Kuala Lumpur, (AntaraKL) - Malaysia menjadi salah satu negara favorit bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) selain Saudi Arabia dan Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.

Beberapa alasan bagi TKI untuk bekerja di Malaysia, di antaranya menjanjikan pendapatan lebih layak daripada yang diperoleh di kampung halamannya, kedekatan budaya, serta posisi geografis yang berdekatan.

Dilihat dari bidang pekerjaannya, sebagian besar adalah pekerja di perladangan kelapa sawit, konstruksi, dan pembantu rumah tangga.

Data statistik ekonomi keuangan Indonesia pada kuartal kedua menunjukkan jumlah TKI yang bekerja di Malaysia sebanyak 1,94 juta (Bank Indonesia dan BNP2TKI 2014).

Jumlah ini belum termasuk TKI tanpa dokumen atau dikategorikan sebagai pendatang asing tanpa izin (PATI) yang jumlahnya diperkirakan relatif sangat banyak.

Banyaknya TKI tanpa dokumen telah menyebabkan berbagai masalah, tidak hanya terkait dengan urusan ketenagakerjaan dan keimigrasian, tetapi juga pendidikan anak-anak mereka.

Anak-anak para TKI tersebut ada yang datang menyusul atau dibawa oleh orang tuanya dengan visa kunjungan wisata, atau mereka masuk Malaysia melalui jalur perbatasan secara ilegal serta anak-anak WNI yang lahir di Malaysia karena perkawinan sesama TKI.

Padahal, peraturan keimigrasian Malaysia melarang para TKI nonprofesional untuk menikah, membawa keluarga, atau bahkan melahirkan anak di Malaysia. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak PATI asal Indonesia hadir di Malaysia untuk mengadu nasib.

Peliknya permasalahan pendidikan bagi anak-anak TKI di Malaysia merupakan tantangan besar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Upaya pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi pendidikan dasar bagi anak-anak TKI, masih menyisakan persoalan terkait dengan status keimigrasian para peserta didik dan juga keberlanjutan pendidikan tersebut.

Layanan Pendidikan Anak-Anak TKI

Pemerintah telah melaksanakan program wajib belajar enam tahun sejak Pelita III. Selanjutnya, melalui PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, Pemerintah menetapkan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dengan tujuan memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Program wajib belajar sembilan tahun ini diperuntukkan bagi seluruh WNI pada usia sekolah 7--15 tahun, tidak terkecuali anak-anak para TKI di Malaysia.

Pelaksanaan wajib belajar ini sejalan dengan konsep "pendidikan untuk semua" (education for all) yang telah diperkenalkan pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua di Jomtiem, Thailand tahun 1990.

Penyediaan akses layanan pendidikan dasar bagi anak-anak Indonesia di Malaysia, khususnya wilayah Sabah bermula dari pembahasan tingkat tinggi antara Presiden RI dan Perdana Menteri Malaysia pada pertemuan "Annual Consultation" tahun 2004.

Hasil pertemuan tersebut, pemerintah Malaysia menyetujui usulan pemerintah Indonesia untuk mengirimkan para tenaga pendidik Indonesia ke Sabah.

Pada pertemuan konsultasi tahun 2006 ditegaskan kembali tentang pengiriman tenaga pendidik ke Sabah dan perluasan akses layanan pendidikan dengan membuka pusat kegiatan belajar masyarakat (community learning center) di ladang kelapa sawit.

Layanan pendidikan bagi anak-anak Indonesia selanjutnya menjadi salah satu agenda dalam setiap pertemuan kedua kepala negara.

Pada the 5th Annual Consultation Indonesia-Malaysia, Januari 2008, pemerintah Malaysia telah menyetujui pendirian Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK).

Gedung SIKK yang mulai dibangun pada tahun 2012 telah diresmikan penggunaannya oleh Mendikbud pada tanggal 22 Desember 2013.

Sekolah ini menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah bagi anak-anak Indonesia di wilayah Sabah dan sekaligus menjadi pusat pembinaan kegiatan belajar masyarakat yang tersebar di seluruh wilayah Sabah.

PKBM

Sebelum didirikannya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), layanan pendidikan bagi anak-anak Indonesia di wilayah Sabah dilakukan oleh Pusat Belajar Humana, sebuah LSM internasional yang memberikan pelayanan pendidikan nonformal tingkat SD untuk anak-anak para tenaga kerja dari berbagai negara, termasuk Indonesia.

Hingga saat ini Humana masih terus melayani pendidikan bagi anak-anak Indonesia, berkolaborasi dengan PKBM, dan mendapatkan dukungan guru-guru dari Indonesia.

Kebutuhan pendidikan yang terus meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran para TKI menyekolahkan anak-anaknya telah meningkatkan jumlah PKBM.

Pada saat ini tercatat sebanyak 207 PKBM di wilayah ladang maupun nonladang yang tersebar di seluruh wilayah Sabah.

PKBM tersebut didukung oleh 126 orang guru dan 115 orang guru yang ditempatkan di Humana, melayani sebanyak 6.605 siswa SD dan 3.066 siswa SMP, serta 13.335 siswa SD di Humana.

Sekolah Indonesia Kota Kinabalu dengan guru sebanyak 32 orang melayani pendidikan SD hingga SMA sebanyak 709 siswa. Di wilayah Sarawak terdapat sebanyak 13 PKBM dengan didukung 21 orang guru yang melayani 625 siswa.

Sementara itu, di wilayah Semenanjung penegakan aturan oleh pemerintah Malaysia sangat ketat sehingga pelayanan pendidikan bagi anak-anak TKI dilakukan melalui pendidikan nonformal (Sekolah Indonesia Terbuka-SIT tingkat SD dan SMP) di Johor Bahru dan di Klang.

Layanan pendidikan yang telah diberikan tersebut belum dapat diaskes oleh seluruh anak-anak usia sekolah yang jumlahnya terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah PATI asal Indonesia dan karena kelahiran yang tidak terkendali dari pasangan TKI yang menikah maupun yang membawaserta istrinya.

Di wilayah Sabah saja jumlah keseluruhan anak-anak usia sekolah mencapai 53.000 anak. Sementara itu, di wilayah Sarawak, dan Semenanjung tidak diperoleh data, namun peserta didik di SIT Johor Bahru sebanyak 14 anak dan Klang sebanyak 25 anak.

Tantangan dan Solusi

Ketiadaan izin tinggal dan belajar bagi anak-anak TKI akan menjadi beban masalah yang berkepanjangan. Memang sangat dilematis bagi SIKK, menjadi Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN) dengan kekhususan karena harus menerima peserta didik anak-anak TKI yang tidak memiliki dokumen keimigrasian.

Padahal, SILN sejatinya didirikan untuk tujuan memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang orang tuanya sedang bertugas atau bekerja di luar negeri sebagai pekerja profesional.

Dilema lainnya adalah anak-anak TKI di SIT Klang dan Johor Bahru selalu dalam cekaman ketakutan bila sewaktu-waktu terkena operasi yustisia.

Namun, upaya luar biasa dilakukan oleh KJRI Johor Bahru dalam penyelenggaraan SIT dengan pelayanan antar jemput untuk menjamin keamanan para siswa SIT.

Tantangan lainnya, perkembangan jumlah PKBM akan menjadi masalah manakala sinergisitas pengadaan guru dari Indonesia tidak berjalan dengan baik.

Pada saat ini saja dengan jumlah guru di wilayah Sabah sebanyak 241 orang, bukan hal yang mudah dalam pengelolaannya karena mereka tersebar di PKBM perladangan yang sulit aksesnya.

Pengurusan visa para guru pun menjadi tantangan tersendiri bagi koordinator PKBM. Permasalahan ini semua harus dapat ditangani dengan komitmen tinggi sebagai bentuk tanggung jawab Pemerintah dalam menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar bagi anak-anak Indonesia di Malaysia.

Sudah saatnya Pemerintah memberikan solusi menyeluruh terhadap permasalahan pendidikan anak-anak TKI di Malaysia secara berkelanjutan dan memenuhi aturan hukum kedua negara. Model pendidikan dasar melalui penyelenggaraan PKBM menjadi opsi terbaik jangka pendek untuk saat ini.

Pembangunan sekolah terpadu (boarding school) di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia dapat menjadi solusi menyeluruh terhadap pendidikan anak-anak TKI di Malaysia. Wilayah Sebatik di Kabupaten Nunukan yang bersebelahan dengan wilayah Sabah, sangat strategis menjadi lokasi bagi boarding school tersebut.

Selain memiliki akses yang sangat dekat dengan Tawau dan menjadi jalur keluar-masuk TKI ke Malaysia, Sebatik merupakan salah satu pulau terdepan Indonesia sehingga pembangunan sekolah di lokasi ini akan memberikan multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah ini.

Rencana dan harapan ini semoga dapat segera terwujud.

*Ari Purbayanto
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur


Pewarta : "Karena rasa kuenya sudah berat, jadi minumannya j
Editor :
Copyright © ANTARA 2024