Sydney (ANTARA) - Mantan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pada Rabu mengucapkan selamat tinggal kepada parlemen dengan pidato emosional yang berusaha menginspirasi pemimpin masa depan, seraya menantikan perannya di luar politik.
Dalam pidato terakhirnya sebelum meninggalkan parlemen pada akhir bulan, mantan pemimpin negara berusia 42 tahun itu mengenang masa jabatannya selama lima tahun sebagai perdana menteri dengan tangis dan tawa, masa yang diisi dengan kepemimpinan penuh empati diantara tragedi termasuk serangan teror, letusan gunung berapi dan pandemi COVID-19.
"Cerita dan fase ini tetap terukir di benak saya dan mungkin selamanya. Itulah tanggung jawab dan hak istimewa seorang perdana menteri," ucap Ardern di ruangan yang dipenuhi kolega, anggota keluarga dan para mantan perdana menteri.
Ardern mengatakan permohonan terakhir kepada anggota parlemen untuk bekerja bersama mengenai perubahan iklim, dan isu yang menjadi prioritasnya sejak pidato kampanye pertamanya.
"Perubahan iklim adalah krisis. Ini terjadi pada kita," kata dia.
"Jadi salah satu dari sedikit yang saya minta kepada kalian (anggota parlemen) pada kepergian saya adalah tolong singkirkan politik dari perubahan iklim, kita memiliki apa yang kita butuhkan untuk membuat kemajuan yang seharusnya," lanjut Ardern.
Penerus Ardern, Chris Hipkins mengumumkan pada Selasa bahwa mantan perdana menteri itu akan mengambil peran baru tanpa bayaran sebagai utusan khusus untuk Christchurch Call, sebuah proyek memberantas ekstremisme online yang muncul dari tayangan langsung serangan penembakan teroris di dua masjid di kota Christchurch Selandia Baru pada tahun 2019 yang menewaskan puluhan orang.
Ardern juga akan melanjutkan pekerjaannya untuk perubahan iklim, bergabung dengan dewan pengawas untuk Penghargaan Earthshot Pangeran William, sebuah inisiatif yang bertujuan mencari penyelesaian bagi tantangan lingkungan terbesar dunia.
Meskipun dia tidak dapat menentukan bagaimana waktunya sebagai pemimpin akan ditentukan oleh orang lain, Ardern mengatakan dia berharap telah menunjukkan "sesuatu yang sama sekali berbeda" selama berada di puncak pemerintahan.
"Anda bisa saja gelisah, sensitif, baik dan menunjukkan emosi secara jujur dan terbuka," kata dia. "Anda bisa menjadi seorang ibu atau tidak. Kalian bisa menjadi mantan Mormon atau tidak, kalian bisa saja kutu buku, cengeng, suka memeluk, kalian bisa menjadi ini semua. tetapi tidak saja Anda bisa disini, kalian bisa memimpin sama seperti saya,"
Ardern juga memberikan pesan khusus untuk putrinya yang berusia empat tahun, Neve, yang menonton dari serambi umum
"Kepada putriku tercinta, Neve, saya menyukai betapa mandirinya dirimu saat ini, kamu tidak akan beranjak dewasa sebagai putri mantan perdana menteri, tapi sebaliknya, saya lebih senang dikenal sebagai ibu Neve. Dan saya tak ingin menggantinya," tutup Ardern.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mantan PM Ardern ucapkan selamat tinggal pada politik
Dalam pidato terakhirnya sebelum meninggalkan parlemen pada akhir bulan, mantan pemimpin negara berusia 42 tahun itu mengenang masa jabatannya selama lima tahun sebagai perdana menteri dengan tangis dan tawa, masa yang diisi dengan kepemimpinan penuh empati diantara tragedi termasuk serangan teror, letusan gunung berapi dan pandemi COVID-19.
"Cerita dan fase ini tetap terukir di benak saya dan mungkin selamanya. Itulah tanggung jawab dan hak istimewa seorang perdana menteri," ucap Ardern di ruangan yang dipenuhi kolega, anggota keluarga dan para mantan perdana menteri.
Ardern mengatakan permohonan terakhir kepada anggota parlemen untuk bekerja bersama mengenai perubahan iklim, dan isu yang menjadi prioritasnya sejak pidato kampanye pertamanya.
"Perubahan iklim adalah krisis. Ini terjadi pada kita," kata dia.
"Jadi salah satu dari sedikit yang saya minta kepada kalian (anggota parlemen) pada kepergian saya adalah tolong singkirkan politik dari perubahan iklim, kita memiliki apa yang kita butuhkan untuk membuat kemajuan yang seharusnya," lanjut Ardern.
Penerus Ardern, Chris Hipkins mengumumkan pada Selasa bahwa mantan perdana menteri itu akan mengambil peran baru tanpa bayaran sebagai utusan khusus untuk Christchurch Call, sebuah proyek memberantas ekstremisme online yang muncul dari tayangan langsung serangan penembakan teroris di dua masjid di kota Christchurch Selandia Baru pada tahun 2019 yang menewaskan puluhan orang.
Ardern juga akan melanjutkan pekerjaannya untuk perubahan iklim, bergabung dengan dewan pengawas untuk Penghargaan Earthshot Pangeran William, sebuah inisiatif yang bertujuan mencari penyelesaian bagi tantangan lingkungan terbesar dunia.
Meskipun dia tidak dapat menentukan bagaimana waktunya sebagai pemimpin akan ditentukan oleh orang lain, Ardern mengatakan dia berharap telah menunjukkan "sesuatu yang sama sekali berbeda" selama berada di puncak pemerintahan.
"Anda bisa saja gelisah, sensitif, baik dan menunjukkan emosi secara jujur dan terbuka," kata dia. "Anda bisa menjadi seorang ibu atau tidak. Kalian bisa menjadi mantan Mormon atau tidak, kalian bisa saja kutu buku, cengeng, suka memeluk, kalian bisa menjadi ini semua. tetapi tidak saja Anda bisa disini, kalian bisa memimpin sama seperti saya,"
Ardern juga memberikan pesan khusus untuk putrinya yang berusia empat tahun, Neve, yang menonton dari serambi umum
"Kepada putriku tercinta, Neve, saya menyukai betapa mandirinya dirimu saat ini, kamu tidak akan beranjak dewasa sebagai putri mantan perdana menteri, tapi sebaliknya, saya lebih senang dikenal sebagai ibu Neve. Dan saya tak ingin menggantinya," tutup Ardern.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mantan PM Ardern ucapkan selamat tinggal pada politik