BPKH dan Bank Muamalat fasilitasi diaspora dan pekerja migran di Malaysia berhaji
Kuala Lumpur (ANTARA) - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk memfasilitasi diaspora dan pekerja migran dapat berhaji tanpa pulang ke Indonesia untuk melakukan pendaftaran.
Anggota Pelaksana BPKH Harry Alexander mengatakan mereka sebagai badan hukum publik yang didirikan untuk mengelola keuangan haji tentu harus menjalankan amanah konsitusi di Pasal 29 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, di mana setiap warga negara berhak menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya, salah satu bentuk layanannya fasilitas untuk berhaji.
Diaspora dan pekerja migran Indonesia di Malaysia merupakan warga negara yang juga memiliki hak konstitusi, sehingga BPKH hadir ingin memberikan jawaban yang selama ini mereka tidak bisa mendaftar haji karena Malaysia tidak menerima jamaah luar negara, sedangkan jika dilakukan di Indonesia ada kesulitan geografis.
“Nah kita bersama Bank Muamalat datang untuk melayani hak konstitusi tersebut. Hak yang menjadi kewajiban tidak hanya sesuai konstitusi terapi juga sesuai dengan kewajiban mereka yang beragama Islam,” ujar dia, ditemui usai pelaksanaan Forum Silaturahmi Haji di Kuala Lumpur.
Dari segi pasar, ia mengatakan, ada sekitar 1,6 juta pekerja migran Indonesia yang tentu bisa memperbesar aset manajemen di bawah Bank Muamalat yang diperkirakan mencapai Rp50 triliun yang bisa dimanfaatkan, sambil tentu saja melayani jamaah haji.
Menurut dia, mereka diuntungkan karena BPKH sebagai pemilik Bank Muamalat, sekaligus satu-satunya bank Indonesia yang ada di Malaysia.
Direktur Utama PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Indra Falatehan mengatakan keberadaan bank tersebut yang sudah ada sejak 2009 di Kuala Lumpur, maka berkeinginan agar kantor cabang yang ada di sana dapat bermanfaat, khususnya bagi diaspora dan pekerja migran Indonesia.
Maka, ia mengatakan, Bank Muamalat memfasilitasi semua yang ingin berhaji melalui bank mereka dan BPKH bisa melalui “mobile banking” atau datang langsung ke kantor cabang mereka di Kuala Lumpur.
Menurut dia, kalaupun seandainya Warga Negara Indonesia (WNI) diperbolehkan mendaftar berhaji di Malaysia, waktu tunggunya juga lama mencapai 100 tahun. Sedangkan jika mendaftar haji di Indonesia rata-rata waktu tunggunya sekitar 20 hingga 30 tahun.
Paspor dan KTP tentu menjadi syarat bagi WNI untuk membuka rekening tabungan jamaah haji ataupun tabungan hijrah haji. Jika sudah memilik KTP-el maka mereka bahkan bisa membuka rekening Bank Muamalat melalui aplikasi mobile banking yang terhubung dengan dukcapil, dan bisa menggunakan "Liveness Detection Biometric Identification".
Bagi yang tidak memiliki KTP-el dan sudah lama berada di Malaysia maka bisa menggunakan paspor untuk membuka rekening di Kuala Lumpur. Selain itu bisa membuka tabungan haji, sehingga jika terpenuhi Rp25 juta maka mereka bisa berangkat ke Tanah Suci.
Sekitar lebih dari seratusan perwakilan diaspora dan pekerja migran Indonesia di Kuala Lumpur mengikuti Forum Silaturahmi Haji yang juga dihadiri oleh Wakil Kepala Perwakilan RI di Malaysia Rossy Verona.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPKH dan Bank Muamalat fasilitasi diaspora dan pekerja migran berhaji
Anggota Pelaksana BPKH Harry Alexander mengatakan mereka sebagai badan hukum publik yang didirikan untuk mengelola keuangan haji tentu harus menjalankan amanah konsitusi di Pasal 29 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, di mana setiap warga negara berhak menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya, salah satu bentuk layanannya fasilitas untuk berhaji.
Diaspora dan pekerja migran Indonesia di Malaysia merupakan warga negara yang juga memiliki hak konstitusi, sehingga BPKH hadir ingin memberikan jawaban yang selama ini mereka tidak bisa mendaftar haji karena Malaysia tidak menerima jamaah luar negara, sedangkan jika dilakukan di Indonesia ada kesulitan geografis.
“Nah kita bersama Bank Muamalat datang untuk melayani hak konstitusi tersebut. Hak yang menjadi kewajiban tidak hanya sesuai konstitusi terapi juga sesuai dengan kewajiban mereka yang beragama Islam,” ujar dia, ditemui usai pelaksanaan Forum Silaturahmi Haji di Kuala Lumpur.
Dari segi pasar, ia mengatakan, ada sekitar 1,6 juta pekerja migran Indonesia yang tentu bisa memperbesar aset manajemen di bawah Bank Muamalat yang diperkirakan mencapai Rp50 triliun yang bisa dimanfaatkan, sambil tentu saja melayani jamaah haji.
Menurut dia, mereka diuntungkan karena BPKH sebagai pemilik Bank Muamalat, sekaligus satu-satunya bank Indonesia yang ada di Malaysia.
Direktur Utama PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Indra Falatehan mengatakan keberadaan bank tersebut yang sudah ada sejak 2009 di Kuala Lumpur, maka berkeinginan agar kantor cabang yang ada di sana dapat bermanfaat, khususnya bagi diaspora dan pekerja migran Indonesia.
Maka, ia mengatakan, Bank Muamalat memfasilitasi semua yang ingin berhaji melalui bank mereka dan BPKH bisa melalui “mobile banking” atau datang langsung ke kantor cabang mereka di Kuala Lumpur.
Menurut dia, kalaupun seandainya Warga Negara Indonesia (WNI) diperbolehkan mendaftar berhaji di Malaysia, waktu tunggunya juga lama mencapai 100 tahun. Sedangkan jika mendaftar haji di Indonesia rata-rata waktu tunggunya sekitar 20 hingga 30 tahun.
Paspor dan KTP tentu menjadi syarat bagi WNI untuk membuka rekening tabungan jamaah haji ataupun tabungan hijrah haji. Jika sudah memilik KTP-el maka mereka bahkan bisa membuka rekening Bank Muamalat melalui aplikasi mobile banking yang terhubung dengan dukcapil, dan bisa menggunakan "Liveness Detection Biometric Identification".
Bagi yang tidak memiliki KTP-el dan sudah lama berada di Malaysia maka bisa menggunakan paspor untuk membuka rekening di Kuala Lumpur. Selain itu bisa membuka tabungan haji, sehingga jika terpenuhi Rp25 juta maka mereka bisa berangkat ke Tanah Suci.
Sekitar lebih dari seratusan perwakilan diaspora dan pekerja migran Indonesia di Kuala Lumpur mengikuti Forum Silaturahmi Haji yang juga dihadiri oleh Wakil Kepala Perwakilan RI di Malaysia Rossy Verona.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPKH dan Bank Muamalat fasilitasi diaspora dan pekerja migran berhaji