Magelang, (Antara KL) - Seorang pejabat Pemerintah Kota Magelang, Jawa Tengah, tidak ikut dengan sebagian besar anggota rombongan turun ke Pantai Merah di Pulau Komodo Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Selagi yang lainnya asyik berenang, "snorkeling", dan mendaki bukit untuk berfoto dengan latar belakang pantai setempat dengan langit yang cerah siang itu, dia bersama beberapa lainnya tak kalah asyik bercengkerama di kapal cepat atau "speedboat".
Perahu wisata dengan mesin tempel itu saling ditambatkan dengan tali, di sekitar 200 meter dari bibir pantai yang oleh wisatawan mancanegara dikenal sebagai "pink beach". Perahu-perahu tersebut mengantar rombongan dari Dermaga Labuan Bajo menuju Pulau Komodo, termasuk ke Pantai Merah.
Sejumlah perahu tradisional pinisi pembawa pelancong lainnya juga demikian, tidak sampai bersandar di bibir pantai, tetapi berada di sekitar "speedboat".
Kalangan pelaku wisata, terutama dari biro perjalanan wisata, pengelola hotel di Labuan Bajo (Ibu Kota Kabupaten Manggarai Barat), maupun sejumlah orang lainnya di jajaran pemerintah kabupaten setempatpun terkesan "demam xenoglosofilia" (kecenderungan pemakaian istilah asing), dengan secara ringan kemudian menyebut kawasan itu sebagai "pink beach". Pasir di pantai itu berwarna merah muda.
Berbagai catatan menunjuk tujuh pantai berpasir warna merah muda di dunia, salah satunya di Pulau Komodo yang dikenal dengan biawak raksasa, komodo. Sejak 1991, Pulau Komodo ditetapkan oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai Situs Warisan Dunia.
Sebanyak enam "pink beach" lainnya di dunia, yakni di Harbor Island (Bahamas), Bermuda, Santa Cruz (Filipina), Sardinia (Italia), Bonaire (Dutch Caribbean Island), dan Balos Lagoon (Crete, Yunani).
"Lihat anak itu!" ujar Sumartono, pejabat Pemkot Magelang itu sambil menikmati makan siang dalam kemasan kardus dari perahu cepat "Red Whale" berkekuatan 500 PK yang berada di kawasan Pantai Merah.
Sumartono menjadi bagian dari serombongan pengunjung Pantai Merah dalam rangkaian pelaksanaan program kemitraan antara Pemkot Magelang dengan para wartawan dari berbagai media massa yang setiap hari bertugas di Kota Magelang.
Ia cukup lama memerhatikan tingkah laku pemuda bernama Wisnu Abimanyu, salah satu awak perahu wisata yang bersama seorang kawannya, sedang duduk di dekat mesin tempel perahu tersebut.
Tangan kirinya memegang botol bekas air mineral, selagi jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya menjepit rokok yang sedang dihisap. Abu rokok, batang kayu korek api, dan puntung tidak dibuangnya ke air laut pantai setempat, tetapi ke botol itu.
Ihwal yang diperhatikan Sumartono yang juga Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Pemkot Magelang dengan sejumlah orang lainnya di perahu itu, tampaknya sederhana akan tetapi mewujudkan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan dan ekosistem Pantai Merah agar tetap bersih, indah, dan memesona wisatawan.
Pantai Merah yang berada di kawasan Pulau Komodo dan menjadi bagian dari pengelolaan Balai Taman Nasional Komodo memang terlihat menakjubkan, antara lain karena tetap bersih dengan pantai pasir berwarna merah muda berlatar berlakang perbukitan.
Aganto Seno, Pengendali Ekosistem Hutan Balai Taman Nasional Komodo, antara lain menuliskan bahwa penampakan merah di pantai itu karena campuran pasir dengan materi biogenik seperti berasal dari pecahan koral dan cangkang kerang-kerangan.
Terumbu karang sebagai pendukung keberadaan cangkang kerang-kerangan di sekitar Pantai Merah yang masih bagus dan koral jenis Karang Merah (Tubipra musica) cukup banyak di tempat itu dengan butiran-butirannya, sebagai material penting pencampur pasir di pantai setempat menjadi berwarna kemerahan.
Untuk kemudian tempat itu dinamai warga setempat sebagai Pantai Merah atau oleh wisman dijuluki "pink beach".
Catatan lain menyebut sekitar 1.000 jenis ikan, ratusan jenis karang dan koral, serta 70 jenis tanaman "sponge" hidup di sekitar Pantai Merah.
Terkadang komodo juga muncul berjalan-jalan di pantai yang eksotik itu, seakan-akan "menikmati" romantisme Pantai Merah. Biawak raksasa itu disebut-sebut juga bisa berenang. Berdasarkan catatan pada Agustus 2009, terdapat sekitar 2.500 ekor komodo di lingkungan Balai Taman Nasional Komodo, sekitar 1.300 ekor di antaranya di Pulau Komodo, sedangkan lainnya di Pulau Rinca dan Gili Motang.
"Tidak boleh, bisa kena marah Bos," ucap Wisnu ketika membenarkan tentang larangan bagi siapa saja membuang sampah, termasuk puntung dan abu rokok, di Pantai Merah.
Untuk menjaga kelestarian karang dan terumbu karang, lego jangkar pun tidak boleh dilakukan operator perahu wisata di pantai setempat, apalagi merapatkan armada tersebut hingga bibir pantai. Hal itu untuk menjaga kelestarian ekosistem Pantai Merah.
Perahu-perahu wisata hanya boleh berhenti pada jarak sekitar 200 meter dari bibir pantai. Antarperahu saling ditambatkan agar tidak terbawa arus laut yang terkadang tiba-tiba cukup kencang.
Dari perahu wisata, pengunjung selanjutnya dibawa ke pantai dengan menggunakan perahu lebih kecil yang dioperasikan warga sekitar. Seorang warga setempat yang menjual kerajinan cenderamata patung kayu berwujud komodo dan kalung dari mutiara, Abdullah (26), mengatakan warga setempat mengoperasikan ojek kapal. Sekitar 32 kapal ojek yang dikelola warga Pulau Komodo, secara terjadwal setiap hari melayani wisatawan Pantai Merah.
Ia menyebut sekitar 15 warga setempat menjadi pedagang cenderamata khas Pulau Komodo di pantai setempat. Mereka mendekati perahu-perahu wisata untuk menjajakan dagangan suvenir dengan mendayung "sterofom" cukup tebal.
Daripada bulan-bulan lainnya, antara April hingga Agustus, Pantai Merah cukup lebih banyak dikunjungi wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Hingga saat ini, rata-rata jumlah wisatawan selama "bulan ramai" itu mencapai 200 orang setiap hari, mulai pukul 07.00-17.00 Wita. Mereka "snorkeling", berenang, atau berswafoto di pantai yang berada di bagian selatan Pulau Komodo tersebut.
Dalam kurun waktu sekitar seminggu sekali, kata Abdulah, warga setempat, terutama mereka yang beraktivitas terkait dengan kepariwisataan Pantai Merah, bergorong-royong membersihkan kawasan tersebut dari sampah.
"Tidak banyak, tetapi selalu ada. Seminggu sekali, sampah-sampah kami kumpulkan di tempat sampah di pantai, untuk selanjutnya dibakar, sehingga tempat ini tetap terlihat bersih. Kami juga tidak segan-segan mengingatkan wisatawan agar tidak membuang sampah di sini," paparnya.
Dia juga menyebutkan berbagai larangan lainnya di pantai itu, antara lain lego jangkar, perahu dan memancing, agar kelestarian karang tetap terjaga dan para wisatawan bisa senang serta nyaman berada di tempat tersebut.
Untuk menjaga perahu wisata tidak terbawa arus, operator harus melepaskan apa yang disebut Abdulah sebagai "moring" atau semacam pelampung dengan ukuran cukup besar ke air laut pantai setempat.
"Dari Taman (Balai Taman Nasional Komodo, red.) dan desa (pemerintah desa, red.) juga telah menitipkan pesan kepada kami untuk turut mengingatkan wisatawan agar menjaga pantai ini tetap bersih," ujarnya.
Badrul Hadi, salah satu anggota tim pemandu wisata dari Kabupaten Manggarai Barat yang mendampingi rombongan dari Kota Magelang membenarkan tentang kesadaran warga setempat untuk menjaga kebersihan dan keindahan Pantai Merah.
"Sejak dini, pihak Balai Taman Nasional Komodo dan pemerintah memang membangun sadar wisata bagi warga Pulau Komodo, termasuk supaya Pantai Merah tetap bersih. Itu mereka jaga betul, makanya kalau ada wisatawan yang ketahuan membuang sampah di pantai, pasti mereka tegur dengan baik-baik," imbuhnya.
Upaya tekun mereka menjaga pantai tetap bersih, rupanya telah menjadi praktik kesadaran masyarakat dalam menanggapi pesona Pantai Merah agar selalu eksotis dan romantis.
Mereka Jaga Betul Pantai Merah Pulau Komodo!
Sejumlah wisatawan menggunakan perahu kecil melintasi Pantai Merah di bagian selatan Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, belum lama ini. (Hari Atmoko/dokumen).