Pakar: Anomali media sebabkan sulit bedakan kebenaran informasi

id Malaysia,Anomali Media,Sosial Media

Pakar: Anomali media sebabkan sulit bedakan kebenaran informasi

Praktisi komunikasi yang juga CEO Mediatrustpr, Luthfi Subagio. ANTARA Foto/M Ali Imran. (1)

"Ini degradasi media yang sangat besar. Kenapa? Karena posisi sumber tidak pada tempat yang seharusnya. Diganti oleh posisi 'chit chat' yang kira-kira tidak bermutu sehingga wajar kalau media itu turun grade-nya (kelas)," katanya.

Kuala Lumpur (ANTARA) - Praktisi komunikasi yang juga CEO Mediatrustpr, Luthfi Subagio mengatakan saat ini terjadi anomali media sehingga membuat persoalan menjadi rumit karena orang tidak paham membedakan kebenaran atas sebuah informasi.

"Kita sekarang di era anomali media. Anomali media membuat persoalan jadi sulit. Kenapa? Sekarang ini tidak paham mana media dengan sumber yang benar dan mana yang tidak," katanya dalam diskusi "Bermedsos Secara Smart dan Bijak" oleh Majelis Pustaka, Informasi dan Humas (MPIH) Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia, Sabtu malam.

Mantan Pimpinan Redaksi Radar Surabaya itu mengatakan saat ini media online dan media cetak mengambil sumber berita dari media sosial dan terkadang netizen juga dijadikan sumber berita.

"Ini degradasi media yang sangat besar. Kenapa? Karena posisi sumber tidak pada tempat yang seharusnya. Diganti oleh posisi 'chit chat' yang kira-kira tidak bermutu sehingga wajar kalau media itu turun grade-nya (kelas)," katanya.

Ketika media turun kelas, ujar mantan anggota KPID Jatim itu, maka yang terancam adalah kepercayaan terhadap media.

"Kalau kita lihat medsos ada Whatsapp, ada Facebook, ada Twitter, ada Linkedin dan lain-lain. Biasanya medsos saya namakan kaos kaki karena orang memakai semuanya. Kita enggak ngerti kembali ke khittah medsos itu seperti apa. Kenapa? Asal pakai," katanya.

Luthfi mengatakan orang mamandang medsos kalau dipandang dari samping bagus dan dipandang dari atas bagus namun dipandang dari depan jelek.

"Ini menimbulkan suatu persepsi yang beragam yang kemudian di situ medsos tidak bisa berdiri sendiri, kalau media berdiri sendiri sebagai satu kesatuan dari beragam orang, maka medsos ini kumpulan orang yang belum tentu benar," katanya.

Pada kesempatan tersebut Luthfi memaparkan data terbaru dari sebuah lembaga yang memaparkan bahwa saat ini populasi penduduk 274,9 juta jiwa, pengguna mobile 345 juta (125,6 persen), pengguna internet 202,6 (73,7 persen), pengguna medos paling besar 25 hingga 34 tahun, laki-laki 19,3 persen dan perempuan 14,8 persen.

Setelah pandemik berjalan, ujar dia, pengguna internet naik 15,5 persen (27 juta), penggunaan medsos naik 6,3 persen (10 juta) dan waktu rata-rata bermedsos tiga jam, 15 menit sedangkan waktu membaca print maupun online satu jam 38 menit.

"Rata-rata pengguna internet usia 16 hingga 64 tahun yakni delapan jam 52 menit. Lebih semarak membaca medsos daripada membaca buku," katanya.

Pada saat tersebut Luthfi meminta peserta membaca media tidak hanya dari satu sumber berita namun beberapa media untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya karena kepemilikan masing-masing media berbeda.

Diskusi tersebut didukung oleh LKBN Antara Biro Kuala Lumpur, Visi Peradaban dan Warung Soto Lamongan, salah satu unit usaha Majelis Ekonomi dan Kewirausaaan PCIM Malaysia.