Singapura (ANTARA) - Pelaksana tugas pemimpin pemerintah sipil paralel Myanmar Mahn Win Khaing Than mengatakan akan berusaha memberi orang hak hukum untuk membela diri.

Sementara itu menurut sebuah kelompok pembela hak sipil,  jumlah korban tewas dalam serangkaian protes terhadap kudeta pada Februari sudah lebih dari 80 orang.

Mahn Win Khaing Than, yang sedang dalam pelarian bersama dengan sebagian besar pejabat senior Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang berkuasa, berbicara kepada publik melalui Facebook, "Ini adalah saat paling gelap dari bangsa ini dan momen fajar sudah dekat".

Dia mengatakan pemerintah sipil akan "berusaha untuk membuat undang-undang yang diperlukan sehingga rakyat memiliki hak untuk membela diri" dari tindakan keras militer.

Hingga Sabtu (13/3) lebih dari 80 orang tewas dalam aksi protes yang meluas terhadap perebutan kekuasaan oleh militer, kata kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Lebih dari 2.100 orang ditangkap, kelompok itu.

Sedikitnya 13 orang tewas pada Sabtu, yang menjadi salah satu hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari, kata saksi mata dan media lokal.

Lima orang tewas ditembak dan beberapa lainnya cedera ketika polisi melepaskan tembakan pada para demonstran di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar, kata saksi mata kepada Reuters.

Dua orang tewas di pusat kota Pyay dan dua tewas dalam tembakan polisi di Yangon. Di kota pusat perdagangan itu , tiga orang juga tewas dalam semalam, media lokal melaporkan.

"Mereka bertindak seperti berada di zona perang, sementara orang-orang tak bersenjata," kata aktivis yang berbasis di Mandalay, Myat Thu. Dia mengatakan korban tewas termasuk seorang anak berusia 13 tahun.

Si Thu Tun, pengunjuk rasa lainnya, mengatakan dia melihat dua orang ditembak, termasuk seorang biksu Buddha. "Salah satunya terkena di tulang kemaluan, satu lagi ditembak hingga tewas," katanya.

Seorang sopir truk di Chauk, sebuah kota di Kabupaten Magwe di Myanmar tengah, tewas setelah ditembak di dada oleh polisi, kata seorang teman keluarga korban.

Juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk dimintai komentar. Siaran berita malam MRTV ,media yang dikelola junta, menyebut para pengunjuk rasa sebagai "penjahat" tetapi tidak merinci lebih lanjut.

Protes

Protes pada Sabtu meletus setelah poster-poster menyebar di media sosial yang mengajak orang-orang untuk memperingati kematian Phone Maw. 

Phone Maw ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan pada 1988 di tempat, yang saat itu dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon.

Penembakan Phone Maw serta terhadap satu mahasiswa lain --yang meninggal beberapa minggu kemudian-- memicu protes besar-besaran terhadap pemerintah militer. Aksi protes itu dikenal sebagai gerakan 8-8-88, karena mencapai puncaknya pada Agustus tahun itu. Diperkirakan 3.000 orang tewas ketika tentara menumpas pemberontakan.
 
Aung San Suu Kyi muncul sebagai ikon demokrasi selama gerakan tersebut dan ditahan di rumah selama hampir dua dekade.

Dia dibebaskan pada 2010 saat militer memulai reformasi demokrasi. Liga Nasional untuk Demokrasi memenangkan pemilihan pada 2015 dan sekali lagi pada November tahun lalu.

Tahun ini, para jenderal menggulingkan pemerintahan Suu Kyi dan menahan dia beserta banyak rekan di kabinetnya atas tuduhan terjadi penipuan dalam pemilihan November.

Sumber : Reuters

Pewarta : Azis Kurmala
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024