New York (ANTARA) - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan sidang darurat pada Rabu dalam upaya mencari solusi yang mendesak Rusia untuk menghentikan serangannya ke Ukraina.
Sidang luar biasa tingkat pejabat tinggi dari 193 anggota majelis PBB yang diajukan 11 negara, diantaranya Jepang dan negara Uni Eropa (EU), dilakukan menjelang peringatan satu tahun serangan Rusia ke negara tetangganya itu.
“Invasi adalah penghinaan bagi hati nurani kami semua,” ujar Sekjen PBB Antonio Guterres saat berpidato di hadapan majelis.
Dia menambahkan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap Piagam PBB dan hukum internasional.
“Warga Ukraina, Rusia dan lainnya membutuhkan kedamaian,” kata Guterres.
Resolusi, yang didukung bersama oleh Jepang dan negara-negara Barat, menyerukan pencapaian perdamaian yang komprehensif, adil dan berlangsung seterusnya di Ukraina dengan menghentikan permusuhan dan penarikan pasukan Rusia, yang memulai operasi militer di Ukraina pada 24 Februari 2023.
Resolusi itu menuntut Rusia menghentikan serangan ke infrastruktur Ukraina, termasuk sekolah dan rumah sakit.
Resolusi yang diloloskan oleh Majelis Umum PBB itu tidak bersifat mengikat secara hukum namun lebih dipandang sebagai sebuah pesan politik.
Pemungutan suara untuk resolusi itu, yang diperkirakan akan dilaksanakan pada Kamis, akan menjadi ujian utama tentang dukungan PBB terhadap Ukraina.
Suara yang mendukung resolusi tersebut dapat dilihat sebagai tindakan mengisolasi Rusia. Sejak perang dimulai, hanya sebagian kecil anggota majelis PBB memilih tidak mendukung resolusi yang mengecam serangan Rusia ke Ukraina.
Sebanyak 143 negara memilih mengecam aneksasi Rusia atas empat wilayah Ukraina pada Oktober 2022, sementara 94 negara mendukung resolusi lain pada bulan berikutnya untuk membentuk sebuah mekanisme upaya pembangunan kembali bagi negara-negara yang mengalami perang. Kedua resolusi tersebut telah diadopsi.
“Ini bukan seperti memilih antara Amerika Serikat (AS) dengan Rusia,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield kepada wartawan sebelum sidang dimulai.
"(Resolusi) ini berkaitan dengan penegakan Piagam PBB, tentang bagaimana dunia berperan dalam mengakhiri bencana perang serta menegaskan kembali prinsip inti dari lembaga internasional ini bahwa sebuah negara tidak dapat mengambil wilayah negara lain dengan paksa," ujarnya.
Karena Dewan Keamanan PBB terhalang oleh hak veto Rusia, Majelis Umum PBB dipandang oleh para diplomat Barat sebagai alat utama meloloskan resolusi untuk Ukraina. Tidak seperti di Dewan Keamanan, tidak ada hak veto pada Majelis Umum PBB.
Pertemuan tingkat menteri mengenai Ukraina diperkirakan akan dilakukan Dewan Keamanan PBB pada Jumat dan dihadiri Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi dan Menlu AS Antony Blinken.
sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Satu tahun perang Ukraina-Rusia, permusuhan semakin sulit ditengahi
Baca juga: Nilai kerusakan infrastruktur akibat perang di Ukraina capai Rp2 kuadriliun
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PBB adakan sidang darurat desak Rusia hentikan serangan ke Ukraina
Sidang luar biasa tingkat pejabat tinggi dari 193 anggota majelis PBB yang diajukan 11 negara, diantaranya Jepang dan negara Uni Eropa (EU), dilakukan menjelang peringatan satu tahun serangan Rusia ke negara tetangganya itu.
“Invasi adalah penghinaan bagi hati nurani kami semua,” ujar Sekjen PBB Antonio Guterres saat berpidato di hadapan majelis.
Dia menambahkan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap Piagam PBB dan hukum internasional.
“Warga Ukraina, Rusia dan lainnya membutuhkan kedamaian,” kata Guterres.
Resolusi, yang didukung bersama oleh Jepang dan negara-negara Barat, menyerukan pencapaian perdamaian yang komprehensif, adil dan berlangsung seterusnya di Ukraina dengan menghentikan permusuhan dan penarikan pasukan Rusia, yang memulai operasi militer di Ukraina pada 24 Februari 2023.
Resolusi itu menuntut Rusia menghentikan serangan ke infrastruktur Ukraina, termasuk sekolah dan rumah sakit.
Resolusi yang diloloskan oleh Majelis Umum PBB itu tidak bersifat mengikat secara hukum namun lebih dipandang sebagai sebuah pesan politik.
Pemungutan suara untuk resolusi itu, yang diperkirakan akan dilaksanakan pada Kamis, akan menjadi ujian utama tentang dukungan PBB terhadap Ukraina.
Suara yang mendukung resolusi tersebut dapat dilihat sebagai tindakan mengisolasi Rusia. Sejak perang dimulai, hanya sebagian kecil anggota majelis PBB memilih tidak mendukung resolusi yang mengecam serangan Rusia ke Ukraina.
Sebanyak 143 negara memilih mengecam aneksasi Rusia atas empat wilayah Ukraina pada Oktober 2022, sementara 94 negara mendukung resolusi lain pada bulan berikutnya untuk membentuk sebuah mekanisme upaya pembangunan kembali bagi negara-negara yang mengalami perang. Kedua resolusi tersebut telah diadopsi.
“Ini bukan seperti memilih antara Amerika Serikat (AS) dengan Rusia,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield kepada wartawan sebelum sidang dimulai.
"(Resolusi) ini berkaitan dengan penegakan Piagam PBB, tentang bagaimana dunia berperan dalam mengakhiri bencana perang serta menegaskan kembali prinsip inti dari lembaga internasional ini bahwa sebuah negara tidak dapat mengambil wilayah negara lain dengan paksa," ujarnya.
Karena Dewan Keamanan PBB terhalang oleh hak veto Rusia, Majelis Umum PBB dipandang oleh para diplomat Barat sebagai alat utama meloloskan resolusi untuk Ukraina. Tidak seperti di Dewan Keamanan, tidak ada hak veto pada Majelis Umum PBB.
Pertemuan tingkat menteri mengenai Ukraina diperkirakan akan dilakukan Dewan Keamanan PBB pada Jumat dan dihadiri Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi dan Menlu AS Antony Blinken.
sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Satu tahun perang Ukraina-Rusia, permusuhan semakin sulit ditengahi
Baca juga: Nilai kerusakan infrastruktur akibat perang di Ukraina capai Rp2 kuadriliun
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PBB adakan sidang darurat desak Rusia hentikan serangan ke Ukraina