Dubes Rusdi : Jangan ada potongan gaji pada PMI di Malaysia

id pekerja migran indonesia

Dubes Rusdi : Jangan ada potongan gaji pada PMI di Malaysia

Dubes RI di Kuala Lumpur Rusdi Kirana (kiri) dan Ketum Apjati Ayub Basalamah di acara dialog Dubes RI dengan jajaran Apjati di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (16/7/2019). (Foto: ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS)

Kuala Lumpur (ANTARA) - Dubes Republik Indonesia (RI) di Kuala Lumpur, Rusdi Kirana menyatakan jangan ada lagi potongan gaji dan beban biaya 18.000 ringgit pada majikan jika penempatan ke negara jiran tersebut tetap ingin dibuka.

"Saya akui, saya sempat melontarkan pendapat untuk menghentikan sementara (moratorium) penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia karena praktik pemotongan gaji hingga 3 sampai 6 bulan masih terjadi," ujar Rusdi di acara dialog Dubes RI dengan jajaran Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) di Kuala Lumpur, Selasa.

Rusdi hadir dengan didampingi Ketum Apjati Ayub Basalamah. Hadir juga pada acara itu Presiden Pertubuhan Kebangsaan Agensi Pekerjaan Swasta (Pikap) Malaysia Fiona Low, jajaran Kedubes RI, jajaran Apjati, dan undangan lain.

Dubes menilai praktik pemotongan gaji, terlebih pada pekerja penatalaksana rumah tangga tidak manusiawi. Dia juga mendapat keluhan dari majikan yang sudah membayar 18.000 ringgit untuk kontrak dua tahun, tetapi PMI dalam waktu 2 sampai 3 bulan kemudian kabur.

Dubes memberi apresiasi pada Apjati yang merespon cepat lontaran moratorium tersebut. "Untung saya tidak didatangi dengan batu, tetapi dengan dialog," ujarnya sambil bergurau ketika menggambar pertemuan dengan jajaran Apjati membahas kondisi penempatan PMI ke Malaysia beberapa waktu lalu.

Ketum Apjati Ayub Basalamah juga mengapresiasi balik respon cepat Dubes tentang ajakan berdialog. Disadari kondisi penempatan PMI ke Malaysia cukup kompleks, disamping infrastruktur yang saat itu belum siap, penempatan ke negeri jiran itu juga diwarnai dengan banyaknya PMI yang bekerja di luar prosedur atau ilegal.

"Karena pintu masuk ke Malaysia sangat banyak dan ada faktor jarak yang begitu dekat antara kedua negara, disamping kebutuhan PMI juga relatif tinggi," ujar dia.

Dubes RI di Kuala Lumpur Rusdi Kirana (kiri) dan Ketum Apjati Ayub Basalamah di acara dialog Dubes RI dengan jajaran Apjati di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (16/7/2019). (Foto: ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS)

Apjati memulai penataan dengan melakukan konsolidasi ke dalam, membuat sistem dan mengajak bicara semua pihak terkait. Disadari, jika Indonesia tidak berbenah, maka akan wajar jika Malaysia melirik tenaga kerja asing lain, meskipun terkendala bahasa.

"Akhirnya, kualitas dan sistem penempatan yang mudah, murah dan transparan yang akan dipilih negara tujuan penempatan," lanjut Ayub yang sudah menggeluti penempatan PMI selama 30 tahun lebih.

Apjati sudah berbicara dengan Pihak Malaysia dan sepakat untuk melakukan pembenahan. Apjati meluncurkan apjatigo.my yang dirancang mudah diakses, murah, transparan dan mudah dikontrol. Aplikasi satu pintu itu mendata calon PMI, sejak pendaftaran, pelatihan (kompetensi dan sertifikasi), lolos tes kesehatan, pengajuan visa kerja hingga proteksi.

"Dengan sistem ini pengurusan visa kerja tidak menunggu lama," ujarnya. Dengan sistem satu pintu tersebut, biaya dapat ditekan sehingga PMI tidak perlu dipotong gaji dan fee 18.000 ringgit juga bisa ditekan seminimal mungkin.

Meski demikian,ia mengakui perlu dialog lebih dalam antara kedua pemerintah (Malaysia dan Indonesia) untuk meminimalisir penempatan ilegal hingga ke angka yang bisa ditolerir.