Jakarta (AntaraKL) - Film pemenang FFI 2015, SITI, karya sutradara Eddie Cahyono dan diproduseri Ifa Isfansyah akhirnya masuk bioskop mulai 28 Januari 2016 setelah terganjal masalah sensor.
"Pastinya kami senang mendengar kabar itu, tapi sebenarnya kalau dibilang sudah rilis sih film SITI sudah rilis karena memang di beberapa festival sudah diputar," kata Ifa saat dihubungi ANTARA News di Jakarta pada Rabu.
Ifa mengaku meski tidak menargetkan SITI mampu meraup banyak penonton, namun dirinya menginginkan SITI bisa mendapatkan akses pada masyarakat banyak.
"Pada dasarnya, yang penting kami berharap ini ada platform lain yang mudah diakses oleh penonton yang beragam, kami sudah senang," kata Ifa. "Mudah-mudahan, dengan diputarnya SITI di bioskop maka bisa memperpanjang umur film ini."
Setidaknya ada tiga bagian adegan film yang disesuaikan setelah melalui proses sensor. Meski demikian, Ifa mengatakan hal itu tak mengganggu cerita maupun emosi dari film itu.
Ifa berharap, bioskop Indonesia bisa menayangkan film-film "sejenis SITI". Selama ini, film SITI hanya diputar di tempat-tempat terbatas. Film SITI, kata Ifa memang tidak dibuat dengan sengaja menambahkan elemen komersil karena keinginan Ifa menambah keragaman film Indonesia dan mengedukasi masyarakat.
"Untuk itu, tidak cukup hanya dengan satu film SITI saja," kata Ifa yang tengah memproduksi film terbaru Edi Cahyono "Wasted Land" yang masih menyoal kehidupan perempuan pinggiran, tepatnya di Gunung Kidul.
Disajikan dengan warna hitam putih dan rasio gambar yang hanya 4:3, film berdurasi 88 menit itu membidik dengan akurat potret model seorang perempuan pesisir tangguh yang jarang sekali diceritakan dalam film-film komersil. Film bercerita tentang kejadian dalam satu hari kehidupan Siti, seorang ibu muda jebolan SMA tak tamat di wilayah pesisir dekat Parangtritis, Jawa Tengah.
Dengan segala keterbatasannya, Siti harus menanggung beban merawat suaminya yang lumpuh fisiologis dan mutung berhenti bicara pada Siti sejak Siti bekerja sebagai pemandu karaoke demi menambah pemasukan untuk membayar hutang kapal suaminya pada rentenir.
Selain harus merawat suami, Siti yang sehari-hari cuma berjualan peyek jingking bersama Darmi, mertuanya yang sudah renta, Siti juga harus merawat anaknya yang masih SD, Bagas.
Warna hitam-putih, sengaja dipilih sang pembuatnya guna menambah rasa melankolis dari pahitnya hidup si Siti.
Meski sebelumnya SITI hanya tampil di festival-festival atau klub film baik di dalam maupun luar negeri, film itu meraih sederet prestasi di berbagai festival.
Sebelum FFI 2015, film SITI sukses mendapatkan penghargaan Best Performance di Singapore International Film Festival 2014, kemudian Best Scripting di Shanghai International Film Festival ke-18 tahun 2015, film Panjang Terbaik di Apresiasi Film Indonesia AFI 2015. Bahkan film SITI mampu menembus festival bergengsi di luar negeri seperti di Italia, Amerika Utara, Belanda.