Istanbul (ANTARA) - Kantor Koordinasi urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyatakan Sudan sedang menghadapi krisis pangan terburuk dalam dua dekade terakhir.

“Lebih dari 60.000 orang telah mengungsi akibat pertempuran di Kota Singa di Negara Bagian Sennar, Sudan tenggara, seiring dengan kerawanan pangan di wilayah Abu Hajar dan Dali,” kata pejabat informasi publik OCHA Vanessa Huguenin dalam konferensi pers di Jenewa, Selasa (2/7).

Situasi keamanan di Sudan meningkat pada Senin (1/7) ketika pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) mengklaim kendali atas markas besar Brigade Infanteri ke-67 dan Brigade Artileri ke-165 di Singa. Namun angkatan darat Sudan tidak merespon secara resmi pernyataan kendali parameter tersebut.

Pada Minggu (30/6), tentara Sudan melaporkan bentrokan dengan RSF di Singa, ibu kota Negara Bagian Sennar, mengakibatkan gelombang pengungsian warga secara signifikan.

Huguenin mengatakan bentrokan antara Angkatan Bersenjata Sudan dan RSF di Singa yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, mengakibatkan sebagian besar pengungsi bergerak ke arah timur ke Negara Bagian terdekat yakni Gedaref.

Pejabat PBB tersebut menekankan bahwa perempuan, anak-anak, dan seluruh keluarga dipaksa mengungsi dan meninggalkan harta benda mereka karena situasi terus memburuk di seluruh wilayah Sudan.

Dia menegaskan kembali bahwa Sudan saat ini menghadapi krisis pangan terburuk dalam 20 tahun terakhir.

Konflik di Sudan pecah pada April 2023 antara Jenderal Angkatan Darat Abdel Fattah al-Burhan dan komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo karena ketidaksepakatan menyoal integrasi RSF ke dalam militer.

Menurut data PBB, konflik Sudan telah mengakibatkan hampir 16.000 kematian, memaksa jutaan orang mengungsi, dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang menghancurkan negara Afrika tersebut.

Sumber: Anadolu

 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PBB: Sudan hadapi krisis pangan terburuk dalam dua dekade terakhir

Pewarta : Yashinta Difa Pramudyani
Editor : Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2024