Djakarta 22 Juni 1962 (AntaraKL) - Presiden Sukarno dalam pidato jang diutjapkannja pada upatjara memperingati Hari Ulangtahun Kota Djakarta ke-435 di Gedung Olahraga, menjinggung masalah transport menjebut bahwa masih banjaknja betjak di Djakarta sangat merendahkan martabat bangsa Indonesia.
Betjak, dikatakannya merupakan penghisapan manusia oleh manusia jang sangat merendahkan deradjat bangsa Indonesia.
Tokiolah asal betjak mula2. Tetapi disana kini hanya ada 8 buah betjak, jang disediakan bagi orang2 kaja untuk mendatangkan geisha. Menurut keterangan, inipun akan dilarang sama sekali.
Presiden berseru supaja pemuda2 djangan mau mendjadi tukang betjak, sekalipun mungkin mendapat bajar seharinja lebih dari apa jang didapat oleh seorang pegawai tinggi.
"Djangan mau mendjual djiwa, mendjadi objek exploitation de l'homme par l'homme.Tjarilah djalan lain untuk keperluan hidup, apa sadja."
Mengenai lambang baru Djakarta Raja (sebuah tugu ditengah, diapit oleh setangkai padi dan setangkai kapas) dengan tulisan dibagian atas "Djaja Raja", Presiden bertanja:spelling apakah jang harus kita pakai.
Pertanjaan ini dikemukakan oleh Bung Karno berdasarkan kenjataan bahwa Menteri Prof. Prijono telah merentjanakan edjaan baru, sedang tulisan diatas sebuah lambang tidak baik kalau berubah-ubah.
Tulisan itu harus tetap, dan djangan sampai kelak dibatja secara keliru.
Mengenai tugu nasional jang mulai dibangun, Presiden mengatakan bahwa didalam bangunan ini akan pula dibangun sebuah museum nasional, deimana akan dipertundjukkan setjara visuil seluruh stadia perikehidupan nasional sedjak dulu.
Djakarta harus pula mendjadi mertju suar bagi Indonesia, serupa dengan Swadagon Pagoda bagi Birma.
Sumber : Pusat Data dan Riset ANTARA //pdra.antaranews.com/Twitter : @perpusANTARA