Peneliti BRIN menemukan spesies anggrek akar tak berdaun endemik Sumatra

id spesies anggrek akar baru,spesies anggrek endemik sumatra,brin,biodiversitas indonesia,keanekaragaman hayati indonesia,C

Peneliti BRIN menemukan spesies anggrek akar tak berdaun endemik Sumatra

Spesies baru anggrek akar tak berdaun, yang merupakan spesies anggrek endemik Sumatra dari genus Chiloschista (Orchidaceae), yang diberi nama Chiloschista tjiasmantoi Metusala. (ANTARA/HO-BRIN)

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan spesies baru anggrek akar tak berdaun yang merupakan spesies anggrek endemik Sumatra dari genus Chiloschista (Orchidaceae), yang diberi nama Chiloschista tjiasmantoi Metusala.

Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Bioevolusi BRIN, Destario Metusala melalui keterangan di Jakarta, Kamis, memaparkan beberapa individu anggrek Chiloschista ditemukan tumbuh epifit pada pepohonan di perkebunan semi terbuka yang berdekatan dengan hutan, dengan warnanya menyerupai warna kulit batang pepohonan, serta kemunculan organ bunganya yang kecil, namun berwarna kuning cerah menjadi sangat penting untuk mendeteksi keberadaannya.

Oleh karena itu, spesimen berbunga yang telah dikoleksi dan diobservasi lebih lanjut menunjukkan ciri khas morfologi bunga yang berbeda dengan spesies Chiloschista lainnya, terutama C. javanica dan C. sweelimii.

"Nama Chiloschista tjiasmantoi disematkan sebagai penghargaan kepada filantropis lingkungan Wewin Tjiasmanto atas dukungannya terhadap upaya pelestarian flora di Indonesia, khususnya Aceh," kata Destario.

Destario menyebutkan bahwa anggrek C. tjiasmantoi masuk dalam kategori genting (endangered) menurut kriteria IUCN Redlist. Hal itu karena diperkirakan luas area sebaran dan jumlah populasi yang terbatas, serta ancaman ekspansi perkebunan dan perubahan iklim.

"Perluasan kawasan lindung di Aceh perlu segera dilakukan untuk melestarikan berbagai spesies tumbuhan yang terancam kepunahan, terutama spesies unik yang hanya ada di Provinsi Aceh," ujarnya.

Destario menjelaskan bahwa anggrek C. tjiasmantoi memiliki kuntum bunga dengan lebar 1-1,2 cm dan berwarna kuning dengan pola bintik jingga atau kemerahan. Dalam satu tangkai perbungaan yang panjang, dapat menghasilkan hingga 30 kuntum bunga yang mekar secara simultan.

Spesies ini umumnya ditemukan pada ketinggian 700–1000 mdpl, tumbuh menempel di batang pepohonan yang tua pada habitat semi terbuka, berangin, dan lembap. Musim berbunga biasanya terjadi pada pertengahan Juli serta awal November hingga akhir Desember.

"Anggrek spesies baru ini telah berevolusi secara unik dengan mereduksi organ daunnya secara ekstrem, sehingga proses fisiologi penting seperti fotosintesis dilakukan pada organ akarnya. Keunikan ini membuka peluang riset lanjutan untuk menelisik berbagai aspek biologinya," ungkapnya.

Destario mengatakan penyebutkan anggrek tak berdaun dikarenakan sepanjang daur hidupnya, anggrek tersebut dalam kondisi tanpa organ daun.

Ia melanjutkan salah satu genus yang ada di dalam kelompok anggrek tak berdaun adalah genus Chiloschista. Genus ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1832 dan kini mencakup 30 spesies yang tersebar dari Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga Australia.

Anggrek ini lebih dikenal oleh para hobiis di Indonesia dengan nama anggrek akar, mengingat penampakannya seperti sekumpulan akar-akar berwarna kehijauan.

Sebelumnya, Indonesia diketahui hanya memiliki 4 spesies yang dapat ditemukan di Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, dan Kepulauan Maluku. Hingga kini, belum ada catatan keberadaan anggrek Chiloschista dari Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal PhytoKeys: Destario Metusala (2025). A new species of genus Chiloschista (Aeridinae, Vandeae, Epidendroideae, Orchidaceae) from Sumatra Island, Indonesia)".



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti BRIN temukan spesies anggrek akar tak berdaun endemik Sumatra