Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) 2009-2014 Muhammad Faisal divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima "uang ketok" Rp670 juta dari Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.

"Menyatakan terdakwa Muhammad Faisal terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Vonis itu sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Faisal divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Putusan tersebut berdasarkan dakwaan kedua pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Mantan anggota DPRD Sumut Ferry Suando, divonis 4 tahun penjara

Baca juga: Tiga orang anggota DPRD Sumut divonis 4 tahun penjara

Baca juga: KPK eksekusi Anggota DPRD Sumut Helmiati ke Lapas Tanjung Gusta


Faisal dinilai terbukti menerima suap dari Gubernur Sumatera Utara 2011-2015 Gatot Pujo Nugroho sejumlah Rp670 juta namun baru mengembalikan uang Rp147 juta.

"Menjatuhkan hukuman tambahan berupa pidana uang pengganti sebesar Rp523 juta karena terdakwa sudah mengembalikan uang kepada KPK sejumlah Rp147 juta selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dan dalam hal terdakwa tidak mempunya harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 1 tahun," tambah hakim Saifuddin.

Majelis hakim juga memutuskan pencabutan hak politik terdakwa.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik kepada terdakwa selama 3 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya," ungkap hakim.

Uang suap itu digunakan untuk enam pembahasan anggaran yaitu pertama, pengesahan terhadap Laporan Pertanggungjawaban (LPJB) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi Sumut tahun anggaran (TA) 2012.

Pembagiannya, anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebear Rp12,5 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp17,5 juta; ketua fraski mendapat Rp20 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp40 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp77,5 juta.

Kedua, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut TA 2013. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap kembali meminta "uang ketok" sebesar Rp2,55 miliar.

Pembagiannya adalah anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebear Rp15 juta; anggota badan anggaran (banggar) mendapat tambahan sebesar Rp10 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp10 juta; ketua fraski mendapat tambahan Rp15 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp50 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp150 juta.

Ketiga, pengesahan APBD Sumut TA 2014. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap dan Sigit Pramono Asri menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1 triliun tapi Gatot menolaknya sehingga disepakati penggantiannya dalam bentuk uang tunai sebesar Rp50 miliar kepada seluruh anggota DPRD Sumut.

Pembagiannya Ketua DPRD mendapat bagian sebesar Rp2 miliar, wakil ketua DPRD masing-masing mendapat bagian sebesar Rp900 juta sampai Rp1 miliar, ketua fraksi mendapat bagian Rp700 juta, sekretaris fraksi mendapat masing-masing Rp600 juta, banggar DPRD mendapat bagian sebesar Rp450 juta, anggota DPRD masing-masing Rp350 juta.

Keempat, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut 2014 dan APBD Sumut TA 2015. Untuk pengesahan kedua hal tersebut, anggota DPRD meminta Rp200 juta per anggota.

Kelima, pengesahan terhadap LPJP APBD TA 2014 pembagiannya anggota DPRD mendapat Rp2,5 juta, ketua fraksi Rp5 juta, pimpinan DPRD Rp7,5 juta.

Keenam, persetujuan terhadap pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015 dengan kompensasi sejumlah Rp15 juta per anggota.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019