Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mencurigai kejanggalan-kejanggalan pada pemutakhiran data pemilih luar negeri di Kuala Lumpur, Malaysia saat konferensi pers di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Rabu.
Di antaranya pencocokan dan penelitian (coklit) Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu Luar Negeri (DP4LN) di Kuala Lumpur baru 12 persen, dan terdapat 18 panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih) fiktif karena tidak pernah berada di Kuala Lumpur.
"Rangkaian peristiwa pemutakhiran data pemilih tersebut membuat hasil pemungutan suara metode pos menjadi bermasalah akibat banyak pos yang tidak sampai kepada pemilih (return to sender/RTS)," kata Bagja.
Kemudian beredar video seseorang yang belum diketahui identitasnya, mencoblos surat suara pos yang tidak sampai kepada pemilih.
"Munculnya video seseorang yang belum diketahui identitasnya dan kami masih menyelidikinya, tengah mencoblos surat suara pos. Ini mengganggu legitimasi hasil pemungutan suara dengan metode pos di wilayah Kuala Lumpur," kata Bagja.
Bawaslu mendapat keterbatasan dalam penyelidikan kasus yang berada pada wilayah yurisdiksi negara Malaysia. Sehingga harus berhubungan dengan Sentra Gakkumdu dan Polisi Diraja Malaysia untuk mengungkap identitas orang yang menguasai ribuan surat suara pos itu.
Pelaksanaan KSK di Kuala Lumpur juga tidak luput dari masalah, seperti banyak titik penempatan KSK yang jauh dari kantong-kantong daftar pemilih tetap KSK, atau sebaliknya saling berdekatan.
Bawaslu juga menemukan ada KSK yang dilaksanakan tanpa izin otoritas lokal, sehingga dibubarkan oleh otoritas setempat.
Terdapat juga pemilih lewat pos yang memberikan suara di KSK sehingga dicurigai memilih lebih dari satu kali dan menimbulkan lonjakan data pemilih, meskipun coklit-nya baru 12 persen dari DP4LN.
Bawaslu menemukan setiap KSK membawa surat-surat suara sebanyak 500 lembar untuk setiap jenisnya, meskipun jumlah pemilihnya tidak mencapai 500 pemilih.
Selanjutnya, terjadi pergeseran 50.000 data pemilih di tempat pemungutan suara (TPS) menjadi pemilih kotak suara keliling (KSK) tanpa didahului proses analisa data pemilih secara mendetil.
Oleh karena itu, Ketua Bawaslu merekomendasikan kepada PPLN Kuala Lumpur untuk tidak menghitung hasil pemungutan suara lewat metode pos dan kotak suara keliling.
Bawaslu juga merekomendasikan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur dengan diawali pemutakhiran data pemilih luar negeri dengan metode pos dan kotak suara keliling.
Pemilih yang sudah terdaftar di tempat pemungutan suara (TPS) tidak boleh masuk dalam basis data pencocokan dan penelitian (coklit) untuk pemutakhiran data pemilih, serta tidak diikutkan dalam pemungutan suara metode pos dan kotak suara keliling.
"Ini untuk menghindari adanya kegiatan mencoblos dua kali," kata Bagja.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ketua Bawaslu curigai kejanggalan data pemilih di Kuala Lumpur