Solo (ANTARA) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memproduksi pereda rasa sakit bagi pasien kanker bernama Samarium (Sm) 153 EDTMP yang memberikan efek lebih lama jika dibandingkan dengan obat biasa.

"Biasanya untuk mengurangi rasa sakit para pasien ini menggunakan obat-obatan analgesik atau penghilang rasa sakit, seperti morfin, tetapi itu hanya bertahan seminggu tetapi kemudian sakit lagi," kata Kepala Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Rohadi Awaludin pada Bincang Sehat bertajuk "Peningkatan Kualitas Hidup Survivor Kanker" di Hotel UNS Inn Solo di Solo, Sabtu.

Ia menjelaskan penggunaan Samarium (Sm) 153 EDTMP bisa meredakan rasa sakit yang dialami penderita kanker hingga kurun waktu tiga bulan.

Menurut dia, obat tersebut dimasukkan dalam tulang melalui infus.

"Sebagian akan masuk ke dalam tulang kemudian mampu meredakan rasa sakit yang dialami pasien, sebagian lagi akan terbuang bersama dengan cairan urin," katanya.

Ia mengatakan dengan redanya rasa sakit maka pasien akan lebih tenang dan penanganan bisa lebih baik dibandingkan jika dia terus merasakan rasa nyeri.

Meski demikian, katanya, yang saat ini masih menjadi kendala adalah obat tersebut hanya bisa digunakan di rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir.

"Seperti kalau di sini ada RSUP Sardjito Yogyakarta, RSUP dr Kariadi Semarang, RS dr Hasan Sadikin Bandung, RSCM Jakarta, RS Siloam Semanggi, RSPAD Gatot Soebroto, dan RS Pusat Pertamina. Untuk RSUD dr Moewardi katanya dalam waktu dekat akan buka juga," katanya.

Ia mengatakan kelebihan produk tersebut, tidak menimbulkan efek ketagihan atau berbeda jika si penderita kanker menggunakan morfin.

"Dengan mengonsumsi obat ini maka penderita kanker bisa beraktivitas secara normal tanpa terganggu dengan rasa sakit. Obat ini sudah mulai diproduksi dan dijual di beberapa rumah sakit melalui PT Kimia Farma," katanya.

Manager Pengembangan Bisnis Organik Kimia Farma Wida Rahayu berharap, produk radiofarmaka itu dapat bersaing dengan produk impor.

"Harapannya ke depan Batan bisa meningkatkan kualitas produknya melalui inovasi yang berkesinambungan dan meningkatkan kapasitas produknya agar kontinuitas produk terjaga," katanya.*



Baca juga: Reaktor nuklir pertama Indonesia masih beroperasi baik di usia 54 tahun

Baca juga: Batan teliti sebab kekerdilan dengan uji mikro nutrisi


 

Pewarta: Aries Wasita Widi Astuti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019