Mereka di Nilai Spring juga bukan sedang piknik karena mereka bekerja. Karena itu, ia menegaskan majikan juga harus ditindak. Di antara mereka ada yang mengatakan gaji belum dibayar karenanya pantas jika majikan pun harus ditindak.
Menurut Hermono, penegakan hukum menjadi hanya sepihak saja. Malaysia hanya memanfaatkan para PATI saja, begitu ada masalah, mereka ditindak.
“Masalah PATI di Malaysia bukan 100.000-200.000 tapi jutaan (orang), lalu bagaimana penegakan hukum terhadap majikan? Jadi itu yang kita minta. Jadi kalau Malaysia mau menindak PATI, majikannya juga harus ditindak juga. Karena semua PATI pasti ada majikannya, enggak ada PATI yang enggak punya majikan. Artinya ada yang mempekerjakan,” kata Hermono.
Hak anak dan perempuan
Pada Selasa (7/2), Hermono menemui 67 WNI yang berada di Depot Imigrasi Lenggeng, Negeri Sembilan. Menurut dia, di sana juga ada masalah ketakutan anak-anak.
Jadi memang anak perempuan disatukan dengan ibunya dan anak laki-laki dengan bapak mereka dalam ruang berbentuk bangsal. Akan tetapi di sana ada tahanan lain.
Kondisi tersebut bagi anak-anak tentu akan buat trauma psikologis untuk masa depan mereka. Karena itu, Pemerintah Indonesia meminta Malaysia mendeportasi mereka sesegera mungkin.
Hal itu juga harus diperhatikan karena bagaimanapun di dalam penjara, bagi anak-anak menimbulkan suatu pengalaman traumatik.
“Memang di sana ada orang tuanya, tapi anak-anak adalah anak-anak, bukan tempatnya di tahanan. Ini juga harus kita minta kepada mereka,” kata Hermono.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur sudah memberikan bantuan pakaian, pampers (popok), dan lain-lain. Mereka akan mengirimkan lagi pakaian dan keperluan lainnya mengingat mereka yang ditahan tidak membawa apa pun.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI juga telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia dan Malaysia terkait dengan razia dan penangkapan di Nilai Spring tersebut, yang intinya semua harus memperhatikan hak-hak anak dan perempuan.
Termasuk merekomendasikan kepada SUHAKAM yang merupakan Komnas HAM Malaysia, untuk melakukan investigasi dugaan pelanggaran terhadap hak asasi manusia saat razia yang berujung pada penangkapan dan penahanan terjadi.
Menanggapi rekomendasi Komnas HAM RI tersebut, Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia Datuk Seri Khairul Dzaimee Daud dalam pernyataan medianya pada Selasa (7/2), mengatakan operasi yang dilaksanakan oleh imigrasi terorganisasi dan mengikuti SOP yang ditetapkan.
Penahanan dilakukan karena mereka tidak memiliki dokumen identitas diri, melebihi masa tinggal, dan kesalahan lain melanggar Akta Imigrasi 1957/63, Akta Paspor 1966, dan Peraturan-Peraturan Imigrasi 1963.
Dari pemeriksaan, menurut dia, para WNI tersebut tidak berniat untuk pulang, sebaliknya ingin terus berada di sini dalam waktu panjang walau tanpa dokumen yang sah.
Ia juga mengatakan operasi tersebut tidak terkait dengan pelaksanaan Program Rekalibrasi Tenaga Kerja 2.0 (RTK 2.0) yang berlaku mulai pada 27 Januari hingga 31 Desember 2023.
Berkaitan dengan soal kesejahteraan tahanan di depot-depot tahanan Imigrasi, ia mengatakan pihaknya selalu memastikan semua aspek kesejahteraan tahanan selalu terjaga dengan mematuhi standar yang ditetapkan termasuk kepada tahanan wanita dan anak-anak.
Soal perlindungan dan kesejahteraan warga asing khususnya anak-anak, katanya, selalu dilindungi. Hal itu juga menjadi agenda pertemuan Menteri Dalam Negeri Saifuddin Nasution Ismail dengan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 31 Januari lalu.
Penahanan paspor
Menurut Hermono, ada di antara WNI yang ditangkap di Nilai Spring memiliki permit namun memang ditahan oleh majikan sehingga tidak memegang dokumen.
Itu sebuah pelanggaran majikan menahan paspor sehingga berdampak pada penangkapan. “Kalau tidak ditahan paspornya pasti tidak ditangkap," katanya.
Penahanan paspor pekerja adalah praktik yang sangat umum di Malaysia. Hermono mengatakan menahan dokumen identitas seorang pekerja juga merupakan pelanggaran.
“Itu sangat umum, bukan masalah 1.000-2.000 orang yang paspornya ditahan supaya enggak lari atau sebagai apa. Akan tetapi ini kan namanya pemaksaan, orang untuk bekerja tidak bisa lari karena paspornya ditahan,” ujar dia.
Baca juga: Indonesia mengharapkan Anwar Ibrahim segera selesaikan isu PMI di Malaysia
Baca juga: Joko Widodo menyambut baik komitmen PM Malaysia lindungi PMI