Pemerintah telusuri dugaan kematian tak wajar TKI di Fujian

id Pemerintah telusuri dugaan kematian tak wajar TKI di Fujian

Pemerintah telusuri dugaan kematian tak wajar TKI di Fujian

Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Soegeng Rahardjo. (Kementerian Luar Negeri)

Beijing (AntaraKL) - Perwakilan pemerintah Indonesia di Tiongkok menelusuri dugaan kematian tidak wajar seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bernama Eka Suryani di Fujian pada 23 Januari.

"Pewakilan RI di Guangzhou dan Hong Kong terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan kepolisian setempat tentang dugaan tersebut," kata Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Soegeng Rahardjo
ketika di konfirmasi Antara, Rabu.

Eka Suryani (23) yang berasal dari Desa Mulyosari, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bekerja di Hong Kong sebagai asisten rumah tangga.

Pada Senin (25/1), ibu beranak satu itu diajak majikannya ke Fujian untuk merayakan tahun baru Imlek.

Jasad Eka ditemukan dalam kondisi telanjang di kamar mandi sambil memegang pancuran air di kamar mandi.

Ia diduga meninggal dunia karena tersetrum setelah terjadi hubungan arus pendek listrik pada sistem pemanas air di kamar mandi.

Untuk mengetahui penyebab pasti kematian, keluarga Eka sudah menyetujui tawaran Kantor Keamanan Provinsi Fujian agar jasad Eka diautopsi.

"Autopsi ini tentu memerlukan waktu, terlebih saat ini Tiongkok ini menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, dimana waktu libur semakin dekat, sehingga proses pun melambat," kata Soegeng.

"Jika autopsi sudah selesai, maka proses pemulangan jenasah akan segera dilakukan. Surat kematian pun sudah dikeluarkan Konsulat Jenderal RI di Guangzhou," tambah dia.

Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) sebelumnya meminta pemerintah juga melakukan autopsi secara independen untuk mencari tahu penyebab pasti kematian Eka.

Berkenaan dengan hal itu juru bicara Kedutaan Besar RI di Beijing Santo Darmosusanto mengatakan pemerintah memahami keinginan keluarga Eka namun itu baru bisa dilakukan setelah seluruh proses di Fujian selesai.

"Autopsi independen tentu harus dilakukan di Indonesia dan itu artinya, setelah seluruh proses di Fujian selesai dilakukan," katanya.

Dugaan kematian Eka tidak wajar muncul karena yang bersangkutan sempat mengeluh mengenai perlakuan majikannya ke suaminya Indra Teguh Wiyono dan rekan-rekan BMI di Hong Kong.

Dalam percakapan melalui layanan WhatsApp berdurasi 30 menit, selain menceritakan penderitaan yang dia alami, Eka juga memberitahu bahwa dia akan kembali dari Fujian ke Hong Kong pada Minggu (24/1) dan ingin segera memutuskan kontrak.

Eka tidak ingin bekerja lagi di Hong Kong karena sudah terlanjur trauma.

Eka diberangkatkan PT Surabaya Yudha Citra Perdana, perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di Malang, enam bulan lalu dan ketibaannya di Hong Kong diurusi AIE Employment Center, mitra kerja PT Surabaya Yudha Citra Perdana.

Dua bulan pertama di Hong Kong, Eka masih diperlakukan baik. Namun, memasuki bulan ketiga dan seterusnya, Eka sering dikasari dan bahkan dianaya. Eka sering mengeluhkan perlakuan buruk tersebut dilakukan majikan perempuan.

Dia mengaku diberi makan dua kali sehari dengan jam kerja diperpanjang tanpa istirahat, disuruh membersihkan rumah saudara majikan dan diharuskan bekerja sebelum dan sepulang dari liburan.

COPYRIGHT © ANTARA 2016