Kuala Lumpur (ANTARA) - Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono mengatakan penguatan kerangka ASEAN dalam ASEAN Agreement Transboundary Haza Pollution (AATHP) perlu diutamakan untuk selesaikan persoalan kabut asap lintas batas.
“Tapi kalau menurut saya ya dengan menggunakan kerangka yang sudah ada di ASEAN, itu kan ada ya, tidak hanya bilateral tetapi justru ini melibatkan negara-negara di kawasan, ada Singapura, Brunei dan juga Indonesia yang sering terdampak asap,” kata Hermono di Negeri Sembilan kepada ANTARA, beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan Hermono dalam menjawab pertanyaan terkait undang-undang polusi udara lintas batas yang sedang dikaji oleh Pemerintah Malaysia.
Langkah yang perlu dilakukan selanjutnya, menurut dia, bagaimana memperkuat kerangka ASEAN yang sudah ada lalu menerjemahkannya dalam sebuah rencana aksi. Sehingga dalam konteks penanganan kabul asap, nantinya langkah yang dilaksanakan sesuai dengan rencana aksi tersebut.
“Jadi kerangka yang sudah ada diperkuat kemudian diterjemahkan dalam suatu rencana aksi lebih konkrit, kalau terjadi kabut asap ini bagaimana kita melaksanakan ini secara bersama-sama. Yang harus dihindari adalah ada semacam ‘blaming’. Ini yang harus diperhatikan,” ujar dia.
Ia mengatakan kondisi hutan di Indonesia tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang. Jadi bukan berarti tidak serius menangani masalah tersebut, tapi ada kompleksitas yang tidak mudah juga mengingat luasnya dan juga jenisnya.
“Yang lebih sulit lagi tanah gambut ini. Kalau kebakaran tanah gambut di atas enggak ada apinya tapi tetap keluarkan asap karena ketebalan gambut tadi,” ujar Hermono.
Dalam rilis media pada Selasa (7/11) lalu, Kementerian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim mengatakan Pemerintah Malaysia tidak menutup kemungkinan untuk merekomendasikan penyusunan undang-undang polusi asap sebagai alternatif penanganan permasalahan kabut asap lintas batas negara.
Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Malaysia Nik Nazmi Nik Ahmad mengatakan penyusunan undang-undang itu perlu diteliti secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segala tantangan dan keterbatasan, terutama kelayakan undang-undang tersebut berdasarkan pengalaman negara-negara yang sudah memiliki undang-undang serupa, seperti Singapura.
Contoh yang paling sukses sejauh ini, menurut dia, Perjanjian Kualitas Udara Kanada-Amerika Serikat, karena keduanya mampu menerima dan terdapat sebuah badan untuk mengurus perjanjian tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Penguatan kerangka ASEAN perlu diutamakan untuk penanganan kabut asap
“Tapi kalau menurut saya ya dengan menggunakan kerangka yang sudah ada di ASEAN, itu kan ada ya, tidak hanya bilateral tetapi justru ini melibatkan negara-negara di kawasan, ada Singapura, Brunei dan juga Indonesia yang sering terdampak asap,” kata Hermono di Negeri Sembilan kepada ANTARA, beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan Hermono dalam menjawab pertanyaan terkait undang-undang polusi udara lintas batas yang sedang dikaji oleh Pemerintah Malaysia.
Langkah yang perlu dilakukan selanjutnya, menurut dia, bagaimana memperkuat kerangka ASEAN yang sudah ada lalu menerjemahkannya dalam sebuah rencana aksi. Sehingga dalam konteks penanganan kabul asap, nantinya langkah yang dilaksanakan sesuai dengan rencana aksi tersebut.
“Jadi kerangka yang sudah ada diperkuat kemudian diterjemahkan dalam suatu rencana aksi lebih konkrit, kalau terjadi kabut asap ini bagaimana kita melaksanakan ini secara bersama-sama. Yang harus dihindari adalah ada semacam ‘blaming’. Ini yang harus diperhatikan,” ujar dia.
Ia mengatakan kondisi hutan di Indonesia tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang. Jadi bukan berarti tidak serius menangani masalah tersebut, tapi ada kompleksitas yang tidak mudah juga mengingat luasnya dan juga jenisnya.
“Yang lebih sulit lagi tanah gambut ini. Kalau kebakaran tanah gambut di atas enggak ada apinya tapi tetap keluarkan asap karena ketebalan gambut tadi,” ujar Hermono.
Dalam rilis media pada Selasa (7/11) lalu, Kementerian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim mengatakan Pemerintah Malaysia tidak menutup kemungkinan untuk merekomendasikan penyusunan undang-undang polusi asap sebagai alternatif penanganan permasalahan kabut asap lintas batas negara.
Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Malaysia Nik Nazmi Nik Ahmad mengatakan penyusunan undang-undang itu perlu diteliti secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segala tantangan dan keterbatasan, terutama kelayakan undang-undang tersebut berdasarkan pengalaman negara-negara yang sudah memiliki undang-undang serupa, seperti Singapura.
Contoh yang paling sukses sejauh ini, menurut dia, Perjanjian Kualitas Udara Kanada-Amerika Serikat, karena keduanya mampu menerima dan terdapat sebuah badan untuk mengurus perjanjian tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Penguatan kerangka ASEAN perlu diutamakan untuk penanganan kabut asap