Jakarta (ANTARA) - Soesilo Aribowo, pengacara Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB) mengaku kecewa terkait jadwal sidang praperadilan yang diajukan kliennya, ditunda sampai empat minggu.

"Sebenarnya hari ini saya sangat berharap pada KPK untuk bisa hadir dalam sidang praperadilan, tetapi tadi membaca surat dari KPK meminta penundaan selama empat minggu," kata Soesilo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Sebelumnya, PN Jakarta Selatan telah menetapkan sidang perdana praperadilan Sofyan pada Senin ini, dengan hakim tunggal Agus Widodo.

"Artinya, sampai selesai libur Lebaran. Kami sebenarnya menginginkan kalau bisa ditunda seminggu saja atau kurang dari seminggu saya kira cukup. Ya, sebenarnya kecewa karena kami ingin proses ini cepat agar Pak Sofyan bisa tahu status tersangkanya," ujar Soesilo.

Ia pun mengharapkan agar KPK jangan sampai melakukan penahanan terhadap kliennya itu saat proses praperadilan masih digelar.

"Harapan saya selama proses praperadilan ini, jangan ada semacam penahanan karena praperadilan ini belum diputuskan," kata Soesilo.

Selain itu, kata dia, permohonan praperadilan yang diajukan Sofyan bukan suatu perlawanan terhadap lembaga antirasuah itu. "Sekali lagi, ini bukan melawan KPK, tetapi klien saya mencoba bertanya dasar penetapan tersangka ini," ujar dia.

Dalam sidang, memang hanya dari pihak pemohon yang hadir. Sedangkan KPK yang diwakili tim biro hukum tampak tak hadir.

KPK sudah mengirimkan surat kepada PN Jakarta Selatan pada Jumat (17/5) meminta waktu sekitar empat minggu untuk penjadwalan ulang sidang praperadilan.

Hakim tunggal Agus Widodo pun memutuskan sidang perdana praperadilan Sofyan akan digelar pada Senin (17/6).

Sofyan merupakan tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan resmi mengajukan praperadilan pada Rabu (8/5) dengan nomor perkara: 48/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL terhadap termohon, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi cq pimpinan KPK dengan klarifikasi perkara sah atau tidak penetapan tersangka.

Sementara dalam petitum permohonan praperadilan Sofyan, disebutkan misalnya dalam provisi menerima dan mengabulkan permohonan provisi dari pemohon untuk seluruhnya.

Selanjutnya, memerintahkan termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum apa pun termasuk melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan dalam perkara.

Sebagaimana dimaksud pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK RI Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan.

Sementara dalam pokok perkara disebutkan, misalnya pertama menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya.

Kedua menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019; Surat KPK RI Nomor: B 230 DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan aquo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ketiga, menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK RI Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019