Jakarta (ANTARA) - Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah konkret untuk menuju perdagangan karbon internasional.

Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK) KLH/BPLH Ary Sudijanto melalui keterangan di Jakarta, Rabu, menegaskan bahwa Indonesia siap berada di garis depan untuk mempercepat implementasi perdagangan karbon internasional.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sekaligus mendukung implementasi Pasal 6.2 dan 6.4 Perjanjian Paris.

"Dengan otorisasi yang telah disepakati di COP 29 UNFCCC, Indonesia semakin memperkuat posisinya di pasar karbon global. Kami mengundang seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam mengurangi emisi secara signifikan," kata Ary.

Sementara Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto menyatakan bahwa momen ini adalah peluang emas bagi Indonesia untuk memainkan peran strategis dalam pengurangan emisi global.

"Indonesia memiliki potensi besar di sektor karbon. Dengan dukungan semua pihak, kita bisa memanfaatkan peluang ini untuk mendukung penguatan ekonomi karbon sekaligus pencapaian target NDC," jelasnya.

Kemudian, Direktur Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH Wahyu Marjaka menjelaskan pentingnya regulasi dan kerangka kerja infrastruktur NEK dalam mendukung implementasi perdagangan karbon internasional.

"Kita telah memulai implementasi Pasal 6 Perjanjian Paris dengan memastikan akuntabilitas melalui sistem robust seperti SRN (Sistem Registri Nasional). Kolaborasi bilateral melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) juga sedang dijajaki, termasuk dengan organisasi internasional seperti Verra, Plan Vivo, dan Gold Standard," paparnya.

Dalam hal perdagangan karbon internasional, Wahyu menyebutkan perlu dikembangkan carbon accounting and management sebagai peralatan untuk monitoring pencapaian target NDC.

Sejalan dengan proses tersebut, saat ini telah terdapat parameter yang mengindikasikan pencapaian target NDC. Dari sisi swasta, diskusi berlanjut pada pentingnya pembagian kuota internasional dan lokal yang diperkirakan akan mendominasi pasar, termasuk mekanisme dan penentuan harga pasarnya.

Wahyu juga menambahkan bahwa indikator penentuan jumlah kuota akan didasarkan peta jalan perdagangan karbon yang merujuk pada peta jalan NDC.

"Kami ingin membuktikan bahwa tidak hanya di pasar domestik, dimungkinkan juga untuk melaksanakan perdagangan di pasar karbon internasional," ucapnya.

Adapun dari sisi infrastruktur Monitoring, Reporting, and Verification (MRV), Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV KLH/BPLH Hari Wibowo menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki sistem MRV yang transparan dan berkualitas untuk mendukung SPE-GRK (Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca).

"Melalui mekanisme ini, kredit karbon yang telah diverifikasi dapat dikonversi menjadi unit perdagangan sesuai standar internasional, membuka akses yang lebih luas ke pasar karbon domestik dan global," tambah Hari.

Acara ini diharapkan menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memantapkan posisinya sebagai salah satu produsen unit karbon terbesar dunia.

Dengan perdagangan karbon internasional, Indonesia tidak hanya berkontribusi signifikan terhadap pengendalian perubahan iklim global tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi melalui ekosistem perdagangan karbon.

 

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia terapkan langkah strategis wujudkan NDC perdagangan karbon

Pewarta : Sean Filo Muhamad
Editor : Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025