Hangzhou (ANTARA) - Atlet panahan Indonesia Riau Ega Agata Salsabilla memiliki ambisi mengalahkan tim Korea Selatan di setiap kompetisi menyusul pertemuan mereka pada nomor recurve beregu putra Asian Games Hangzhou, Jumat.
Langkah Ega, Ahmad Khoirul Baasith, dan Arif Dwi Pangestu mengincar medali emas pesta olahraga terbesar di Asia itu terhenti pada babak semifinal setelah dikalahkan tim Negeri Gingseng yang begitu presisi meski arena Fuyang Yinghu Sport Centre diguyur gerimis sore itu.
Lee Wooseok, Oh Jinhyek, dan Kim Je Deok mendemonstrasikan kualitas pemanah-pemanah Korsel setelah 18 anak panah yang mereka lesakkan membuahkan 11 poin tepat sasaran dan tujuh lainnya mendapat poin sembilan pada tiga set yang mereka mainkan.
Ega dan kawan-kawan harus menyerah dengan skor 0-6 (56-57, 53-58, 55-58) dari formasi gabungan atlet junior dan senior Korsel itu sebelum memenangi laga perebutan medali perunggu melawan Bangladesh.
"Bertemu Korea, harapan kami bisa menang melawan mereka. Tapi, ternyata mereka masih terlalu kuat," kata Ega seusai perlombaan.
"Mereka lebih stabil, bisa meminimalisir kesalahan. Kami berharap bisa seperti mereka, bahkan melampauinya," kata atlet asal Blitar, Jawa Timur itu.
Saat berpasangan dengan Diananda Choirunisa pada nomor beregu campuran, Rabu (4/10), Ega dan atlet putri peraih tiket Olimpiade itu juga dijegal oleh tim Korsel pada semifinal.
Melawan juara dunia asal Korea Selatan Lim Sihyeon yang berpasangan dengan Lee Wooseok, duet tim Merah Putih tidak boleh melenceng terlalu jauh dari sasaran tengah.
Dan benar saja, dari 16 anak panah yang dilesatkan Lim dan Lee, 12 di antaranya menghasilkan nilai sempurna, dan empat sisanya bernilai sembilan.
Meskipun Indonesia mampu mengimbangi lawannya di set kedua dan ketiga, namun pada set penentuan Korsel membuat empat nilai sempurna di saat bidikan Ega dan Diananda goyah dan hanya mengumpulkan 35 poin.
Pasangan Indonesia itu harus puas dengan medali perunggu menyusul kemenangan mereka atas wakil Iran.
"Dari pertama berangkat, saya memang gemas ingin mengalahkan mereka. Karena saya berpikir kalau saya tidak bisa mengalahkan Korea maka saya akan susah dapat emas," kata Ega yg lagi-lagi mendapatkan perunggu di level Asian Games, menambah koleksi satu keping yang ia dapatkan di Jakarta-Palembang 2018.
Atlet berusia 31 tahun itu berharap untuk ke depannya Indonesia bisa menciptakan ekosistem kompetisi seperti di Korsel yang menjadi kiblat panahan dunia.
"Di sana sistemnya sudah terbentuk dengan baik. Banyak kompetisi," kata Ega.
"Tahun ini kita juga mulai bertambah, Ketum PB Perpani yang baru juga sudah mulai mengikuti langkah Korea.
"Kalau ingin mengalahkan Korea, ke mana mereka tanding, kami harus datangi karena yang menjadi tolok ukur panahan itu adalah Korea."
Atlet-atlet panahan Korea sangat memahami bagaimana menggunakan busur dan anak panah. Dan sejak Olimpiade 1984, tim Korsel telah mengumpulkan 27 medali emas, lebih banyak dari negara mana pun yang berpartisipasi di pesta multicabang sedunia itu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Korsel masih lawan terberat tim panahan Indonesia di Asian Games
Langkah Ega, Ahmad Khoirul Baasith, dan Arif Dwi Pangestu mengincar medali emas pesta olahraga terbesar di Asia itu terhenti pada babak semifinal setelah dikalahkan tim Negeri Gingseng yang begitu presisi meski arena Fuyang Yinghu Sport Centre diguyur gerimis sore itu.
Lee Wooseok, Oh Jinhyek, dan Kim Je Deok mendemonstrasikan kualitas pemanah-pemanah Korsel setelah 18 anak panah yang mereka lesakkan membuahkan 11 poin tepat sasaran dan tujuh lainnya mendapat poin sembilan pada tiga set yang mereka mainkan.
Ega dan kawan-kawan harus menyerah dengan skor 0-6 (56-57, 53-58, 55-58) dari formasi gabungan atlet junior dan senior Korsel itu sebelum memenangi laga perebutan medali perunggu melawan Bangladesh.
"Bertemu Korea, harapan kami bisa menang melawan mereka. Tapi, ternyata mereka masih terlalu kuat," kata Ega seusai perlombaan.
"Mereka lebih stabil, bisa meminimalisir kesalahan. Kami berharap bisa seperti mereka, bahkan melampauinya," kata atlet asal Blitar, Jawa Timur itu.
Saat berpasangan dengan Diananda Choirunisa pada nomor beregu campuran, Rabu (4/10), Ega dan atlet putri peraih tiket Olimpiade itu juga dijegal oleh tim Korsel pada semifinal.
Melawan juara dunia asal Korea Selatan Lim Sihyeon yang berpasangan dengan Lee Wooseok, duet tim Merah Putih tidak boleh melenceng terlalu jauh dari sasaran tengah.
Dan benar saja, dari 16 anak panah yang dilesatkan Lim dan Lee, 12 di antaranya menghasilkan nilai sempurna, dan empat sisanya bernilai sembilan.
Meskipun Indonesia mampu mengimbangi lawannya di set kedua dan ketiga, namun pada set penentuan Korsel membuat empat nilai sempurna di saat bidikan Ega dan Diananda goyah dan hanya mengumpulkan 35 poin.
Pasangan Indonesia itu harus puas dengan medali perunggu menyusul kemenangan mereka atas wakil Iran.
"Dari pertama berangkat, saya memang gemas ingin mengalahkan mereka. Karena saya berpikir kalau saya tidak bisa mengalahkan Korea maka saya akan susah dapat emas," kata Ega yg lagi-lagi mendapatkan perunggu di level Asian Games, menambah koleksi satu keping yang ia dapatkan di Jakarta-Palembang 2018.
Atlet berusia 31 tahun itu berharap untuk ke depannya Indonesia bisa menciptakan ekosistem kompetisi seperti di Korsel yang menjadi kiblat panahan dunia.
"Di sana sistemnya sudah terbentuk dengan baik. Banyak kompetisi," kata Ega.
"Tahun ini kita juga mulai bertambah, Ketum PB Perpani yang baru juga sudah mulai mengikuti langkah Korea.
"Kalau ingin mengalahkan Korea, ke mana mereka tanding, kami harus datangi karena yang menjadi tolok ukur panahan itu adalah Korea."
Atlet-atlet panahan Korea sangat memahami bagaimana menggunakan busur dan anak panah. Dan sejak Olimpiade 1984, tim Korsel telah mengumpulkan 27 medali emas, lebih banyak dari negara mana pun yang berpartisipasi di pesta multicabang sedunia itu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Korsel masih lawan terberat tim panahan Indonesia di Asian Games