Kuala Lumpur (ANTARA) - Upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia di Kuala Lumpur dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada warga negara Indonesia (WNI) seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan.
Persoalan WNI/pekerja migran Indonesia (PMI) yang tidak memiliki dokumen atau bahkan datang ke Malaysia tanpa prosedur resmi menjadi salah satu tantangan terbesar yang bergulir sejak dulu.
Kehadiran WNI/PMI tanpa dokumen di Malaysia menimbulkan beragam masalah baru, mulai dari sulitnya memberikan perlindungan manakala terjadi masalah hingga kemunculan praktik calo-calo yang menawarkan jasa pembuatan dokumen palsu.
Duta Besar RI untuk Malaysia Indera Hermono mengungkapkan upayanya memberantas praktik percaloan itu selama menjabat sebagai Dubes di Kuala Lumpur.
Dubes Hermono mengatakan tidak sedikit WNI yang bekerja di Malaysia memiliki tingkat pendidikan sangat rendah. Bahkan ada di antaranya yang kedapatan tidak mampu membaca dan menulis.
"Mungkin rata-rata sebagian besar WNI yang bekerja di sini itu berpendidikan SD. Atau paling tinggi SMP," kata Dubes Hermono dalam wawancara khusus dengan ANTARA di Kuala Lumpur, Malaysia, akhir Oktober 2025, di penghujung masa baktinya sebagai duta besar.
Sebagian dari WNI itu datang ke Malaysia tanpa dokumen lengkap, atau malah tanpa prosedur resmi.
KBRI telah berupaya memberikan kemudahan-kemudahan pelayanan kekonsuleran bagi para WNI tersebut, salah satunya dengan memberlakukan pelayanan berbasis teknologi daring.
Namun, kata Hermono, banyak juga dari para WNI itu yang mengalami kesulitan untuk mengakses layanan daring itu.
"HP-nya bagus, tetapi cuma bisa buat main TikTok atau buat WA. Tetapi untuk masuk ke aplikasi selalu mengalami kesulitan," ujar Hermono.
Celah itu kemudian dimanfaatkan para calo untuk menawarkan jasa pelayanan pembuatan atau pengurusan dokumen.
Dia lalu mengungkapkan bahwa terdapat praktik percaloan di lahan parkir yang terletak tepat di sebelah KBRI, yang ditengarai sudah berlangsung sejak dirinya masih menjabat sebagai Wakil Duta Besar di Kuala Lumpur.
Praktik percaloan di lahan parkir itu sejak dulu dikenal dengan istilah "KBRI 2", karena para calo memberikan pelayanan jasa pengurusan dokumen layaknya KBRI.
"Itu dari zaman saya masih Wakil Dubes. Itu disebutnya KBRI 2," kata Hermono.
Menurut Hermono, di sana terdapat calo yang menawarkan pelayanan atau jasa pembuatan dokumen, mulai dari kartu tanda penduduk (KTP) palsu hingga kartu keluarga (KK) palsu, untuk syarat pengurusan dokumen, misalnya saat mengajukan pengurusan surat perjalanan laksana paspor (SPLP).
"Karena ada WNI yang di Malaysia itu tidak punya dokumen apa-apa. Jadi mereka bisa membuatkan KTP palsu, KK palsu. Jadi begitulah kondisi warga kita yang mungkin karena pendidikannya rendah, tidak memiliki dokumen, lalu dimanfaatkan oleh calo-calo ini," kata Hermono.
Dulu, kata Hermono, di "KBRI 2" terdapat beberapa kedai yang menjadi tempat para calo melancarkan aksinya. Mereka menawarkan jasa kepada para WNI.
Untuk mengatasi hal tersebut, Hermono melakukan koordinasi dengan otoritas di Kuala Lumpur untuk meratakan kedai-kedai tanpa izin itu menggunakan buldoser.
"Dulu di situ ada beberapa toko, kedai, dirobohin saja. Saya bilang buldozer saja. Malam-malam dibuldoser. Ya bukan buldoser saya, tetapi saya bilang kepada pemerintah sini, kan kedai-kedai ini nggak ada izin. Dan itu mereka melakukan banyak penipuan di situ," kata Hermono.
Akhirnya kedai-kedai tempat praktik percaloan itu dihancurkan dan rata dengan tanah.
Dia menyampaikan bahwa para calo memungut biaya yang tidak wajar untuk mengurus dokumen. Misal biaya asli pengurusan dan pendaftaran dokumen senilai 30 ringgit Malaysia, kemudian dipatok oleh para calo menjadi 300 ringgit Malaysia.
Hermono menyampaikan praktik percaloan kerap terjadi. Menurut dia, sepanjang masih ada WNI yang tidak memiliki dokumen, atau berpendidikan rendah dan buta huruf, maka praktik percaloan masih mungkin akan terjadi.
Hermono mengimbau seluruh WNI, khususnya di Kuala Lumpur, untuk tidak ragu menghubungi atau datang ke KBRI apabila memerlukan bantuan kekonsuleran.
"Yang kita imbau, anda kalau punya masalah jangan minta tolong calo. Anda datang saja ke KBRI, nanti kita bantu, misalkan untuk urus-urus yang lain. Dulu kita bantu juga untuk pendaftaran online," kata Hermono.
Orang dalam KBRI
Praktik percaloan tidak hanya terjadi di luar KBRI. Praktik itu pernah juga melibatkan orang dalam, atau dalam hal ini pegawai atau staf yang bekerja di internal KBRI di Kuala Lumpur.
Dubes Hermono tidak menampik hal tersebut.
"Ya percaloan itu dulu banyak keliaran di dalam. Ya, kadang-kadang juga katanya ya ada orang dalam yang ikut membantu. Beberapa ya kita keluarin juga," tegas Hermono.
Menurut dia, memang idealnya tidak ada percaloan.
"Tetapi percaloan agak sulit dibatasi sepanjang masih ada warga negara Indonesia yang tidak memiliki dokumen KTP, KK, atau apa pun. Dan sepanjang mereka buta huruf atau pendidikannya sangat rendah, ya, di situ ada lahan bagi percalonan," kata Hermono.
Khusus untuk mencegah praktik percaloan di internal KBRI, Hermono pun menerapkan aturan tegas. Dia menekankan, apabila ada staf KBRI yang terbukti terlibat percaloan, pihaknya tidak ragu untuk memecat.
"Pokoknya kalau ketahuan itu, nggak ada ampun," kata dia dengan tegas.
Dia mengungkapkan bahwa dulu ada petugas kebersihan KBRI, yang diperoleh dari suatu perusahaan, yang kedapatan melakukan praktik percaloan. Akhirnya KBRI memberhentikan seluruh petugas kebersihan dari perusahaan tersebut.
"Karena ada pegawai atau pekerja cleaning service ikut bermain. Ya cleaning service dari satu perusahaan itu kita berhentikan aja semua. Supaya ada efek jera. Bahwa kita ini nggak main-main," kata Hermono.
Pemecatan juga akan dilakukan terhadap staf KBRI yang kedapatan melakukan praktik-praktik percaloan.
"Pasti ada sanksinya. Nggak mungkin kita didiamkan saja," ujar dia.
Berdasarkan liputan ANTARA di Kuala Lumpur, di lahan parkir sebelah KBRI KL saat ini, memang masih terdapat sejumlah kios. Kios itu terdiri atas kios penjual makanan dan minuman serta kios-kios yang memberikan jasa fotokopi.
Tetapi sepanjang penelusuran ANTARA di lokasi, tidak ada penawaran pengurusan dokumen yang ditawarkan kepada ANTARA oleh orang-orang di kios tersebut.
Mereka memberikan jasa sesuai dengan layanan yang diberikan, entah itu menjual makanan dan minuman, atau memberikan jasa cetak dan fotokopi dokumen.
Praktik percaloan juga tidak terlihat di dalam ruang kekonsuleran KBRI. Semua staf konsuler KBRI siap sedia di beberapa konter untuk membantu WNI untuk mengurus dokumen secara resmi.
Pihak KBRI juga telah menempelkan informasi-informasi penting secara lengkap di ruang kekonsuleran sebagai panduan bagi WNI yang ingin mengurus dokumen.
Persoalan percaloan terkait jasa layanan kekonsuleran di luar negeri memang harus disikapi dengan tegas.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan kemudahan bagi WNI dalam mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan untuk memastikan legalitasnya di luar negeri, termasuk menggunakan layanan daring.
Persyaratan dokumen-dokumen fisik yang mesti dibawa saat mengajukan layanan kekonsuleran di luar negeri, agaknya harus mulai dihilangkan, karena tidak semua WNI yang datang ke luar negeri membawa dokumen fisik secara lengkap.
Kadang kala, ada WNI yang sudah terlanjur berada di luar negeri, namun tiba-tiba karena suatu hal harus mengurus legalitas tertentu tapi tidak membawa dokumen lengkap.
Kewajiban menghadirkan atau membawa dokumen fisik seperti itu bisa memberatkan WNI, karena mereka harus mengeluarkan dana dan menghabiskan waktu untuk pulang ke tanah air dan kembali lagi membawa dokumen tersebut.
Dokumen-dokumen persyaratan itu seyogyanya bisa dihadirkan secara digital, sepanjang ada mekanisme yang dapat memastikan keabsahan dokumen tersebut.
Di sisi lain, sosialisasi dan pendampingan bagi para WNI juga harus terus dilakukan secara simultan oleh KBRI bersama-sama dengan diaspora dan organisasi kemasyarakatan Indonesia yang ada di luar negeri.
Dengan berbagai kemudahan dan pendampingan yang diberikan, maka diharapkan angka WNI/PMI ilegal di luar negeri dapat ditekan, serta praktik percaloan dapat dihilangkan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Cerita Dubes di Kuala Lumpur berantas praktik percaloan di "KBRI 2"
