Jakarta (ANTARA) - “Rumput tetangga memang terlihat lebih hijau,” demikian pepatah yang rasanya masih begitu relevan dari waktu ke waktu.

Hal itu setidaknya tercermin dari lini media sosial yang sempat didominasi oleh tagar #KaburAjaDulu, yang mendorong generasi produktif untuk merantau ke luar negeri.

Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa tagar yang menjadi trending secara organik seperti “Kabur Aja Dulu” merupakan sebuah cara bagi generasi muda mengekspresikan pendapat mereka terkait masa kini dan masa depan mereka di negeri sendiri.

Ini merupakan fenomena yang menarik, karena kecemasan itu hadir ketika Indonesia tengah memiliki bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia nonproduktif.

Berdasarkan data Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada Februari 2024, jumlah penduduk usia kerja telah meningkat dari yang sebelumnya berjumlah 206,71 juta orang pada Agustus 2021, menjadi 212,59 juta pada Agustus 2023.

Dari penduduk usia kerja tersebut, sebanyak 69,48 persen (147,71 juta orang atau setara dengan 52,87 persen dari total penduduk) merupakan angkatan kerja, di mana 5,32 persen (7,86 juta orang) di antaranya tergolong ke dalam kategori pengangguran terbuka.

Jumlah penduduk usia produktif idealnya mampu menghadirkan potensi besar bagi pertumbuhan ekonomi serta menyongsong “Indonesia Emas 2045”.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa mereka dapat berkontribusi jika ada dukungan dari pihak-pihak terkait, khususnya dalam hal ketenagakerjaan.

Dua diaspora Indonesia di Australia, Fierza dan Dana, menilai #KaburAjaDulu bukan hanya sekadar tren “iseng”, tapi juga suara utamanya terkait peluang kerja dan pemenuhan hak pekerja Indonesia yang lebih baik.

Mereka mencontohkan bagaimana periode “honeymoon” perusahaan-perusahaan rintisan (start-up) yang begitu menyegarkan bagi skena industri dan inovasi teknologi beberapa waktu lalu, kini sudah tidak terdengar lagi kabarnya. Pun dengan ketidakpastian para pekerja yang mengembangkan perusahaan-perusahaan tersebut.

“SDM kita tuh sebenarnya berbakat banget. Tapi kalau tidak diberikan perhatian oleh pemerintah, jangan heran kalau banyak yang akhirnya memilih untuk mencari kesempatan di luar negeri,” kata Dana.

 

“Alarm”

Cuitan-cuitan di tagar “Kabur Aja Dulu” cukup didominasi dengan kekhawatiran soal ketenagakerjaan yang menantang dari kacamata anak-anak muda — sang penghuni bonus demografi Indonesia.

Banyak dari mereka menyoroti sulitnya mendapatkan pekerjaan yang laik, gaji dan apresiasi yang sepadan, persyaratan rekrutmen kerja yang lebih inklusif, hingga kepastian untuk bisa hidup dengan settle di masa mendatang.

Tidak berlebihan rasanya jika menyebut #KaburAjaDulu sebagai sebuah “alarm” daripada hanya sekadar menganggapnya sebagai “omong-omong kosong” belaka dari para generasi penerus bangsa.

Sosiolog Universitas Indonesia Ida Ruwaida menilai, diksi “kabur” pada tagar tersebut memang mengindikasikan wujud kritik sosial, yang di era masyarakat digital ini, sangat memungkinkan publik untuk mengekspresikan gagasan dan sikapnya.

Ida mengatakan, kekuatan media sosial dalam menggerakkan massa tidak bisa dipungkiri, termasuk menggerakkan anak muda. Bahkan, ada istilah ‘the power of netizens’ yang menunjukkan besarnya peran media sosial dalam berbagai aktivisme digital.

Namun, di tengah kecemasan terkait kondisi di Ibu Pertiwi itu, mereka yang menggunakan tagar ini juga memanfaatkannya untuk berbagi informasi soal beasiswa, lowongan kerja, hingga pengalaman bekerja di negara-negara lain.

Ada semangat untuk saling membantu satu sama lain, yang rasanya seperti setitik cahaya di tengah kegelapan.

Febrian, diaspora Indonesia yang telah menetap dan bekerja di Belanda selama tujuh tahun, mengatakan bahwa memerlukan pertimbangan yang matang sebelum mengambil keputusan besar ini.

Sementara bagi Rahma yang kini bekerja dan tinggal di Jepang, hal penting lainnya sebelum memutuskan untuk merantau ke negeri orang adalah kesiapan bekal kemampuan diri, mulai dari bahasa hingga keahlian.

“Coba tanyakan ke diri sendiri, apakah sudah menyiapkan hal-hal ini sebelum memutuskan merantau ke negara lain, mulai dari bahasa asing, modal atau biaya, mental, jauh dari keluarga, serta penyesuaian gaya hidup dan budaya baru,” ujar Rahma.

 

Refleksi

Di tengah segala gejolak yang terjadi  belakangan ini, #KaburAjaDulu juga dapat dilihat sebagai sebuah refleksi bagi pemerintah — regulator yang memiliki peran vital khususnya dalam ketenagakerjaan.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menilai isu yang terangkum dalam tagar #KaburAjaDulu sebagai tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat.

Yassierli juga menilai tagar #KaburAjaDulu menjadi perhatian dan catatan khusus bagi pemerintah. “Ini tantangan buat kami kalau memang itu adalah terkait dengan aspirasi mereka. Ayo, pemerintah create better jobs, itu yang kemudian menjadi catatan kami dan concern kami,” kata Menaker pada Senin (17/2).

Yassierli juga menilai tagar #KaburAjaDulu bukan berarti ajakan untuk kabur, melainkan keinginan untuk meningkatkan kompetensi (skill) dan mendapatkan peluang bekerja yang lebih baik di luar negeri, dan bisa kembali untuk membangun Ibu Pertiwi.

Sementara, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) Abdul Kadir Karding mengatakan #KaburAjaDulu menjadi momen bagi pemerintah untuk meresponsnya menjadi suatu masukan.

Jika ditelaah lebih jauh, #KaburAjaDulu rasanya bukanlah sebuah ajang untuk saling menakuti, pun untuk mempertanyakan nasionalisme mereka yang mencari kesempatan di negara lain.

Toh, mencintai Indonesia bukan sebuah kompetisi, karena rasa cinta itu tetap ada melalui kepedulian, melalui sebuah sikap — walaupun raganya tidak sedang berada di Tanah Air.

Namun, alangkah indahnya jika rasa cinta bangsa ini terbalas juga oleh negara.

Keseimbangan antara masyarakat yang proaktif menyuarakan aspirasinya, diperlukan bersama dengan pemerintah yang mau mendengar dan terbuka akan hal tersebut.

Dengan itu, asa untuk mendapatkan kesejahteraan yang laik oleh negara tentu akan tumbuh bersama dengan peluang menuju cita-cita pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup, dan pada akhirnya mencapai Indonesia Emas dua dekade mendatang.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: #KaburAjaDulu, sebuah alarm dan refleksi dari generasi muda

Pewarta : Arnidhya Nur Zhafira
Editor : Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025