Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan bahwa Satgas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) merupakan ujung tombak perlindungan warga negara yang akan bekerja sebagai pekerja migran.
Pentingnya peran Satgas PPMI, selain karena pandemi COVID-19 yang masih terjadi di Indonesia, tapi juga karena masih ada isu penempatan pekerja migran non-prosedural yang dapat berakibat pada pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Satgas PPMI wilayah embarkasi, debarkasi, daerah asal PMI, merupakan ujung tombak dalam rangka memastikan kehadiran negara dalam melindungi warga negaranya," kata Menaker Ida dalam keterangan resmi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Jakarta pada Kamis.
Menurut Ida, menjadi pekerja migran merupakan hak setiap warga negara sehingga ketika ada warga negara yang akan menjadi pekerja migran, negara harus hadir untuk memastikan proses migrasi aman.
"Di sinilah peran penting Satgas Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk memastikan pekerja migran kita mendapatkan perlindungan sejak akan berangkat dari kampung halaman, hingga kembali ke kampung halaman," kata Ida.
Ia pun mendorong satgas yang sudah dibentuk sejak 2012 itu untuk terus melakukan upaya-upaya nyata dalam pelindungan CPMI, PMI, serta keluarganya mulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja.
Satgas ditempatkan tidak hanya di wilayah debarkasi/embarkasi tapi juga di daerah asal tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan total sebanyak 22 wilayah.
Wilayahnya adalah Sumatera Utara, Tanjung Balai, Batam, Kepulauan Riau, Dumai, Tanjung Jabung Timur, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sanggau, Nunukan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Pare-Pare, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Berdasarkan laporan terakhir, Satgas PPMI pusat dan daerah dalam periode 2015-2020 telah berhasil mencegah 12.757 orang calon PMI yang akan berangkat secara non-prosedural.*