Kisah Musimin selamatkan anggrek Merapi

id Musimin,pelestari anggrek Merapi,Anggrek Gunung Merapi Oleh Luqman Hakim

Kisah Musimin selamatkan anggrek Merapi

Pemulia tanaman anggrek Musimin di kediamanya di Dusun Turgo, Kelurahan Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. ANTARA/Luqman Hakim

Saya sekadar mengupayakan anggrek-anggrek itu lestari. Cuma itu saja

Setelah tertempel, anggrek itu tak lantas dibiarkan. Selama 2 tahun, dia masih harus merawat dan memantau hingga anggrek benar-benar tumbuh secara mandiri.

Berkat kerja keras itu, sedikit demi sedikit tanaman anggrek mulai tampak kembali di hutan sisi selatan Gunung Merapi yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Meski demikian, Musimin meyakini masih banyak spesies anggrek lain yang belum kembali di hutan Merapi.

Pada tahun 2003, dia berkesempatan bertemu dengan sejumlah warga sisi barat dan sisi timur lereng Merapi dalam program Gerakan Nasional Rehabiltiasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diinisiasi Pemerintah.

Melalui kegiatan tersebut, ia memperoleh banyak informasi mengenai beragam spesies lain dari anggrek lokal Merapi yang ada di masyarakat dan kemudian ia beli lalu dibudidayakan pula.

Pasca-erupsi Merapi 2010, Musimin yang tak gentar dan masih konsisten dengan misi konservasinya bertemu kembali dengan seorang peneliti anggrek bernama Sulistyono yang sebelumnya pernah ia kenal pada tahun 2000-an.

Dari Sulistyono, Musimin mendapatkan banyak wawasan mengenai cara budi daya anggrek, termasuk nama-nama ilmiahnya.

Sulistyono, periset lingkungan, pada tahun 2011 melakukan penelitian dan pendataan spesies anggrek di sisi selatan lereng Merapi.

Berdasarkan hasil pendataan dan penelitian yang mengikutsertakan Musimin itu, masih ditemukan sebanyak 53 spesies anggrek lokal Merapi.

Padahal, sebelum erupsi Merapi 2010, tidak kurang 90 spesies anggrek teridentifikasi hidup di gunung itu.

Berbekal data itu, Musimin kemudian terus memburu informasi terkait spesies-spesies anggrek lokal Merapi yang hilang dari sejumlah kawan maupun kenalannya termasuk yang tinggal di sisi barat dan timur lereng Merapi.

"Sebanyak 90 spesies itu terus kami kejar. Baik yang bisa kami budi dayakan maupun tidak, saya harus menemukan," ujar Musimin mengenang.

Hingga pada November 2022, ia mengaku telah mengumpulkan total sebanyak 120 spesies anggrek lokal Merapi yang kemudian ditangkar dan setelah dewasa dilepas atau dikembalikan ke habitatnya.

Spesies anggrek yang dibudidayakan Musimin antara lain Trichotosia ferox, Calanthe triplicata, Vanda tricolor, Dendrobium heterocarpum, Dendrobium Sagittatum, Liparis pallida, Aerides Odoratus Lour, Calanthe flava, Taeniophyllum glandulosum, dan masih banyak lainnya.1

Untuk menopang upayanya terus berkelanjutan, Musimin kemudian membuka kesempatan bagi masyarakat untuk ikut serta mengonservasi anggrek melalui sistem adopsi.

Dalam sistem itu, masyarakat atau adopter  dapat berkontribusi memberikan biaya perawatan anggrek yang diadopsi melalui beberapa paket disesuaikan jumlah dan spesiesnya.

 

Pelestari Anggrek Merapi, Musimin mengecek anggrek yang dibudidayakan di Turgo, Purwobinangun, Pakem, Sleman, D.I Yogyakarta, Sabtu (21/5/2022). . ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/rwa. (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)


Untuk paket platinum yang dikhususkan anggrek Vanda tricolor biayanya Rp1 juta, paket gold Rp850 ribu, dan paket silver Rp750 ribu yang berisi beragam spesies anggrek.

Selain mendapat sertifikat, masyarakat diberikan kesempatan melihat kapan saja anggrek yang telah mereka adopsi secara langsung di habitat aslinya.


Ancaman pencurian

Upaya konservasi anggrek yang dilakoni pria tamatan SD itu bukan tanpa tantangan. Salah satunya adalah risiko pencurian oleh pemburu anggrek.

Sejumlah anggrek yang telah dia rawat selama beberapa tahun dan dikembalikan ke habitatnya, hilang dicuri orang. Beruntung, masih banyak bibit anggrek serupa yang tersimpan di rumahnya.

Sejak saat itu, ia meningkatkan pengawasan, utamanya pada akses jalan menuju kawasan hutan yang salah satunya harus melintasi depan halaman rumahnya.

Musimin mengaku pernah menjumpai gerak-gerik orang mencurigakan dari luar Dusun Turgo yang mencoba menyusup ke kawasan hutan tempat konservasi anggrek.

Dia membuntuti hingga masuk kawasan konservasi anggrek. Orang tersebut pun berlalu meninggalkan lokasi setelah Musimin menanyakan maksud kedatangannya.

Peneliti Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Sulistyono mengatakan bahwa inisiatif Musimin sangat penting untuk mendukung konservasi anggrek sebagai salah satu kekayaan alam di Gunung Merapi.

Selain bunganya yang menarik, anggrek juga bernilai ekonomi sehingga banyak yang dipelihara dan diperjualbelikan oleh masyarakat.

Akan tetapi, tanpa disertai upaya konservasi seperti yang dilakukan Musimin, anggrek lama-lama habis di alam dan tidak lagi dapat dilihat oleh generasi berikutnya.

Dengan kiprah pentingnya mengembalikan dan mengonservasi anggrek lokal Merapi, Musimin merasa tak pantas disebut penyelamat, pahlawan, atau sederet julukan lainnya.

"Saya sekadar mengupayakan anggrek-anggrek itu lestari. Cuma itu saja," ucap Musimin.






 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kisah Musimin menyelamatkan anggrek Merapi