Kuala Lumpur (ANTARA) - Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Malaysia menempati urutan pertama jumlah PMI terbanyak yang dikirim ke luar negeri.
"Negara-negara penempatan PMI, pertama Malaysia 1.148.596 orang, Taiwan 709.582 orang, Arab Saudi 429.104 orang, Hongkong 405.576 orang, Singapura 286.075 orang, dan Uni Emirat Arab 174.843 orang," kata Plt. Deputi Penempatan dan Perlindungan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI Freddy M. Panggabean saat webinar hukum dan advokasi yang diselenggarakan PPI Malaysia, Jumat malam.
Mantan diplomat di KBRI Kuala Lumpur ini menyebutkan daerah asal PMI yang terbanyak adalah Jawa Barat 896.506 orang, Jawa Tengah 800.014 orang, Jawa Timur 727.719 orang, NTB 481.188 orang, dan Lampung 157.710 orang.
"Yang dimaksud PMI berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Pasal 4 adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja berbadan hukum, pekerja yang bekerja pada pemberi kerja perseorangan atau rumah tangga, pelaut awak kapal, dan pelaut perikanan," katanya.
Menurut Freddy, yang bukan termasuk PMI adalah WNI yang dikirim atau diperkerjakan oleh badan internasional atau oleh negara di luar
wilayahnya untuk menjalankan tugas resmi, pelajar, dan peserta pelatihan di luar negeri, WNI pengungsi atau pencari suaka, penanam modal, aparatur sipil negara atau pegawai setempat yang bekerja di Perwakilan RI, WNI yang bekerja pada institusi yang dibiayai oleh APBN, dan WNI yang mempunyai usaha mandiri di luar negeri.
Freddy mengatakan bahwa potensi devisa dari remitansi PMI dengan jumlah PMI 3,7 juta orang adalah 11,4 dolar AS atau Rp159,6 triliun berdasarkan data Bank Indonesia pada tahun 2019.
Dengan peningkatan penempatan pekerja formal, pembebasan biaya penempatan, penurunan jumlah PMI ilegal, pembukaan pasar dan kantor baru di Tiongkok, Emirat Arab, Kuwait, Eropa, Australia, dan Selandia Baru dan simplifikasi pelayanan kantong PMI di sepuluh provinsi dan 56 kabupaten/kota, menurut dia, potensi capaian tahunan Rp61,93 triliun dan total potensi pada tahun 2021 sebanyak Rp221,53 triliun.
Ia mengatakan bahwa penempatan PMI berdasarkan sektor usaha adalah pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 32.196 (12 persen), pertambangan dan penggalian 81 (0,03 persen), industri pengolahan 51.769 (20 persen), listrik, gas dan air 62 (0,02 persen), bangunan 10.430 (4 persen), perdagangan besar, eceran serta rumah makan dan hotel 2.277 (0,8 persen).
Berikutnya, angkutan pergudangan dan komunikasi 238 (0,09 persen), keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan dan tanah 113 (0,04 persen), jasa, kemasyarakatan sosial dan perorangan 162.910 (62 persen) dan lain-lain 253 (0,09 persen).
Webinar juga menghadirkan H. Sumarsono (Atase Hukum KBRI), Ayu Eza Tiara (Pengacara Publik LBH Jakarta), Nurharsono (Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant CARE), Fardan Muhammad Nur (Ketua PPI UT Pakjar Johor Baharu) dan Hardjito (Presidium AOMI 2020—2022).
"Negara-negara penempatan PMI, pertama Malaysia 1.148.596 orang, Taiwan 709.582 orang, Arab Saudi 429.104 orang, Hongkong 405.576 orang, Singapura 286.075 orang, dan Uni Emirat Arab 174.843 orang," kata Plt. Deputi Penempatan dan Perlindungan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI Freddy M. Panggabean saat webinar hukum dan advokasi yang diselenggarakan PPI Malaysia, Jumat malam.
Mantan diplomat di KBRI Kuala Lumpur ini menyebutkan daerah asal PMI yang terbanyak adalah Jawa Barat 896.506 orang, Jawa Tengah 800.014 orang, Jawa Timur 727.719 orang, NTB 481.188 orang, dan Lampung 157.710 orang.
"Yang dimaksud PMI berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Pasal 4 adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja berbadan hukum, pekerja yang bekerja pada pemberi kerja perseorangan atau rumah tangga, pelaut awak kapal, dan pelaut perikanan," katanya.
Menurut Freddy, yang bukan termasuk PMI adalah WNI yang dikirim atau diperkerjakan oleh badan internasional atau oleh negara di luar
wilayahnya untuk menjalankan tugas resmi, pelajar, dan peserta pelatihan di luar negeri, WNI pengungsi atau pencari suaka, penanam modal, aparatur sipil negara atau pegawai setempat yang bekerja di Perwakilan RI, WNI yang bekerja pada institusi yang dibiayai oleh APBN, dan WNI yang mempunyai usaha mandiri di luar negeri.
Freddy mengatakan bahwa potensi devisa dari remitansi PMI dengan jumlah PMI 3,7 juta orang adalah 11,4 dolar AS atau Rp159,6 triliun berdasarkan data Bank Indonesia pada tahun 2019.
Dengan peningkatan penempatan pekerja formal, pembebasan biaya penempatan, penurunan jumlah PMI ilegal, pembukaan pasar dan kantor baru di Tiongkok, Emirat Arab, Kuwait, Eropa, Australia, dan Selandia Baru dan simplifikasi pelayanan kantong PMI di sepuluh provinsi dan 56 kabupaten/kota, menurut dia, potensi capaian tahunan Rp61,93 triliun dan total potensi pada tahun 2021 sebanyak Rp221,53 triliun.
Ia mengatakan bahwa penempatan PMI berdasarkan sektor usaha adalah pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 32.196 (12 persen), pertambangan dan penggalian 81 (0,03 persen), industri pengolahan 51.769 (20 persen), listrik, gas dan air 62 (0,02 persen), bangunan 10.430 (4 persen), perdagangan besar, eceran serta rumah makan dan hotel 2.277 (0,8 persen).
Berikutnya, angkutan pergudangan dan komunikasi 238 (0,09 persen), keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan dan tanah 113 (0,04 persen), jasa, kemasyarakatan sosial dan perorangan 162.910 (62 persen) dan lain-lain 253 (0,09 persen).
Webinar juga menghadirkan H. Sumarsono (Atase Hukum KBRI), Ayu Eza Tiara (Pengacara Publik LBH Jakarta), Nurharsono (Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant CARE), Fardan Muhammad Nur (Ketua PPI UT Pakjar Johor Baharu) dan Hardjito (Presidium AOMI 2020—2022).