Jhusus di Kotabaru, di sana masih terjadi hujan lokal
Banjarbaru (ANTARA) - Berdasarkan analisa parameter cuaca yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lahan dan hutan di Kalimantan Selatan (Kalsel) berpotensi tinggi untuk terbakar di saat kemarau.

"Potensi tinggi untuk sangat mudah terbakar ini ditandai dengan warna merah yang sebagian besar terdapat di wilayah Kalsel," terang Prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, P Aji Setiawan di Banjarbaru, Senin.

Hal itu, menurut dia, dipicu suhu yang mencapai 32 derajat celsius di saat terik matahari dan kecepatan angin 30 knot dan rendahnya kelembapan di angka 55% lantaran tak adanya hujan.

Adapun wilayah merah tersebut hampir terlihat di seluruh kawasan kabupaten di Hulu Sungai atau Banua Enam. Kemudian Banjarmasin, Banjarbaru, Barito Kuala dan Banjar.

Sedangkan di Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu serta sebagian Kotabaru relatif lebih aman dengan ditandai warna kuning artinya mudah terbakar dan warna hijau tidak mudah terbakar serta biru artinya aman dari potensi terbakar.

"Daerah yang terbilang aman ini karena suhunya rendah dan kelembapan cukup tinggi sepanjang hari. Khusus di Kotabaru, di sana masih terjadi hujan lokal," jelas Aji.

Untuk titik api atau hotspot, pada Senin siang terpantau 10 titik. Dimana enam titik terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan sisanya ada di Kabupaten Banjar, Tapin, Balangan dan Tabalong masing-masing satu titik.

Kondisi berubah di sore harinya, titik api berkurang menjadi hanya dua lokasi yaitu di Kabupaten Hulu Sungai Utara di Kecamatan Amuntai Selatan dan Amuntai Tengah.

Di masa musim kemarau sekarang, prakiraan cuaca juga membuat pola pagi cerah, siang cerah berawan, malam cerah dan dini hari cerah berawan tanpa adanya hujan.
Stasiun Meteorologi Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin mengeluarkan data info hotspot dan potensi kemudahan terjadinya kebakaran. (antara/foto/firman)


Sementara Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru Goeroeh Tjiptanto mengungkapkan, Kalimantan Selatan memiliki topografi yang cenderung datar namun mempunyai daerah pegunungan, lembah, serta diapit oleh lautan yaitu Laut Jawa dan Selat Makasar, menimbulkan
fenomena lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu.

Berdasarkan hasil analisis data periode 30 tahun terakhir (1981-2010), secara klimatologis wilayah Kalimantan Selatan terdapat 13 pola hujan, dimana 12 pola merupakan Zona Musim (ZOM) yaitu mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan.

Sedangkan 1 pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada umumnya tidak mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan
musim hujan, dalam hal ini daerah yang sepanjang tahun curah hujannya tinggi atau rendah

"Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu termasuk Non Zona Musim," ungkap Goeroeh.

Untuk puncak musim kemarau tahun ini, pada Zona Musim diprakirakan umumnya terjadi pada bulan Agustus mendatang, kemudian sebagian wilayah terjadi pada September hingga Oktober.

Baca juga: Hotspot di Kalimantan Selatan terpantau 10 titik
Baca juga: Polda Kalsel andalkan aplikasi Bekantan untuk berantas karhutla
Baca juga: BMKG: kekeringan melanda Kalsel sampai Oktober
​​​​​​​

Pewarta: Firman
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019