Purwokerto (ANTARA) - Emansipasi sejak era R.A. Kartini sampai sekarang sudah banyak perubahan yang didukung oleh komitmen pemerintah, kata Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT PKBGA) Kabupaten Banyumas Dr Tri Wuryaningsih, M.Si.

"Dukungan tersebut ditunjukkan melalui komitmen politik maupun berbagai perundang-undangan yang terus diperbaiki supaya isu-isu kesetaraan gender yang memberikan kesempatan dan peluang yang sama pada perempuan itu, saya kira sudah berangsur-angsur membaik," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (21/4).

Kendati demikian, dia mengakui jika perubahan tersebut belum maksimal sehingga butuh perjuangan juga dari perempuan-perempuan untuk tetap mengejar ketertinggalan.

Menurut dia, hal itu disebabkan sampai sekarang masih ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di berbagai bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, dan hukum.

"Itu butuh perjuangan dan harus diperjuangkan oleh kaum perempuan. Harapannya, keadilan dan kesetaraan gender itu perlahan bisa terwujud," tegas Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Itu.

Ia mengatakan keadilan dan kesetaraan gender tersebut harus diperjuangkan dari sisi perempuan maupun laki-laki karena ketika terjadi ketimpangan akan merugikan kaum laki-laki maupun perempuan.

Terkait dengan pemenuhan hak perempuan, Triwur (panggilan akrab Tri Wuryaningsih, red.) mengakui jika hingga saat ini belum optimal yang terlihat masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki.

"Di bidang politik saja, pada tahun politik ini berapa persen perempuan calon legislator yang bisa lolos masuk ke dalam lembaga legislatif, DPD, dan sebagainya, kemudian juga di pilkada, berapa persen perempuan yang bisa meraih kursi-kursi itu," katanya.

Menurut dia, hal itu berarti masih butuh perjuangan karena bagi perempuan sendiri ada kendala kultural untuk mendekonstruksi nilai-nilai patriarki di masyarakat tidak semudah membalikkan tangan. "Itu butuh perjuangan secara sistematis juga," katanya.

Dia mengakui pada pemilihan calon anggota legislatif telah ada pembagian kuota minimal 30 persen untuk kaum perempuan dalam menyusun daftar calon legislator.

Akan tetapi ketika dihadapkan dengan masyarakat pemilih, calon legislator yang kalah dapat dipastikan caleg yang perempuan.

"Kaum perempuan belum tentu memilih caleg yang perempuan karena adanya faktor kultural tadi, sehingga mereka memilih yang laki-laki," kata dia yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan.

Oleh karena itu, dia mengajak kaum perempuan Indonesia untuk terus memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender agar tidak terjadi ketimpangan dengan laki-laki. 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019