Dulu di sini (Kampung Muarajaya) paling ramai, banyak nelayan dari mana-mana, motor juga bisa masuk. Tapi semua berubah setelah abrasi datang
Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Abrasi yang terjadi di ​​​​Kampung Muarajaya RT01/RW01, Desa Pantaimekar, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, telah merusak puluhan rumah warga setempat sehingga harus rela meninggalkan kediaman yang sudah ditempati selama bertahun-tahun. 

Salah satu warga terdampak abrasi di Kampung Muarajaya, Firman (35) di Bekasi, Minggu mengatakan, sekitar 10 tahun yang lalu terdapat puluhan rumah di kampungnya.

Namun, rumahnya bersama sekitar 50 rumah lainnya hilang tersapu air saat terjadi abrasi. Sehingga, ia bersama warga lainnya harus pindah ke Kampung Baru di RT02/01, Desa Pantaimekar.

"Dulu di sini (Kampung Muarajaya) paling ramai, banyak nelayan dari mana-mana, motor juga bisa masuk. Tapi semua berubah setelah abrasi datang," katanya.

Selama 10 tahun abrasi menyerang, dirinya mengaku tidak ada penanganan berarti dari pemerintah daerah. Kendati begitu, saat ini di lokasi abrasi masih ada sebagian warga yang memilih untuk tetap bertahan di rumahnya meski sudah sepi penghuni.

Warga lainnya, Ijah (60) misalnya, ia tinggal bersama delapan orang anak dan cucunya. Terkadang ia kesulitan untuk berpergian ke tempat lain karena akses yang terbatas. Belum lagi, banjir rob yang kerap terjadi pada bulan November hingga Januari.

"Saya masih bertahan, habis mau tinggal di mana lagi. Sekarang hanya tinggal tiga rumah, dan ada sembilan orang di sini," kata Ijah.

Camat Muaragembong, Junaefi mengatakan, sejauh ini penanganan abrasi sudah dicoba untuk dilakukan dengan cara menanam pohon bakau (mangrove) di tepi pantai.

Langkah tersebut, menurutnya, cukup ampuh karena mampu mengurangi abrasi yang kini mengancam warga di pesisir pantai.

"Kalau wilayah di Muaragembong memang berpotensi terkena abrasi karena letaknya di pesisir. Selain di Pantaimekar, di Muarabungin dan Muarabeting juga terjadi abrasi. Rata-rata satu sampai dua RT sudah hilang," katanya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bekasi, Wahyudi Amsar menyatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan perihal kelautan. Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Pihaknya pun mengaku tidak memiliki data terkait jumlah rumah warga yang terdampak abrasi. Selain itu, juga tidak ada alokasi anggaran untuk penanganan abrasi yang terjadi di Muaragembong.

"Kami secara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga tidak lagi menganggarkan, sehingga kami juga tidak mendata terkait lahan warga yang tergerus abrasi," katanya.

"Sebab apabila kami menganggarkan untuk kepentingan masyarakat, walaupun secara sosial itu baik namun secara aturan salah. Oleh sebab itu, kami hanya bisa memberikan pembinaan saja kepada para nelayan yang ada di pesisir atau wilayah utara Kabupaten Bekasi," tambahnya.


Baca juga: Hutan bakau Bekasi susut 1.000 hektare per tahun

Baca juga: Dua kampung pesisir hilang diterjang abrasi

Baca juga: 300 hektare mangrove Muaragembong hilang


 

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019