Kuala Lumpur (ANTARA) - Penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia masih ditutup karena pemerintah Indonesia dan Malaysia saat ini sedang dalam proses negosiasi penyelesaian MoU Penempatan dan Pelindungan Pekerja Domestik, yang sudah habis masa berlakunya sejak 2016.

"Dengan demikian, memberangkatkan PMI ke Malaysia saat ini adalah melanggar aturan yang berlaku. Terlebih lagi, memberangkatkan pekerja oleh perorangan atau calo merupakan tindak pidana yang harus ditindak tegas," ujar Dubes RI untuk Malaysia, Hermono, di Kuala Lumpur, Jumat.

Sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen Binapenta dan PKK, Kementerian Ketenagakerjaan Nomor 3/5527/PK.02.02/XII/2021 tanggal 29 Desember 2021, Malaysia belum termasuk sebagai negara tujuan penempatan PMI karena pertimbangan pandemi COVID-19.

"Pada 5 dan 7 Januari 2021 KBRI Kuala Lumpur memfasilitasi pemulangan delapan PMI yang akan bekerja di sektor rumah tangga. Mereka masuk ke Malaysia dengan mendapatkan izin masuk untuk bekerja melalui aplikasi MyTravelPass," katanya.

Hermono mengingatkan bahwa masuk dan bekerja ke Malaysia dengan menggunakan fasilitas izin masuk yang diajukan melalui aplikasi MyTravelPass sangat berisiko menjadi korban perdagangan orang dan tereksploitasi karena tidak ada pihak yang menjamin pelindungannya.

Selain itu, mereka juga tidak dilengkapi dengan kontrak kerja yang diketahui oleh Perwakilan Indonesia maupun BP2MI.

Hermono mencontohkan ada empat dari delapan PMI, yang telah dipulangkan, sebelumnya nekat melarikan diri dari lantai tiga menggunakan seprai pada pukul 02.00 dini hari.

"Mereka sudah tidak tahan lagi menghadapi kekejaman agen yang memperlakukan mereka secara tidak manusiawi," katanya.
 
Hermono mengatakan orang-orang yang bekerja ke Malaysia dengan menggunakan izin bekerja melalui MyTravelPass mungkin sah menurut aturan Malaysia tetapi sebetulnya mereka melanggar aturan perundang-undangan Indonesia.

Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia melakukan pencegahan keberangkatan PMI yang menggunakan skema aplikasi MyTravelPass ini demi keselamatan dan pelindungan para PMI.

"Kebijakan Pemerintah Indonesia saat ini adalah belum akan menempatkan PMI ke Malaysia apabila MoU mengenai Penempatan dan Pelindungan Pekerja Sektor Domestik belum disepakati oleh kedua negara," katanya.

Ia mengimbau masyarakat luas, khususnya yang akan bekerja di Malaysia, untuk tidak tergoda oleh iming-iming atau bujuk rayu oknum yang menjanjikan dapat mengurus keberangkatan ke Malaysia.

"Apabila ada yang mengetahui aktivitas orang-orang yang menjadi calo merekrut PMI, agar segera melaporkan kepada pihak berwajib," ujar Hermono.

Selain itu, KBRî juga akan memberikan sanksi tegas berupa daftar hitam untuk mendatangkan PMI apabila ada pelanggaran peraturan perundangan lndonesia.

"Begitu juga apabila ada P3MI yang terbukti terlibat akan diusulkan untuk dicabut izin operasinya," katanya.

Dia mengatakan masalah PMI tidak berdokumen dan non-prosedural merupakan masalah kronis yang harus segera dihentikan karena sudah banyak jatuh korban.

Para korban mengalami berbagai perlakuan menyimpang, mulai dari gaji tidak dibayar bertahun-tahun, dilarang berkomunikasi, disekap majikan hingga eksploitasi, ditahan aparat Malaysia, bahkan tidak sedikit yang kehilangan nyawa sebagaimana terjadi beberapa waktu lalu akibat kapal yang ditumpangi mengalami kecelakaan.

KBRI Kuala Lumpur, kata Hermono, akan terus melakukan kerja sama dan membangun sinergi dengan instansi terkait seperti Polri, Kemenaker, Ditjen lmigrasi, BP2MI dan instansi terkait lainnya untuk melakukan pencegahan dan penindakan tegas kepada siapa saja yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam pengiriman PMI secara non-prosedural.

"Sudah terlalu banyak jatuh korban dan ini harus segera dihentikan," tegasnya.

Pewarta : Agus Setiawan
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024