Kuala Lumpur (ANTARA) - Tujuh bocah siang itu terlihat asyik mewarnai gambar rumah yang ada dalam lembar fotokopi modul bahasa Inggris di ruang tengah sebuah petak kontrakan di Sungai Buloh, Selanggor, Malaysia.
Mereka tidak begitu menghiraukan orang-orang yang datang. Semua tetap fokus pada gambar-gambar mungil di dalam modul yang ada di hadapan anak-anak itu.
Di tiga kamar berbeda dan di ruang tamu itu, ada pula anak-anak yang sedang melakukan aktivitas belajar dengan mata pembelajaran yang berbeda. Sekitar 30-an anak yang mengikuti bimbingan belajar pada siang itu.
Mereka adalah anak-anak dari pekerja migran Indonesia (PMI), yang saat ini duduk di kelas 1, 2, dan 3 di Sanggar Bimbingan Sungai Buloh. Sejak pukul 13.00 hingga 17.00 waktu setempat mereka ada di sana, menimba ilmu dari guru-guru muda, yang di antaranya juga masih studi di Malaysia.
Pagi harinya, ada sekitar 26 anak PMI yang juga menuntut ilmu di sana. Mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6 di sanggar bimbingan tersebut, kata Kepala Sanggar Bimbingan (SB) Sungai Buloh Wiffy Zalina Putri.
Orang tua mereka kebanyakan bekerja di pabrik di sekitar Sungai Buloh, sebagai cleaning service di mass rapit transit (MRT), atau membuat jepitan baju yang sehari harus selesai satu karung dengan upah 10 ringgit Malaysia.
Beberapa hal yang mereka pelajari di pusat pendidikan dasar nonformal tersebut, mulai dari Bahasa Indonesia, Bahasa inggris, Matematika, keterampilan, hingga Pendidikan Agama Islam.
Ada tiga guru muda yang mengajar di sanggar itu, yaitu Femmy Andani Putri (24), Yuslina (29), dan Nur Syelina (21).
Salah seorang di antaranya khusus mengajar baca, tulis, dan hitung atau calistung untuk anak-anak kelas 1B, yang kelasnya sengaja dipisahkan dengan anak-anak lainnya yang terlebih dulu mampu membaca, menulis, dan berhitung.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur Prof. Muhammad Firdaus pada Kamis siang (1-12) itu sengaja datang ke Sanggar Bimbingan Sungai Buloh dan sempat masuk ke ruangan tersebut untuk berkomunikasi dan mengajari mereka membaca.
Kegembiraan dan semangat terpancar dari wajah bocah-bocah itu ketika Firdaus menanyakan minat membaca mereka.
“Siapa yang mau belajar membaca lagi? Mau coba lagi enggak?” tanya Firdaus, yang dijawab dengan teriakan “Mauuuu”. Mulailah mereka mengeja bersama-sama.
Sementara di kamar lainnya, anak-anak kelas 2 baru bersiap-siap mulai belajar lagi setelah sempat rehat sejenak. Beberapa anak membawa bungkusan makanan dan minuman yang baru saja mereka beli di depan sanggar.
Terdengar celoteh anak-anak berbahasa Melayu. Menurut sang guru, meski sehari-hari mereka berbahasa Melayu, bocah-bocah itu tetap paham jika diajak berbincang dengan Bahasa Indonesia.
Nur Alia Shakira (10), anak kelas 3 di SB Sungai Buloh, mengaku suka berada di sanggar. Berbagai hal dipelajari mulai dari Matematika, Bahasa Indonesia, dan keterampilan, namun yang paling disukai adalah pelajaran Bahasa inggris.
“Kalau di rumah ya bantu Mama, kemas rumah, main dengan adik,” kata anak ketiga dari empat bersaudara itu saat ditanya aktivitasnya saat tidak berada di sanggar.
Dukungan dan tantangan
Siang itu Atdikbud Firdaus memang sengaja datang ke sanggar bimbingan yang berjarak sekitar 26 kilometer arah barat dari KBRI. Itu kali pertama dirinya menyambangi anak-anak di sanggar tersebut.
Ia berbincang dengan Fifi selaku kepala sanggar di sana, menanyakan jumlah murid dan guru yang ada di sana, hingga soal pembagian kelas.
Fifi itu juga menceritakan soal perpindahan lokasi sanggar bimbingan yang berbeda hanya beberapa pintu saja dari yang pertama. Saat itu jumlah anak yang ikut bimbingan baru sekitar 40-an, dan mereka menyewa dua kamar untuk menampung semuanya.
Dengan jumlah anak yang bergabung bertambah mereka membutuhkan ruang yang lebih luas. Karena masih banyak yang menanyakan kapan sanggar menerima lagi anak bimbingan.
Salah satu lembaga amil zakat milik masyarakat berniat menyalurkan bantuannya dan Fifi sudah menyampaikan daftar kebutuhan sanggar untuk diajukan. Mulai dari bola dunia atau globe, peta, proyektor, hingga rak buku.
Tidak terlalu banyak memang peralatan terlihat di sanggar tersebut. Sama dengan anak-anak di beberapa sanggar bimbingan lainnya, anak-anak di sana juga duduk di atas lantai dan belajar dengan meja belajar lipat kecil.
Modul belajar dari KBRI tersedia, papan tulis dan alat-alat tulis termasuk pensil warna untuk mereka menggambar juga ada. Terlihat pula dua kipas angin yang mengantarkan kesejukan di tengah hawa panas di luar sana hari itu.
Keterbatasan jumlah pengajar menjadi tantangan tersendiri. Namun, Fifi bersyukur sedang ada program Kuliah Kerja Nyata Pendidikan Internasional (KKN DIK Internasional) yang dijalankan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) yang bekerja sama dengan KBRI.
Setiap bulan mereka mengirimkan mahasiswa KKN untuk mengajar di sanggar-sanggar bimbingan di Semenanjung. Kali ini sudah memasuki tahap 4, dengan mahasiswa berjumlah 24 orang dan disebar di tujuh sanggar bimbingan, yaitu SB Kampung Baru, SB Kepong, SB Sungai Buloh, SB Sentul, SB Gombak Utara, SB Hulu Langat, dan Pusat Pendidikan Warga Negara Indonesia (PPWNI) Klang.
Dan kali ini, SB di Sungai Buloh kedatangan tiga mahasiswa KKN yaitu Rianti dan Putri Darmayanti dari Universitas Muhammadiyah Ponorogo, dan Nurbaya dari Universitas Muhammadiyah Mataram.
“Anak-anak tentunya sangat gembira dan senang sekali bisa belajar dengan guru-guru baru, bisa mendapatkan ilmu baru yang didapatkan dari guru-guru barunya. Kami pun para guru bisa belajar banyak juga belajar dari teman-teman peserta KKN dengan cara metode pembelajaran yang digunakannya,” kata Fifi.
Kehadiran mereka menjadi tempat tukar pikiran dan berbagi solusi. “Saya merasa kehadiran teman-teman peserta KKN ini sangat membantu bagi sanggar-sanggar yang kekurangan tenaga pengajar,” katanya.
Kunjungan Atdikbud Firdaus sore itu diakhiri dengan foto bersama semua anak-anak dan guru di Sanggar Bimbingan Sungai Buloh. Dari raut wajah mereka terpancar kegembiraan.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kegembiraan anak-anak PMI belajar di sanggar bimbingan Selangor