Jakarta ANTARA News) - Kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan tren penindakan korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan Agung, Polri dan KPK menurun pada 2018.

 "Tren penindakan kasus korupsi pada 2018 terendah dari segi jumlah kasus yaitu 454 kasus dan jumlah tersangka yaitu 1.087 orang bila dibanding 2017 yang mencapai 1.298 kasus. Pada 2018 nilai kerugian negara sebesar Rp5,645 triliun juga menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp6,5 triliun," kata peneliti ICW Wana Alamsyah di Jakarta, Jumat.
 
Kajian mengenai Tren Penindakan Kasus Korupsi 2018 dilakukan mulai 1 Januari - 31 Desember 2018.

Sedangkan nilai suap mencapai Rp134,7 miliar, jumlah pungutan liar mencapai Rp6,7 miliar dan jumlah pencucian uang adalah Rp91 miliar.

"Dari 454 kasus korupsi yang disidik penegak hukum, 41 kasus d
adalah penetapan tersangka baru yang berasal dari pengembangan kasus dan 66 kasus lain dilakukan dengan motode operasi tangkap tangan (OTT)," tambah Wana.
 
Perkarayang paling banyak ditangani penegak hukum masih mengenai "mark up" pengadaan barang dan jasa sebanyak 76 kasus dengan nilai kerugian negara Rp541 miliar; selanjutnya penyalahgunaan anggaran (68 kasus) dengan nilai kerugian negara Rp455 miliar, penggelepan (62 kasus) senilai Rp441 miliar dan modus lainnya.

"Kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara sangat besar yaitu kasus perpanjangan fasilitas kredit oleh Bank Mandiri kepada PT Tirta Amarta Bottling dengan nilai kerugian negara sebesar Rp1,8 triliun yang ditangani oleh Jampidsus," ungkap Wana.

 Sementara untuk korporasi, ada 8 perusahan yang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korporasi. Dari jumlah itu, 3 perkara dilakukan oleh KPK dan 5 lainnya oleh Jampidsus 

Kejaksaan Agung adalah institusi penegak hukum yang menangani paling banyak perkara korupsi yaitu 235 kasus (dari 520 kantor di Indoensia) dengan jumlah tersangka 489 orang dengan nilai kerugian negara Rp4,8 triliun, nilai suap Rp732 juta, nilai pungli Rp3,4 miliar dan tidak ada kasus pencucian uang.

 Rata-rata kasus korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung per bulan adalah 20 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp20,5 miliar per kasus dengan 8 kasus di antaranya adalah hasil dari OTT.
 
Sementara Polri menangani 162 kasus (dari 535 kantor) dengan 337 orang tersangka dengan nilai kerugian negara Rp425 miliar, nilai suap Rp906 juta, nilai pungli Rp3,3 miliar dan tanpa pencucian uang. Rata-rata kasus korupsi yang ditangani kepolisian per bulan adalah 14 kasus dengan nilai kerugian negara Rp2,6 miliar dan melakukan OTT terhadap 30 kasus.

KPK pada 2018 menangani 57 kasus dengan 261 orang tersangka yaitu dengan kerugian negara Rp385 miliar, nilai suap Rp132 miliar dan pencuian uang Rp91 miliar.
 
Rata-rata kasus korupsi yang ditangani KPK per bulan yakni 5 kasus dengan nilai kerugian negara Rp6,6 miliar per kasus. KPK juga melakukan OTT sebanyak 28 kasus. 
 
"Artinya kinerja penindakan korupsi yang dilakukan Kejaksaan dan Kepolisian menurun sedangkan KPK menunjukkan kinerja terus meningkat sejak 2015. KPK dan Kejaksaan juga baru mengenakan pasal pencucian uang terhadap 7 kasus yang ditangani sedangkan kepolisian belum menangani kasus dengan pasal pencucian uang," ungkap Wana.
 
Kasus korupsi berkaitan dengan non pengadaan barang dan jasa lebih banyak dibanding dengan pengadaan barang yaitu 240 kasus dengan nilai kerugian negara Rp4,6 triliun dan suap mencapai Rp88 miliar. Contoh kasus korupsi non pengaedaan adalah terkai pengurusan lahan, penerbitan izin dan lainnya.

Sedangkan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa mencapai 214 kasus dengan nilai kerugian negara Rp973 miliar dan nilai suap Rp45 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019