KUALA LUMPUR (ANTARA) - Pada zaman kolonial Hindia Belanda RA Kartini telah memelopori kesetaraan atau emansipasi antara pria dan wanita di Indonesia. Kartini telah merasakan sendiri kejadian itu ketika dia tidak diizinkan untuk melanjutkan studinya di tingkat yang lebih tinggi.
Wanita yang lahir pada 21 April 1879 di Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara, Jawa Tengah tersebut sering berkorespondensi dengan teman-temannya di luar negeri hingga kemudian surat-surat itu dikumpulkan oleh JH Abendanon dan diberi judul Door Duisternis Tot Licht yang artinya Dari Kegelapan Menuju Cahaya.
Selanjutnya buku tersebut telah diterbitkan sebagai buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang yang diterjemahkan secara menarik oleh sastrawan Armjin Pane.
"Buku Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan salah satu buku Heritage yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Buku ini menuntun kita dalam melihat arah kemajuan masa depan bangsa," ujar Direktur Utama PT Balai Pustaka, Achmad Fachrodji dalam broadcast rutin via whatsapp.
Apabila RA Kartini telah berhasil mendobrak kegelapan emansipasi pria dan wanita sebagaimana Nelson Mandela dalam mendobrak rezim apartheid di Afrika Selatan, maka saat pandemik COVID-19 ini kita menemukan wanita-wanita tangguh di Kuala Lumpur yang berjuang membantu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terdampak Perintah Kawalan Pergerakan (MCO).
PKP merupakan kebijakan pembatasan pergerakan di Malaysia yang diberlakukan mulai 18 Maret 2020 dalam rangka membendung penyebaran COVID-19 di negara tersebut yang memberi dampak kepada TKI.
Salah satu TKI terdampak PKP adalah Takhsis Anshori yang sehari-hari menempati rumah sewa bersama teman-temannya di Jalan Raja Alang Kuala Lumpur.
"TKI di pembinaan (konstruksi) kena dampak PKP. Kami libur total tidak boleh bekerja. Yang bekerja diliburkan dua Minggu tanpa ada gaji atau ganti rugi dari perusahaan," ujar pria asal Lamongan yang bekerja di perusahaan Satria Acces System tersebut.
Pria yang aktif di Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia ini mengatakan semua perusahaan tidak mungkin membayar ganti rugi selama libur karena tidak ada perjanjian sehingga hanya yang bekerja saja yang digaji.
Salah seorang TKI asal Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur yang bekerja di apartemen Vila Angsana, Asih Lestari mengatakan dirinya tidak memperoleh gaji dari perusahaan tempat dia bekerja selama pemberlakuan PKP.
Menyadari dampak yang dirasakan anak bangsanya dua wanita ini menyingsingkan lengan. Mereka di antaranya adalah Shalma Syafii yang tergabung dalam Relawan Bakti Sosial Majelis Perwakilan KAHMI Malaysia dan Fifi seorang ibu rumah tangga asal Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Salurkan bantuan ke TKI
Relawan Bakti Sosial COVID-19 Majelis Perwakilan Korps Alumni HMI (MP KAHMI) Malaysia membagikan bantuan bahan makanan kepada para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terdampak Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) bersama sejumlah relawan dari sekitar 14 Ormas Indonesia di Malaysia.
Relawan KAHMI mulai bergerak pada Jumat (3/4) yang rencananya akan berlanjut hingga PKP berakhir. Tim ini membuka dua rekening bank di Indonesia dan Malaysia.
Shalma yang juga Wakil Bendahara MP KAHMI Malaysia menyatakan bergabung dengan relawan untuk menjadi "frontline" yang langsung mengantar bantuan ke warga terdampak.
Pada hari kedua warga negara Malaysia alumnus Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang ini langsung mengemudikan mobilnya sendiri untuk menyalurkan bantuan beras, mie dan telur ke 30 KK di Lembah Jaya Selatan Ampang dan Flat Sri Nilam Subang Indah Bandar Baru Ampang Selangor.
"Alhamdulillah mereka senang dan berharap ada bantuan lagi untuk teman-teman TKI yang lain. Di Flat Sri Nilam ini ada enam blok 16 lantai per bloknya. Masih banyak yang memerlukan bantuan. Bahkan ada juga teman dari Flat Wangsa Maju yang minta bantuan," ujar alumni SMA Nurul Jadid Paiton Probolinggo ini.
Shalma yang menjalani masa kecil dengan bersekolah di Sekolah Kebangsaan (SD) Hulu Kelang Selangor ini mengaku senang dengan aktifitas yang dijalaninya karena bisa membantu sesama.
"Ternyata hidup itu bukan hanya tentang uang tapi bagaimana kita bisa memberi manfaat dan meningkatkan kepekaan sosial bagi sesama," kata wanita berdarah Madura ini.
Account Executive Isg Asia (Malaysia) Sdn Bhd mengaku tidak ada kendala dalam mengantarkan bahan makanan kendati banyak "roadblock" atau razia oleh Polisi Diraja Malaysia (PDRM) di jalan raya.
"Sejauh ini lancar, alhamdulillah lancar tidak ada kendala. Masalahanya kadang bantuan yang diberikan sesuai dengan data yang ada tetapi ketika sampai di lokasi ternyata masih banyak yang tidak mendapatkan bantuan karena tidak terdaftar. Banyak yang mengeluh bantuan tidak merata," katanya.
Untuk menyalurkan bantuan bahan makanan ke lokasi kadang dia berkolaborasi dengan keluarganya dari Alumni Syaichona Cholil (Aschol) Malaysia yang mendapatkan surat jalan dari KBRI Kuala Lumpur sebagaimana ormas lain yang terdaftar.
Keliling berbagi nasi
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Kuala Lumpur, Fifi, tidak menyangka sebelumnya kalau kegiatan berbagi nasi yang biasa dia lakukan bersama karyawannya tiap akhir pekan di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, bakal terulangi di Kuala Lumpur.
Semua itu terdorong rasa keprihatinannya terhadap nasib para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang terkena dampak langsung kebijakan Perintah Kawalan Pergerakan (MCO) dalam membendung penyebaran COVID-19.
Tanpa berfikir panjang setelah mendapat izin dari suaminya yang sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan minyak dan gas Malaysia, dia akhirnya melakukan kegiatan berbagi nasi ke sejumlah titik yang menjadi sentra aktifitas TKI di Kuala Lumpur dan sekitarnya.
Dengan mengendarai mobil merahnya wanita yang biasa dipanggil Kak Fifi ini mengirimkan bantuan 25 nasi kotak gratis setiap hari dengan rekomendasi dari Badan Perwakilan KNPI Malaysia.
"Kegiatan ini mulai 1 April 2020 setelah ada perpanjangan PKP dari Pemerintah Malaysia hingga 14 April 2020. Kami kirim 25 bungkus ke relawan atau TKI yang ditunjuk KNPI, saya antarkan ke mereka. Saya hanya berpikir begini sekalian saya masak makan siang agak banyak," ujar Fifi.
Ibu rumah tangga yang tinggal di Subang Jaya tersebut pindah ke Malaysia Juli 2019 karena mengikuti suaminya seorang ekspatriat yang bekerja di perusahaan minyak dan gas di Malaysia sedangkan dia sendiri mengaku mempunyai usaha kecil-kecilan di Batam.
"Menunya ganti-ganti seperti menu hari ini ikan suwir cabe hijau, tumis sawi dan sambal goreng hati, apa yang keluarga saya makan hari ini yang dibagikan juga ke teman-teman yang membutuhkan," kata wanita yang mengaku tamatan Fakultas Hukum Universitas Terbuka tersebut.
Fifi juga mengantri sendiri untuk mendapatkan bahan makanan di mall yang operasionalnya dibatasi mulai pukul 08.00 hingga 20.00 malam dengan "social distancing".
Dia mengaku memiliki asisten rumah tangga seorang muslimah yang ikut dengannya hampir tujuh tahun sejak 2013 sehingga makanan yang dia kirim juga halal.
Suaminya sangat mendukung kegiatannya dan bertindak sebagai donatur. Dia hanya berpesan harus seimbang antara urusan rumah tangga dan harus benar-benar dilakukan dengan ikhlas.
Fifi mengatakan hingga (6/4) dirinya sudah membagikan 151 kotak dan akan dilakukan hingga PKP berakhir.
"Dulu pernah di Batam kegiatan berbagi nasi setiap malam Minggu dikoordinasikan oleh eks karyawan saya, jadi setiap malam Minggu mereka menjemput makanan tersebut ke rumah saya. Makanan dibagikan ke mereka yang masih ngamen sampai malam dan 'homeless'," katanya.
Fifi ingin mengetuk hati para WNI yang tinggal di Malaysia khususnya mungkin mereka lebih beruntung daripada yang lainnya.
"Mereka mesti dibantu terlepas TKI yang masuk ke Malaysia sering kali ilegal visa pelancong tetapi dibuat kerja. Apapun itu coba berbagi sedikit buat mereka yang sangat membutuhkan. Kita tahu mereka yang masuk ke sini tidak malas mereka mau bekerja tetapi keadaan yang membuat seperti ini," katanya.
Fifi mengatakan tujuan aktifitasnya hanya sebagai bentuk solidaritas membantu mereka dari sekecil apapun yang penting ikhlas pasti akan berarti.
Lokasi yang paling jauh saat dia mengantar makanan adalah di Genting Highland hingga 100 Kilometer pulang pergi.
"Asal alamatnya mudah kami jalan. Beberapa kali bertemu polisi (PDRM) yang melakukan razia di jalan raya namun kalau ditunjukkan kita sedang mengantar makanan polisi mempersilahkan dan kita diminta cepat kembali jangan ada tujuan lain," katanya.
Setelah PKP diperpanjang hingga fase ke tiga mulai (15/4) Fifi mengalihkan kegiatan filantropisnya dengan mengalihkan ke bahan makanan.
Kartini peduli TKI di Malaysia
"Ternyata hidup itu bukan hanya tentang uang tapi bagaimana kita bisa memberi manfaat dan meningkatkan kepekaan sosial bagi sesama," kata wanita berdarah Madura ini.