Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tidak boleh didikte oleh junta militer Myanmar.
Untuk itu, Retno menegaskan bahwa Konsensus Lima Poin harus menjadi satu-satunya rujukan keterlibatan ASEAN dengan junta militer Myanmar.
“Dalam mekanisme ASEAN, hanya dikenal satu track dalam engagement dengan Myanmar yaitu dengan rujukan utama implementasi Konsensus Lima Poin. Tidak ada track lainnya,” kata Retno dalam konferensi pers bersama Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir di Jakarta, Kamis.
Menlu Retno lebih lanjut menjelaskan bahwa Indonesia dan Malaysia akan bekerja sama untuk memastikan bahwa krisis di Myanmar tidak akan menghambat agenda pembangunan masyarakat ASEAN.
“ASEAN akan selalu bersama rakyat Myanmar,” tutur dia.
Sementara itu, Menlu Zambry mengataka Malaysia dan Indonesia menyambut baik Resolusi 2669 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diadopsi pada 21 Desember 2022, yang mendukung peran utama ASEAN untuk mencari penyelesaian yang aman bagi krisis di Myammar.
“Malaysia dan Indonesia mendukung sepenuhnya Konsensus Lima Poin yang dicapai oleh para pemimpin ASEAN. Konsensus itu adalah rujukan mutlak ASEAN dan harus dilaksanakan secara keseluruhan,” kata Zambry.
“Saya setuju dengan pandangan Ibu Retno bahwa kerja-kerja ASEAN tidak boleh ditentukan oleh junta Myanmar,” ujar dia, menambahkan.
ASEAN sebelumnya telah mengecualikan junta Myanmar dalam pertemuan-pertemuan tingkat tingginya, karena militer dianggap gagal untuk menerapkan Konsensus Lima Poin.
Konsensus tersebut berisi langkah-langkah menuju penyelesaian damai atas konflik yang dipicu kudeta terhadap pemerintahan terpilih Myanmar pada 1 Februari 2021.
Namun, Thailand pada Kamis (22/12) lalu, saat menjadi tuan rumah pertemuan untuk membahas krisis di Myanmar, menghadirkan junta militer.
Beberapa anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura tidak hadir dalam pertemuan itu.
Sementara, Kamboja, Laos, dan Vietnam memenuhi undangan Thailand.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand Kanchana Patarachoke mengatakan bahwa konsultasi tersebut merupakan pertemuan non-ASEAN, tetapi ditujukan untuk melengkapi upaya kolektif ASEAN yang tengah berjalan untuk menemukan resolusi politik yang damai bagi situasi di Myanmar.
Pertemuan itu disebutkan difokuskan pada penyediaan bantuan kemanusiaan dan penjajakan berbagai langkah lain untuk mendukung implementasi Konsensus Lima Poin.
Kanchana mengatakan konsultasi itu adalah kali pertama selama lebih dari satu tahun yang di dalamnya para menlu melakukan diskusi secara tatap muka untuk menyediakan ruang diplomatik bagi diskusi yang jujur dan konstruktif.
Pertemuan itu, ujarnya, juga merupakan keterlibatan pragmatis, terutama untuk negara-negara tetangga yang paling terkena dampak oleh situasi saat ini.
Dalam sebuah pernyataan, menlu Myanmar mengatakan dalam konsultasi informal itu bahwa delegasi Myanmar “bertukar pandangan secara hormat” tentang masalah kerja sama Myanmar dengan ASEAN untuk implementasi konsensus.
Delegasi, ujarnya, juga memberikan informasi yang benar, mencerminkan situasi aktual di lapangan, dan menegaskan kembali posisi Myanmar dalam tinjauan para pemimpin ASEAN yang baru saja diadopsi.
Delegasi tersebut juga dikatkan menyoroti kemajuan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Myanmar di bawah Konsensus Lima Poin dengan kerja sama Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan dalam Manajemen Bencana (AHA Centre).
Baca juga: DK PBB keluarkan resolusi desak Myanmar bebaskan Suu Kyi
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menlu RI: ASEAN tidak boleh didikte oleh junta Myanmar