Jakarta (ANTARA) - Deputi Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Raden Isnanta menilai Indonesia tertinggal dari tetangga serumpunnya, Malaysia, soal pembinaan sepak bola berjenjang.
Raden Isnanta dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Selasa, mengatakan proses pembinaan di Malaysia terukur dan sudah dimulai dari tingkatan usia U-13 hingga U-18. Sementara Pusat Pembinaan dan Latihan Pelajar (PPLP) di Indonesia dimulai sejak usia 16-18 tahun.
"Kita ingin kembangkan diklat-diklat di 34 provinsi, yang sudah ada baru diklat umur SMA, ini yang namanya berjenjang belum jalan, harusnya minimal usia 13 tahun. Malaysia udah nyontek kita saat punya PPLP Ragunan, Sekarang Malaysia punya PPLP usia 13, 14, 15, 16, 17, dan 18 tahun," kata dia.
Menurut Raden Isnanta, dengan dimilikinya diklat di berbagai usia maka Malaysia menjadi salah satu negara yang siap berkompetisi. Di samping itu, federasi Malaysia sudah memiliki turnamen di berbagai tingkatan usia yang berjalan secara teratur.
Sementara di Indonesia, kata dia, meski memiliki SSB di akar rumput atau yang dikelola masyarakat, namun tak semuanya bisa terurus dengan baik. Lantas bagaimana dengan akademi? Tak semua klub Liga Indonesia memilikinya.
"Kenapa kok enggak melakukan seperti Malaysia atau Thailand? Ongkos, kita belum punya budget," kata dia.
Maka ke depan, Kemenpora menargetkan untuk membangun PPLP yang tersebar di seluruh penjuru negeri, tentunya dengan kolaborasi dengan kementerian lain. Tujuannya, PPLP bisa menyentuh bakat-bakat di daerah sebab potensinya merata.
"Witan itu dari Palu. Dulu ada coach (Rahma) Darmawan dari Lampung. Putu Gede, Bali. Aples dari Papua. Ada dari Jawa Tengah, Kurniawan. Egy dari Medan. Indonesia itu unggul semua kalau sepak bola," katanya.
Pun demikian dengan kompetisi. Salah satu agar pemain muda bisa berkembang yakni adanya kompetisi yang terukur dan berkelanjutan. Kompetisi usia muda jarang yang dilakukan secara berjenjang. Kalaupun ada banyak melibatkan pihak swasta namun tidak menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
"Kemudian kompetisi sekarang sudah ada Danone dengan usia 12, kemudian usia di atasnya ada Topskor, Kompas Gramedia, tapi cakupannya belum begitu luas," kata dia.
Agar proses pembinaan tak terputus, Kemenpora telah menggelar Piala Menpora mulai U-14, U-16, dan U-17. Piala Berjenjang Kemenpora ini bukan sebagai pesaing dari kompetisi yang sudah dijalankan PSSI.
Namun sebagai wadah bagi sekolah sepak bola (SSB), hingga sekolah formal yang memiliki tim dari seluruh wilayah Indonesia agar memiliki kompetisi yang kompetitif sejak usia dini.
"Usia-usia gitu kan rata-rata 35-50 tanding dalam setahun. ini standar FIFA, kalau kita belum memenuhi itu berarti belum memenuhi standar. Inpres juga mengamanatkan itu supaya jumlah kompetisinya memenuhi standar FIFA sesuai kelompok umur tentunya," kata dia.
Raden Isnanta dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Selasa, mengatakan proses pembinaan di Malaysia terukur dan sudah dimulai dari tingkatan usia U-13 hingga U-18. Sementara Pusat Pembinaan dan Latihan Pelajar (PPLP) di Indonesia dimulai sejak usia 16-18 tahun.
"Kita ingin kembangkan diklat-diklat di 34 provinsi, yang sudah ada baru diklat umur SMA, ini yang namanya berjenjang belum jalan, harusnya minimal usia 13 tahun. Malaysia udah nyontek kita saat punya PPLP Ragunan, Sekarang Malaysia punya PPLP usia 13, 14, 15, 16, 17, dan 18 tahun," kata dia.
Menurut Raden Isnanta, dengan dimilikinya diklat di berbagai usia maka Malaysia menjadi salah satu negara yang siap berkompetisi. Di samping itu, federasi Malaysia sudah memiliki turnamen di berbagai tingkatan usia yang berjalan secara teratur.
Sementara di Indonesia, kata dia, meski memiliki SSB di akar rumput atau yang dikelola masyarakat, namun tak semuanya bisa terurus dengan baik. Lantas bagaimana dengan akademi? Tak semua klub Liga Indonesia memilikinya.
"Kenapa kok enggak melakukan seperti Malaysia atau Thailand? Ongkos, kita belum punya budget," kata dia.
Maka ke depan, Kemenpora menargetkan untuk membangun PPLP yang tersebar di seluruh penjuru negeri, tentunya dengan kolaborasi dengan kementerian lain. Tujuannya, PPLP bisa menyentuh bakat-bakat di daerah sebab potensinya merata.
"Witan itu dari Palu. Dulu ada coach (Rahma) Darmawan dari Lampung. Putu Gede, Bali. Aples dari Papua. Ada dari Jawa Tengah, Kurniawan. Egy dari Medan. Indonesia itu unggul semua kalau sepak bola," katanya.
Pun demikian dengan kompetisi. Salah satu agar pemain muda bisa berkembang yakni adanya kompetisi yang terukur dan berkelanjutan. Kompetisi usia muda jarang yang dilakukan secara berjenjang. Kalaupun ada banyak melibatkan pihak swasta namun tidak menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
"Kemudian kompetisi sekarang sudah ada Danone dengan usia 12, kemudian usia di atasnya ada Topskor, Kompas Gramedia, tapi cakupannya belum begitu luas," kata dia.
Agar proses pembinaan tak terputus, Kemenpora telah menggelar Piala Menpora mulai U-14, U-16, dan U-17. Piala Berjenjang Kemenpora ini bukan sebagai pesaing dari kompetisi yang sudah dijalankan PSSI.
Namun sebagai wadah bagi sekolah sepak bola (SSB), hingga sekolah formal yang memiliki tim dari seluruh wilayah Indonesia agar memiliki kompetisi yang kompetitif sejak usia dini.
"Usia-usia gitu kan rata-rata 35-50 tanding dalam setahun. ini standar FIFA, kalau kita belum memenuhi itu berarti belum memenuhi standar. Inpres juga mengamanatkan itu supaya jumlah kompetisinya memenuhi standar FIFA sesuai kelompok umur tentunya," kata dia.