaan terhadap sejumlah barang bukti sebesar Rp2 miiliar yang merupakan uang yang disetorkan oleh terdakwa kepada negara melalui rekening titipan KPK sebagai pengembalian dari sebagian hasil korupsi yang telah diterimanya," ungkap Kresno.
   
Dalam perkara ini Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR periode 2014-2019 menerima seluruhnya sebesar 911.480 dolar AS yang telah dijanjikan sebelumnya dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah agar mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Bakamla untuk proyek pengadan satelit moniotring dan 'drone' APBN Perubahan 2016.
   
Pemberian uang itu diawali dengan pertemuan antara Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, staf operasional PT Merial Esa M Adami Okta dan staf khusus Bakamla Ali Fahmi Al Habsy di kantor PT Merial Esa. Ali Fahmi menawarkan proyek di Bakamla kepada PT Merial Esa dan ditanggapi bahwa perusahaan itu adalah agen pabrikan Rohde and Schwarz Indonesia untuk alat komuniasi khusus.
   
Ali Fahmi pun meminta "commitment fee" sebesar 15 persen dari nilai pagu proyek.
   
Sekitar April 2016, Fayakhun bertemu dengan Ali Fahmi di Bakamla dan meminta agar Fayakhun mengupayakan usulan penambahan alokasi anggaran dalam APBNP 2016 dengan imbalan "fee" sebesar 6 persen dari nilai anggaran. 
   
Selain Ali Fahmi, Direktur PT Rohde and and Schawrz Indonesia Erwin Arief juga meminta pengupayaan yang sama pada April 2016 yang nantinya akan dikerjakan oleh Fahmi Darmawansyah serta dijanjikan tambahan "fee" dari Fahmi untuk Fayakhun.

Baca juga: Politikus Golkar Fayakhun kembalikan Rp2 miliar
Baca juga: Irvanto bantah terima uang dari Fayakhun Andriadi
Baca juga: KPK perpanjang penahanan Fayakhun Andriadi




 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018